Bintang-bintang bertaburan menghiasi langit malam. Di atas salah satu gedung pencakar langit di tangah kota Sean dan Amanda merayakan hubungan mereka yang ke tujuh tahun. Selama tujuh tahun Amanda hanya mengenal Sean sebagai lelaki pujaannya. Selama itu pula Sean juga tak pernah melirik perempuan lain walau lebih cantik.
Di tengah suasana makan malam romantis yang sengaja Sean buat untuk merayakan hari ini. Ia sudah menyipakan satu kejutan yang tentunya sudah dinanti-nantikan Amanda selama mereka menjalin hubungan. Ia lalu merogoh saku celananya.
"Maukah kau menjadi milikku, sekarang dan selamanya untuk hidup bersamaku dan menghabiskan sisa umur kita sampai kita mati?" ujar Sean seraya menunjukkan cincin dalam kotak merah yang sudah sejak lama ia siapkan.
Amanda tersenyum haru. Setelah sekian lama ia menantikan hal ini, akhirnya impiannya terwujud. "Aku-aku, aku mau, tentu saja aku mau," jawabnya dengan tetes air mata kebahagiaan, "aku mau menjadi milikmu, menghabiskan sisa hidupku hanya bersamamu," lanjutnya.
Sean memakaikan cincin bertahtakan batu zamrud berbentuk Kristal di jari manis Amanda. Mereka sangat bahagia. Setelah selama ini menjalin kasih dan mengkhayalkan pernikahan impian mereka di waktu sekolah hari itu akhirnya akan tiba.
Sean mengecup jemari Amanda yang telah berhiaskan cincin darinya. "Aku akan langsung memberitahu keluargaku bahwa aku telah melamarmu secara pribadi dan kita bisa secepatnya menentukan hari pernikahan kita," katanya.
"Aku sungguh tidak sabar menanti hari itu," jawab Amanda dengan mata berbinar.
Mereka tersenyum bahagia dengan tatapan saling memuja kemudian saling terpaut dalam pelukan hangat yang dipenuhi dengan bara asmara.
***
Ketika sampai di rumah Amanda langsung menemui ayahnya di ruang kerja. Ia membuka pintu dan langsung memeluk ayahnya dari belakang. Edwin tersenyum merasakan pelukan hangat putri bungsunya. Dia satu-satunya anak perempuan sekaligus satu-satunya wanita yang ia miliki setelah istrinya meninggal beberapa tahun lalu.
"Ayah, lihatlah ada sesuatu di jariku," ujar Amanda.
Edwin pun melirik jemari Amanda, "cincin, kau baru saja membeli cincin?" tanyanya.
"Aku tidak membelinya, ini dari Sean," ungkap Amanda.
Edwin terkejut "apa dia melamarmu?" tanyanya serius.
Amanda tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Edwin mendelik lalu berkata, "berani sekali anak nakal itu melamar putriku satu-satunya,"
"Tapi ayah setuju kan?" tanya Amanda.
Edwin mengembangkan senyum, "tentu saja, nak, ayah hanya bercanda, dia pria yang baik dan sejak awal ayah sudah menyukainya," jawabnya.
Amanda memeluk Edwin penuh sayang, "terima kasih, ayah," ucapnya.
Edwin membelai rambut panjang Amanda, "akhirnya putri kecil ayah akan menikah dan ayah akan benar-benar menjadi pria tua yang sendirian sekarang," katanya.
"Ayah, jangan bicara begitu, walau aku sudah menikah kan aku tetap anak ayah," tegur Amanda.
Edwin menganggukkan kepala, "omong-omong kapan dia akan datang bersama keluarganya?" tanyanya.
"Secepatnya," jawab Amanda, "Sean bilang setelah ini dia akan langsung memberitahu keluarganya supaya dia bisa segera datang bersama keluarganya," lanjutnya.
"Itu bagus, lebih cepat lebih baik."
***
Kabar bahagia tiba. Keluarga Amanda dan Sean, keduanya setuju dengan rencana pernikahan dua sejoli itu. Baik keluarga Amanda maupun keluarga Sean, keduanya sudah tahu bahwa Sean dan Amanda telah menjalin kasih sejak mereka duduk di bangku sekolah.
Memang sejak awal keluarga Amanda dan Sean sudah setuju dengan hubungan mereka dan sangat berharap hubungan mereka bisa sampai ke jenjang pernikahan. Ditambah lagi ada hubungan bisnis antara keluarga Amanda dan Sean yang juga sudah terjalin cukup lama.
Pernikahan Sean dan Amanda akhirnya ditetapkan satu bulan lagi. Mereka tak ingin berlama-lama lagi menunggu karena keduanya sudah sama-sama mantap dan yakin untuk menikah. Semuanya pun dipersiapkan, mulai dari baju pengantin, gedung, tamu undangan hingga kue pernikahan.
"Kau ingin anak berapa?" bisik Sean ketika sedang berada di butik untuk mencoba baju pernikahannya dengan Amanda.
Amanda tersenyum sipu "kau ini bicara apa, kita belum menikah dank au sudah bicarakan tentang anak," katanya.
"Aku hanya merencanakannya lebih awal," seloroh Sean "bagaimana kalau sebelas?" celetuknya.
Amanda mendelik, "kau akan membiarkan aku kesakitan sampai 11 kali?"
"Ah,bukan begitu, sayang, aku hanya asal bicara saja," jawab Sean sambil tersenyum jahil.
"Awas saja jika kau sungguh-sungguh meminta 11 anak padaku, aku akan memindahkan rahimku ke tubuhmu," ancam Amanda.
"Oh, jadi kau mulai memperlihatkan sifat aslimu sekarang, ya?" goda Sean.
"Sifat asli?" Amanda mengerutkan dahi.
"Kau galak sekali sekarang, padahal kita belum menikah, aku tidak bisa bayangkan kau akan jadi singa setelah kita menikah nanti, bukankah semua wanita seperti itu, ibuku juga akan berubah menjadi singa saat dia marah," papar Sean.
"Kau samakan aku dengan singa?" Amanda menelik kemudian memicingkan mata "aku tidak akan jadi singa," tegasnya.
"Lantas?" Sean menaikkan sebelah alisnya.
"Aku akan jadi vampir dan saat kau tertidur aku akan menghisap darahmu sampai habis," desis Amanda.
"Astaga, aku tidak menyangka kau punya sisi yang menyeramkan, tapi aku tidak akan takut," kata Sean.
"Kenapa kau tidak takut?" tanya Amanda.
"Karena yang akan menggigitku adalah vampir yang sangat cantik," celetuk Sean membuat Amanda tersenyum sipu kemudian ia mendekat ke telinga Amanda, "kau tahu, kau lebih baik menjadi succubus saja, aku akan dengan senang hati menjadi korbanmu," katanya.
Amanda terkejut kemudian memberi cubitan kecil pada lengan Sean, "dasar pria mesum!" umpatnya.
Sean pun tertawa. Tak berapa lama mereka akhirnya selesai mencoba baju pernikahan yang mereka pilih. Saatnya untuk mengantar Amanda kembali ke rumah.
"Amanda, aku ingin mengatakan sesuatu padamu," kata Sean saat sedang menyetir.
"Apa itu?" Amanda tampak penasaran.
"Ini adalah terakhir kali kita bertemu, kita akan bertemu lagi saat kita menikah nanti," ungkap Sean.
"Kenapa begitu, bukankah kita seharusnya sering bertemu untuk mempersiapkan pernikahan kita?" Amanda mengerutkan dahi, sekilas dalam hatinya merasakan sesuatu yang tidak baik.
"Aku pernah membaca sebuah artikel, dalam budaya jawa hal ini namanya pingitan, biasanya selama tujuh hari tujuh malam mempelai pria dan wanita tidak boleh bertemu dan harus berada di rumah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, itu juga supaya mempelai pria bisa pangling dengan kecantikan mempelai wanita," terang Sean.
Mulut Amanda membulat sambil mengangguk pelan. Ia teringat selain darah barat, masih ada darah jawa dalam keluarga Sean yang turun langsung dari kakek buyutnya yang kini sudah wafat. Ia pun memaklumi hal itu.
"Aku juga tidak akan menghubungimu sampai kita menikah," tambah Sean.
Amanda merengut, "kau kejam sekali padaku, bagaimana nanti kalau aku rindu padamu?" protesnya.
Sean tersenyum lembut kemudian meraih jemari Amanda dan mendaratkan kecupan di sana, "bukankah kita akan menikah, saat itu setiap hari kita bisa bertemu dan kau bisa melampiaskan kerinduanmu itu sepuasmu," katanya.
Amanda merengut dan menarik paksa jemarinya, "aku tidak setuju," tolaknya.
"Ayolah, sayang, ini juga termasuk tradisi, kau tahu itu bukan," bujuk Sean.
"Tapi kita tidak harus melakukannya, aku tidak bisa," keluh Amanda.
"Bersabarlah, setelah itu kita akan selalu bersama dan kau bisa menatapku kapan saja," kata Sean.
Amanda terdiam masih merengut tetapi tampak berpikir.
"Kau mau kan? Itu hanya beberapa hari saja," bujuk Sean lagi.
Amanda menarik napas panjang, "baiklah," jawabnya akhirnya.
"Terima kasih, kau sangat pengertian," kata Sean "oh, iya, kau rawatlah tubuhmu dengan baik, aku ingin melihat pengantinku yang sangat cantik hingga semua orang iri padaku," tambahnya.
"Jadi selama ini aku tidak cantik?" Amanda melirik Sean sambil melipat kedua lengannya.
Sean terkekeh lalu berkata, "bukan, kau selalu cantik, tapi aku ingin kau lebih cantik lagi, aku ingin kau jadi yang paling cantik," katanya.
Amanda tersenyum lembut, "kalau kau suka aku akan melakukannya," jawabnya.
Tak berapa lama akhirnya mereka sampai di rumah Amanda.
"Kau yakin tidak mau mampir dulu, ini kan pertemuan terakhir kita," bujuk Amanda dengan muka manjanya.
"Tidak, aku harus segera ke kantor, tiba-tiba saja diadakan rapat dan aku harus hadir," kata Sean.
Amanda tampak kecewa "kalau begini aku ingin kita menikah besok saja atau bila perlu sekarang saja," gumamnya.
"Bukankah kau tadi sudah setuju?" kata Sean.
"Seharusnya kau bicarakan hal ini dulu sebelumnya," protes Amanda.
"Maafkan aku, Amanda, aku lupa membicarakan ini padamu, tapi aku sangat berharap kau bisa mengerti hal ini.
Amanda mendengus, "baiklah kalau begitu, aku masuk dulu," pungkasnya kemudian membuka pintu mobil.
Tiba-tiba Sean meraih jemari Amanda, "tunggu, Amanda," cegahnya.
Amanda pun menoleh dan di saat itu juga Sean mendaratkan kecupan yang sangat singkat dibibirnya. Walau sangat singkat itu cukup untuk mengobati rasa kecewanya hingga tanpa perintah senyumnya yang manis mengembang menghiasi wajahnya.
"Sampai jumpa di hari pernikahan, calon istriku," ucap Sean lirih.
"Sampai jumpa di hari pernikahan, calon suamiku," balas Amanda.
Mobil Sean kemudian melaju meninggalkan Amanda yang masih berdiri di depan rumah dengan wajahnya yang bersemu-semu.