下載應用程式
58.33% Alana / Chapter 21: ALANA [21]

章節 21: ALANA [21]

"Asik nih," kata Dino yang baru saja memasuki ruang tengah rumah Vano.

"Salam dulu kek, masuk rumah orang juga. Mana nggak ketuk pintu." Cerocos Vano yang tetap fokus dengan PlayStation.

"Udah tadi di pintu depan." Kata Dino dengan duduk di samping Vano dan ikut main PlayStation.

"Sendiri aja lo Din?" tanya Vano.

"Yoi, gue kan jomblo." Jawab Dino asal. Alhasil Vano yang mendengarnya pun malah mengerutkan dahinya.

"Ditanya apa jawabnya apa." Kata Vano kemudian dengan sedikit kesal.

"Lo tanya gue sendiriankan, la ya bener gue jomblo."

"Iya gue tanya lo sendirian nggak, tapi bukan soal lo yang jomblo tapi lo yang ke sini sendirian apa sama yang lain." Vano memperjelas pertanyaannya tadi.

"Ngomong dong." Balas Dino.

"Gue udah ngomong, elah."

"Van, lo sejak kapan mimisan?" tanya Dino tiba-tiba.

"Siapa yang mimisan? Gue nggak mimisan." Vano menatap Dino.

"La itu di grup lo tanya-tanya sebab mimisan?"

"O, itu." Vano kembali beralih ke PlayStation.

"Jawab elah, malah a o a o." Kata Dino kini yang jadi kesal sendiri.

"Apa gue cerita sama Dino aja kali ya?" batin Vano masih dengan memainkan PlayStation.

"Woy! Malah bengong."

"Menurut lo wajar nggak kalo mimisan karena kecapekan?" tanya Vano kemudian.

"Emang siapa yang mimisan?" tanya Dino lagi.

"Gue tanya wajar apa enggak, malah balik tanya." Kata Vano dengan nada sedikit nge-gas.

"Gue juga tanya, siapa yang mimisan?" Dino pun melakukan hal yang sama, yaitu menjawab Vano dengan nada rada nge-gas.

"Lo jawab aja, wajar apa enggak." Vano tetep kekeh tak memberi tahu siapa yang ia maksud.

"Gue nggak mau jawab kalo lo nggak kasih tahu siapa yang mimisan." Kata Dino yang juga kekeh dengan pendiriannya. Vano kembali terdiam, seketika suasana di ruang tengah rumah Vano menjadi canggung. Hanya terdengar suara jari Vano dan Dino yang berkutat dengan stik PlayStation.

"Emang siapa sih yang mimisan? Ampe segitunya lo tanyanya?" kata Dino kemudian, memecah kecanggungan yang terjadi antara ia dan Vano.

"Bukan masalah dia siapa," Jawab Vano.

"Iya, tapi nggak biasanya lo sampe tanya-tanya kek gini." Jelas Dino.

"Alana, gue udah dua kali mergokin dia mimisan." Kata Vano terus terang.

"Gitu kek dari tadi. Kalo menurut gue sih wajar aja Van, soalnya saudara gue juga ada yang begitu. Sampe sekarang dia juga nggak kenapa-napa tu." Balas Dino masih dengan bermain PlayStation bersama Vano.

"Gitu ya." Seru Vano dengan pandangan yang terfokus pada layar di depannya.

"Yoi, sejak kapan lo suka perhatiin anak orang?" tanya Dino lagi.

"Sejak...Goll!" Vano berselebrasi bagai seorang pemain bola sungguhan di lapangan.

"Siapa yang menang? Siapa yang menang?" kata Didit yang tiba-tiba juga masuk di ruang tengah rumah Vano.

"Gue, kenapa?" Vano menghentikan selebrasinya.

"Yang kalah beliin gue kuota." Celetuk Didit kemudian.

"Ogah gue, orang nggak ada perjanjian kek gitu tadi." Tolak Dino yang merasa kalah.

"La yang di grup itu?"

"Ngimpi kali lo!" kata Vano dan Dino bersama di telinga Didit.

"Apa salah dedek di giniin."

"Salah lo ninggalin kita." Kata Yahya yang kemudian juga memasuki ruang tengah rumah Vano diikuti oleh Heri di belakangnya.

# # #

Sedangkan para penghuni grup Hamba Allah berkumpul di rumah Vano. Alana, Clara dan Daniel kini sedang berkunjung ke suatu tempat.

"Ibu Mina!" kata Alana dan Clara bersamaan dengan berlari ke pelukan seseorang yang mereka panggil Ibu Mina. Ibu Mina ialah pengurus di Panti tempat Clara dan Daniel dulu tinggal sebelum di beri rumah ayah Alana. Clara bisa dibilang cukup dekat dengan Ibu Mina, sedangkan Alana juga bisa dibilang cukup dekat. Karena setelah Alana mengenal Clara dan Daniel Alana jadi sering ke panti.

"Kalian sudah besar-besar ya sekarang." Kata Ibu Mina.

"Iya iya lah lah Bu, nanti kalo kita kecil terus ibu emangnya mau ngurus kita terus?" kata Clara kemudian.

"Daniel sekarang juga udah besar ya." Ibu Mina mengangkat Daniel ke gendongannya.

"Daniel mau main sama mereka." Kata Daniel yang melihat anak-anak seumurannya di dalam panti. Ibu Mina pun menurunkan Daniel dari gendongannya. Alhasil Daniel yang kegirangan ingin segera bermain pun berlari menghampiri sekumpulan anak-anak sebayanya.

"Hati-hati Iel, nanti jatuh." Kata Alana yang melihat Daniel.

"Bagaimana kondisi kesehatan Daniel sekarang?" tanya Ibu Mina dengan memandangi Alana dan Clara bergantian.

"Daniel sehat kok Bu, namun ia sekarang hanya memiliki satu ginjal saja." Kata Clara memberikan jawaban mengenai kondisi Daniel.

"Kamu yang sabar ya, Daniel pasti kuat kok. Ibu yakin dia akan tetap tumbuh layaknya anak-anak seumurannya, meskipun hanya dengan satu ginjal." Ibu Mina merangkul bahu Clara memberi kekuatan agar Clara tegar menjali semua.

Clara yang dirangkul ibu Mina pun balas memeluk ibu Mina, ia sudah menganggap ibu Mina sebagai ibunya sendiri semenjak ia tinggal di panti.

"Udah ah, jangan meyek- meyek gini dong. Kita lebih baik ikut main sama Daniel." Kata Alana mencairkan suasana yang dia rasa jadi melow.

"Kalian main saja, ibu masih ada urusan sebentar di belakang." Ibu Mina pun mempersilahkan Alana dan Clara. Alana dan Clara mendekat ke sekumpulan anak-anak yang sedang bermain dengam Daniel.

"Aku seneng deh Na, bisa lihat Iel bahagia kek gitu." Kata Clara yang melihat Daniel tertawa bersama anak-anak panti.

"Aku kan sudah bilang, Iel bakal seneng kalo diajak ke sini." Balas Alana dengan tersenyum simpul. Tak terasa, jam dinding di panti sudah menunjukkan pukul 16:08. Karena tak ingin pulang terlalu sore Alana, Clara dan Daniel pun pamit pada seluruh penghuni panti.

"Iel pulang dulu ya." Kata Daniel di dalam taxsi dengan melambaikan tangan pada seluruh penghuni panti.

# # #

"Hufft..." Alana menghempaskan dirinya di atas ranjang tempat biasa ia beristirahat. Alana malam ini pukul 20:56 baru saja kembali dari rumah Clara dan Daniel. Itu karena Daniel yang menangis jika Alana pergi meniggalkannya, alhasil Alana harus menunggu hingga Daniel tertidur terlebih dahulu.

"Na abang masuk ya," kata Arya dibalik pintu kamar Alana.

"Kamu kok baru balik Na?" tanya Arya yang masih mendapati Alana dengan pakaian tadi pagi.

"Biasa, Daniel." Jawab Alana dengan duduk di tepi ranjangnya bersama Arya.

"Oh ya Bang, bunda kapan pulangnya?" tanya Alana kemudian.

"Masih lama Na, baru juga tiga hari."

"Yah, padahalkan Alana udah kangen." Kata Alana dengan raut wajah sedih.

"Udah nggak usah sedih, bunda kan Cuma pergi satu minggu." Seru Arya yang melihat Alana sedih. Alana terdiam sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu yang penting.

"Bang," kata Alana setelah terdiam beberapa saat dengan melepaskan flat shoes yang masih melekat di kakinya.

"Hemmm." Jawab Arya yang kini sedang terfokus pada layar kecil di genggamannya.

"Abang liat kaki Alana deh." Alana menunjukkan kaki kananya pada Arya.

"Ogah, kakinya bau." Arya masih belum juga beralih dari layar di genggamannya.

"Issh, liat dulu!" paksa Alana dengan mengambil benda di genggaman Arya. Arya pun beralih mengamati kaki kanan Alana.

"Apa yang Abang liat di kaki Alana." Tanya Alana.

"Kakimu masih biru."

"Menurut Abang kaki Alana kenapa?"

"Apa mungkin semua yang dulu terjadi akan terulang." Kata Arya dalam hati.

"Bang, jawab dong. Jangan bengong." Kata Alana yang melihat Arya hanya diam.

"Alah, ntar juga ilang." Argumen Arya.

"Tapi ini udah satu bulan lebih Bang." Elak Alana.

"Tunggu aja dulu sampe dua bulan." Kata Arya kemudian.

Arya mengambil kembali benda yang tadi Alana ambil. "Kalo laper di meja makan udah ada makanan." Arya lantas melangkah keluar dari kamar Alana, namun baru beberapa langkah Arya berjalan tiba-tiba langkah Arya terhenti.

"Jangan lupa mandi, baunya ntar sampe kamar abang lagi." Ledek Arya dengan meneruskan langkahnya.

"Iya iya, bawel." Seru Alana.

"Kira-kira, Bang Arya memikir kaya yang aku pikir nggak ya?" gumam Alana pelan setelah Arya tak terlihat dipandangannya.

# # #

Dua tahun yang lalu, tepatnya setelah Vano selesai balapan dan mengetahui Ibunya mengalami serangan jantung. Vano langsung melesat pergi meniggalkan arena balapan. Vano terus memacu motornya dengan kecepatan penuh, tanpa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri. Itu Vano lakukan agar segera dapat melihat kondisi ibunya.

"Ibu harus kuat, tunggu Vano Bu." Kata Vano dalam hati.

Citt,,,

Terdengar suara rem motor yang dikendarai Vano di depan rumah sakit. Vano langsung berlari masuk ke dalam rumah sakit mencari ruangan yang di dalamnya terdapat ibunya. Ruang UGD, itulah ruangan yang harus Vano tuju saat itu juga setelah bertanya pada resepsionis.

"Bagaimana kondisi ibu saya Dok?" tanya Vano dengan nafas terengah-engah pada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan UGD.

"Apa adek ini anak dari Ibu Diyana?" tanya dokter tersebut. Vano pun hanya membalas ucapan dokter tersebut dengan anggukan.

"Adek harus sabar, karena saat ini ibu adek mengalami koma." Kata dokter tersebut memberikan keterangan pada Vano mengenai kondisi ibunya.

"Apa saya boleh melihatnya dok?" tanya Vano.

"Silahkan, saya permisi dulu." Dokter tersebut kemudian berlalu. Dengan langkah yang terasa berat, Vano mulai masuk ke dalam ruangan UGD.


next chapter
Load failed, please RETRY

禮物

禮品 -- 收到的禮物

    每周推薦票狀態

    Rank -- 推薦票 榜單
    Stone -- 推薦票

    批量訂閱

    目錄

    顯示選項

    背景

    EoMt的

    大小

    章評

    寫檢討 閱讀狀態: C21
    無法發佈。請再試一次
    • 寫作品質
    • 更新的穩定性
    • 故事發展
    • 人物形象設計
    • 世界背景

    總分 0.0

    評論發佈成功! 閱讀更多評論
    用推薦票投票
    Rank NO.-- 推薦票榜
    Stone -- 推薦票
    舉報不當內容
    錯誤提示

    舉報暴力內容

    段落註釋

    登錄