"Bertemu denganku? Memang kau ingin membicarakan apa?" tanya Arya.
Mendengar perkataan pacara barunya, Amelia berdecak kesal. Arya sama sekali tak bisa membaca situasi isi hatinya jika keinginannya menemui Arya, sudah pasti karena nyaman di sampingnya.
"Memang kalau kita ketemu harus ada yang ingin dibicarakan? Apa aku tak boleh menemuimu jika aku ingin?"
"Bukannya enggak boleh, sih.Tapi kayaknya kalau besok aku enggak bisa. Aku baru ingat besok malam hari ada latihan tambahan."
"Kau sehari latihan dua kali? Memang kau tak kelelahan?" Amelia terkejut mendengar fakta yang ia tak ketahui tentang Arya.
"Kalau dibilang lelah, sudah pasti. Aku pribadi tak akan puas jika olahraga tapi tak kelelahan, seakan aku belum melakukannya dengan sungguh-sungguh."
"Astaga. Kau suka menyiksa dirimu sendiri."
"Aku tak menyiksa diriku sebab aku dengan senang hati melakukannya."
Amelia tersenyum. Meski Arya tak pernah mengatakan dirinya sudah menjadi pemain profesional padanya, namun gadis itu sudah tahu beberapa waktu lalu sebab beritanya telah mulai menyebar luas di sosial media. Saat diumukannya pemain termuda di Liga Basket Indonesia, Amelia sempat terharu sekaligus bangga melihat teman kecilnya bisa mencetak sejarah baru.
"Jadi bagaimana? Kau besok memang tak bisa, ya?" Arya mengulangi pertanyaannya.
Arya terdiam sejenak. Sejenak ia mengingat apa yang dikatakan oleh Coach Alex ketika latihan. Mendapati pesan jika Arya tak harus lagi datang latihan bersama teman-teman UKM-nya sempat ditolak mentah-mentah dengan berbagai alasan. Namun hingga saat ini Arya belum memutuskan apakah besok harus mengikuti arahan sang pelatih.
Di lain sisi Arya maish sangat nyaman dengan lingkungannya, bermain dan latihan bersama orang-orang terdekat, dan merasa aman dan tenteram di zona nyaman. Arya memang mengakui kalau dirinya seperti kehilangan tujuan begitu turnamen nasional dan mendapatkan luka di kakinya. Namun berkat dorongan dari Doni dan Coach Alex, pada akhirnya Arya mau memikirkan apa yang telah ia putuskan sejak terjun ke dunia perbasketan.
"Aku belum bisa jawab sekarang, Mel. Besok kebetulan jadwalku penuh latihan dari sore sampai malam."
"Latihan malam kau selesai jam berapa?" tanya Amelia penasaran
"Jam 10 malam."
"Kalau begitu setelah kau latihan juga tak masalah. Aku belum tidur jam segitu."
Arya mengerutkan keningnya sejenak, lalu memandang wajah Amelia di layar ponsel sambil tersenyum kecil. "Mungkin kau bisa, tapi aku tak menjamin apa aku masih ada cukup tenaga untuk menemuimu besok."
Spontan Amelia melemaskan tubuhnya, usaha apapun yang ia lakukan demi menemui sang pacar, kelihatannya tak bisa diwujudkan.
"Kalau kau memang tak bisa, mungkin tak apa. Aku juga tak bisa memaksamu lebih jauh lagi," kata Amelia suaranya terdengar tak bersemangat, mengaku dirinya sedikit egois namun setelah mempertimbangkan segala hal, pada akhirnya mau mengalah demi apa yang ingin Arya capai.
"Hei, jangan sedih. Kita masih bisa bertemu di lain waktu, kan? Aku bersumpah akan memberi kabar padamu besok, memastikan apakah aku bisa menemuimu atau tidak."
"Iya, aku paham maksudmu."
Melihat wajah Amelia, Arya tahu kalau suasana hatinya sedang tak membaik sekarang. Sedangkan sebelumnya Arya tak pernah berpacaran dengan siapapun. Sehingga ia bingung harus melakukan apa untuk mengembalikan senyumannya. Dari cerita dan pengalaman teman-temannya, Arya tahu jika pacaran itu sebenarnya sangat merepotkan. Terlebih ketika salah satunya mengalami suasana hati yang buruk, seperti Amelia saat ini.
Andai mereka bertemu sekarang, mungkin Arya sudah melakukan segala hal demi menenangkan Amelia. Walau harus memeluk atau mengusapnya sekali pun, Arya tetap melakukannya.
"Aku sudah mengantuk, apa masih ada yang ingin kau bicarakan?"
Amelia menggeleng lemah namun mulutnya sama sekali terbuka.
"Kalau begitu, aku tidur duluan, ya. Aku benar-benar lelah dan mataku juga tak bisa terjaga lebih lama lagi. Aku akan memenuhi janjiku besok dan sebisa mungkin meluangkan waktu bertemu denganmu."
Setelah menggeleng, kini Amelia hanya mengangguk. Meski begitu Arya tak ingin menunjukkan ekpresi yang sama. Mau bagaimana pun pula mengembalikan senyum Amelia adalah tugasnya sebagai pacar, sebab hilangnya senyum itu juga karena Arya sendiri. Tak ingin mengakhiri percakapan dengan buruk, ia tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya.
"Sudah dulu, ya, Mel. Good night for you. Nice dream." Arya mengatakannya dengan tenang dan tulus. Tak ada kiss bye atau gestur yang romantis, pada akhirnya Amelia tersenyum kembali walau sangat dipaksakan.
Kemudian Arya terlebih dulu mematikan panggilan itu dan mereka tak saling menatap untuk malam ini. Meski tak terlalu bingung ketika harus menghadapi pacarnya yang sedang buruk suasana hatinya, setidaknya tersenyum tulus adalah jalan keluar. Memang sedikit rumit ketika seseorang harus bisa melerai pasangan karena harus menggunakan perasaan. Salah sedikit saja, peperangan antar pasangan laki-laki dan perempuan bisa terjadi saat itu juga. Setelah memastikan hatinya sendiri telah tenang, barulah Arya tertidur pulas setelah menyelimutkan tubuhnya kembali.
Di lain sisi, Amelia juga merebahkan tubuhnya di atas kasur. Gadis itu nampaknya cukup memaklumi Arya ketika usahanya mengembalikan suasana hatinya, tak terlalu mengena. Bahkan bisa dibilang Amelia masih merasa kesal sebab harus menunggu entah sampai kapan untuk bertemu dengan pacarnya. Walau sudah memprediksi jika Arya memang memiliki jadwal latihan sepadat itu, tetap saja dari lubuk hati Amelia ada keinginan menemuinya, entah sesibuk apapun dirinya.
Memang terdengar egois dan ingin selalu dimanjakan oleh sang pacar. Namun bagaimana lagi, mungkin sebagian besar perempuan ketika memiliki pacar, pasti ingin dimanja seakan mereka tak bisa terpisahkan oleh dinding apapun. Mereka berdua sama-sama sibuk di bidang masing-masing dan Amelia sendiri sebenarnya masih ada urusan mengenai lomba yang akan diikutinya dalam kurun waktu tak sampai 3 bulan lagi. Dirinya sudah berkomitmen dengan Vivi, jika ingin menambah prestasi Fakultas Hukum yang sempat padam selama beberapa tahun.
Bahkan mereka juga sudah mengajukan proposal, tinggal menunggu jawaban dari pembimbing organisasi yang mereka ikuti. Namun apa yang dialami Arya, nampaknya juga menular ke Amelia. Hanya saja dirinya tak kehilangan tujuan. Jika sebelumnya Amelia tak pernah bolos selama rapat organisasi ditentukan, untuk pertama kalinya ia ingin bolos rapat untuk menemui Arya seorang.
Arya tak tahu apa yang sudah dikorbankan Amelia untuk bertemu dirinya. Namun jika Arya tahu Amelia bertindak sejauh itu, ada kemungkinan ia tak suka dengan keputusan pacarnya karena dinilai kabur dari kenyataan.
Keesokan harinya, Arya memikirkan apakah dirinya harus menuruti perkataan Coach Alex dan bisa menemui Amelia setelah perkuliahan selesai atau harus menerobos masuk ke dalam gedung olarhaga dan berlatih bersama mereka. Untuk mempertimbangkan segala kemungkinan terburuk, Arya sebisa mungkin meninggalkan sesuatu dengan resiko paling kecil. Terlalu lama berpikir dan menyendiri, ia tak sadar jika di sebelahnya sudah datang dua teman terbodohnya.
Jangan lupa review dan kirim power stone ya guys. Semoga kalian suka dengan jalan ceritanya ^^