下載應用程式
27.35% Case File Compendium (TL NOVEL BL) / Chapter 32: I Really Was Wrongly Accused

章節 32: I Really Was Wrongly Accused

Tidak peduli seberapa kesalnya,He Yu tetap pergi ke fakultas kedokteran di sebelah pada Senin berikutnya. Dengan tas selempang tersampir di bahunya, ia mengetuk pintu.

Seorang dosen yang duduk paling dekat dengan pintu berkata, "Masuk."

"Halo, saya mencari Profesor Xie," kata He Yu dengan nada sopan dan berkelas.

"Xie Qingcheng, mahasiswa Anda sudah datang."

Xie Qingcheng keluar dari ruang dalam kantor. He Yu sedikit terkejut melihatnya mengenakan kacamata hari ini. Padahal sebelumnya, Xie Qingcheng tidak rabun jauh.

"Kau datang tepat waktu," kata Xie Qingcheng singkat. "Masuklah."

He Yu tidak bisa menahan diri untuk tidak meliriknya beberapa kali. Dengan kacamata itu, Xie Qingcheng terlihat lebih menarik—kesan tegasnya sedikit berkurang dan ia tampak lebih intelektual. Melihatnya seperti ini, He Yu merasa sedikit kurang jengkel.

Sayangnya, begitu Xie Qingcheng membuka mulutnya, sikap menyebalkannya kembali muncul sepenuhnya.

"Aku ingin kau menggunakan materi kuliah ini untuk membuat presentasi PowerPoint bagi kelasku. Selain itu, ada beberapa dokumen yang perlu didigitalkan. Sebagian besar berisi informasi medis, tapi aku tidak mempercayai akurasi OCR karena sering terjadi kesalahan saat mengonversi gambar ke teks. Pastikan kau memeriksa ulang setelah mengetiknya secara manual, mengerti?"

He Yu menatap tumpukan buku tebal di meja. Sebagian besar cukup besar hingga bisa digunakan sebagai senjata tumpul dalam kasus pembunuhan.

"Profesor Xie, Anda tahu bahwa teknologi bisa membebaskan manusia, bukan?" tanyanya.

Xie Qingcheng membanting satu eksemplar Psikologi Umum dan Psikologi Sosial di depan He Yu, membuat meja bergetar dan layar komputer ikut bergoyang.

"Aku tahu. Tapi aku juga tahu bahwa manusia tidak boleh terlalu bergantung pada teknologi. Sekarang mulai kerja. Mulailah dari bagian yang sudah aku tandai dengan tinta merah."

Menatap dua buku setebal batu bata itu—ditambah dengan lembaran-lembaran catatan yang membuatnya tampak dua kali lebih tebal—He Yu berusaha keras mempertahankan ekspresi tenang. Bagaimanapun, ia sedang duduk di kantor Xie Qingcheng, dan masih ada beberapa profesor lain yang belum pergi. Dengan suara pelan, ia berbisik,

"Kau mencoba membunuhku?"

Berdiri di sampingnya, Xie Qingcheng menyesap kopinya dengan tenang. "Tidak. Aku hanya ingin melatih kesabaran dan ketahanan mentalmu."

He Yu terdiam.

"Aku tidak meminta banyak. Kerjakan saja dengan teliti." Xie Qingcheng melemparkan sekaleng Red Bull ke arahnya, lalu kembali ke pekerjaannya sendiri.

He Yu menyipitkan mata sedikit. Ia membuka komputer Xie Qingcheng dan menggerakkan kursor ke ikon Microsoft Word, matanya tampak gelap di balik bayangan bulu matanya yang panjang.

"Mari kita lihat..."

Menghadapi komputer atau ponsel pribadi milik pria berusia tiga puluhan seperti Xie Qingcheng, wajar saja jika di dalamnya terdapat konten yang tidak pantas untuk konsumsi umum. Tentu saja, untuk menghindari rasa malu yang mematikan, pria seperti itu biasanya akan memasang kata sandi, membuat folder tersembunyi, dan berhati-hati agar tidak sembarangan meminjamkannya kepada orang lain.

Namun, Xie Qingcheng tidak peduli.

Ia telah memberikan komputer pribadinya kepada He Yu untuk digunakan di kantornya. Dengan niat licik untuk menemukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata melawan Xie Qingcheng, He Yu menggunakan seluruh kemampuannya sebagai peretas terbaik untuk menggeledah isi perangkat tersebut. Awalnya, ia berpikir setidaknya akan menemukan satu atau dua video cabul, tetapi sampai ia menghabiskan sekaleng penuh Red Bull, hasilnya tetap nihil.

Ia tidak percaya. He Yu mengubah kode dan melakukan pencarian ulang—tetap tidak ada.

Komputer pribadi Xie Qingcheng bersih tanpa cela; isinya hanya berisi dokumen akademik dan laporan gaji. Seluruh perangkat itu begitu steril hingga terasa hampir tidak wajar.

He Yu mengernyit dan menyandarkan punggungnya ke kursi kantor, jemari rampingnya memainkan kaleng kosong. Setelah berpikir sejenak, ia menambahkan beberapa baris kode baru dan menekan enter untuk mencari lagi.

Kali ini, ia menemukan sebuah folder yang sering digunakan Xie Qingcheng saat di luar jam kerja. Lebih mencurigakan lagi, nama folder itu adalah "Kebahagiaan" (Happiness).

Dengan kepribadian Xie Qingcheng yang lugas dan cenderung macho, sistem penamaan foldernya sangat sederhana: file penting diberi label seperti "Materi Kuliah #1" dan "Materi Kuliah #2", sementara file tidak penting dibiarkan dengan nama default yang diberikan komputer. Bahkan, ia terlalu malas untuk mengubah nama folder baru, hingga sistem penamaannya telah mencapai "New Folder (23)".

Jadi, keberadaan folder "Kebahagiaan" ini sama sekali tidak sesuai dengan kepribadiannya. Begitu folder itu muncul, mata He Yu langsung berbinar. Semangatnya kembali, dan ia duduk tegak, memfokuskan seluruh perhatiannya pada layar. Ia menggerakkan kursor ke folder berwarna kuning pucat itu dan mengekliknya dua kali.

Folder terbuka.

Setelah melihat isinya sekilas, ekspresi He Yu langsung berubah—dari bersemangat menjadi datar. Kemudian, alisnya berkerut.

Xie Qingcheng ini benar-benar sulit dipahami.

Di dalam folder berlabel "Kebahagiaan", yang ia temukan hanyalah beberapa foto ubur-ubur air tawar serta beberapa video. He Yu membuka salah satu klip dan mendapati isinya hanyalah rekaman ubur-ubur lainnya. Video tentang ubur-ubur dari seluruh dunia—dari ubur-ubur bulan hingga ubur-ubur api—dengan segala sudut pengambilan gambar yang mungkin ada. Salah satu video bahkan berdurasi lebih dari satu jam. He Yu mencoba menggeser progress bar beberapa kali, tetapi isinya tetap sama—hanya rekaman ubur-ubur yang mengambang seperti kabut atau asap yang tenggelam.

He Yu benar-benar bingung.

Jadi, kebahagiaan Xie Qingcheng adalah menonton video ubur-ubur?

Memang, pemandangan itu cukup indah—makhluk purba yang melayang di lautan, menyerupai kabut yang tenggelam atau cahaya bulan yang tumpah ke dalam air. Tapi tetap saja, He Yu tidak bisa memahami selera pria tua ini. Ia pun menutup video itu dan keluar dari layar.

Merasa kurang puas dengan temuannya, He Yu menyandarkan dagunya di satu tangan dan mencoba beberapa metode pencarian lain. Namun, komputer pribadi Xie Qingcheng benar-benar seperti dunia setelah diselimuti salju—bersih, putih, dan tak bernoda.

Akhirnya, He Yu menyerah. Ia melemparkan mouse ke samping dan berhenti mencari.

He Yu memainkan kaleng kosong di tangannya, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Jika Xie Qingcheng adalah pria normal, seharusnya dia masih memiliki sedikit keinginan…

Tatapannya kembali tertuju ke layar komputer. Kesimpulannya? Xie Qingcheng benar-benar terlalu dingin—tidak diragukan lagi, dia hiposeksual. Jika memang begitu, He Yu harus mengganti strateginya.

Dia pun membatalkan rencananya mencari video porno di komputer Xie Qingcheng. Sambil menjilat perlahan giginya, ia kembali fokus ketika ide lain muncul di kepalanya.

Besok sore, Xie Qingcheng dijadwalkan mengajar. Kebetulan, He Yu sedang tidak ada kelas, dan karena dialah yang bertanggung jawab mendigitalkan materi kuliah Xie Qingcheng, ia memutuskan untuk datang ke fakultas kedokteran dan duduk di barisan paling belakang ruang multimedia untuk mendengarkan kuliah gratis.

Awalnya, Xie Qingcheng tidak ingin membiarkan He Yu ikut masuk. "Untuk apa mahasiswa jurusan penyutradaraan dan penulisan skenario duduk di kelas psikiatri?"

Dengan sopan, He Yu menjawab, "Ge, aku ini pasien psikiatri."

Xie Qingcheng menatapnya.

"Selain itu, aku yang membuat slide presentasimu tadi malam. Kalau terjadi kesalahan, aku bisa langsung memperbaikinya, kan?"

Xie Qingcheng mempertimbangkannya. Memang masuk akal, jadi dia membiarkan He Yu melakukan apa pun yang dia mau.

Namun, begitu He Yu melangkah ke dalam kelas, Xie Qingcheng langsung menyesal—dia lupa tentang taruhan mereka.

He Yu sudah berbicara dengan semua mahasiswi dalam daftar yang ia berikan sebelumnya. Sebelas gadis yang mengambil mata kuliah psikiatri sebagai mata kuliah pilihan itu langsung membelalakkan mata saat melihat He Yu masuk. Senyum kagum pun segera muncul di wajah mereka.

Salah satu dari mereka memanggil He Yu. "Hai, tampan. Ngapain kamu di sini?"

He Yu melambaikan tangan, lalu memberikan isyarat diam dan menunjuk ke arah Xie Qingcheng yang berdiri di depan mimbar.

"Ooohhh!" Gadis itu segera menurunkan suaranya dan mengangguk. Lalu, dengan patuh, ia memalingkan wajah dan bersiap mendengarkan kuliah dengan penuh perhatian.

Sementara itu, He Yu duduk di barisan paling belakang, dekat jendela. Ia meletakkan tas selempangnya di samping kursinya, menyandarkan tubuh dengan santai, lalu melepas earbud yang sejak tadi ia kenakan dalam perjalanan ke sini. Pandangannya tertuju ke arah Xie Qingcheng.

Pesannya sangat jelas: Lihat aku. Aku sopan sekali, bukan? Walaupun aku tidak mengerti sama sekali isi kuliahmu, aku tetap akan mendengarkan dengan penuh perhatian demi menghormatimu.

Sayangnya, sikap itu hanya membuat Xie Qingcheng memutar mata.

Tanpa ekspresi, Xie Qingcheng meletakkan bukunya di atas meja. Setelah melirik He Yu dengan wajah muram, ia bertanya kepada para mahasiswa dengan nada tak senang,

"Kenapa kalian semua malah melihat dia? Belum pernah lihat mahasiswa dari fakultas sebelah ikut kelas, ya?"

Semua mahasiswa langsung terdiam di bawah tekanan yang diberikan oleh Profesor Xie. Namun, mereka diam-diam saling bertukar pandang. Mereka memang belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Kecuali, tentu saja, jika itu terjadi dalam drama idola tentang kisah cinta lintas fakultas.

Beberapa mahasiswi—terutama yang sudah pernah berbicara dengan He Yu—mulai tenggelam dalam fantasi semacam itu. Mereka yang pikirannya bergerak lebih cepat bahkan sudah menentukan rumah sakit bersalin untuk anak-anak mereka di masa depan. Satu per satu, mereka mengubah posisi duduk agar terlihat lebih anggun, berharap pria tampan yang duduk di barisan belakang itu akan memperhatikan mereka.

Sebagai pengajar di podium, tentu saja Xie Qingcheng melihat semua ini. Profesor yang disiplin dan apatis secara seksual itu merasa muak, tetapi karena sifatnya yang chauvinistik, dia bukan tipe yang akan menyalahkan mahasiswinya atas perilaku seperti ini. Sebaliknya, dia menyalahkan He Yu. Setelah menatap pemuda itu tajam selama beberapa detik lagi, akhirnya ia berkata dengan suara dingin,

"Kuliah akan dimulai. Buka buku kalian. Hari ini, kalian semua dilarang melihat ke belakang.

Siapa pun yang kedapatan memutar lehernya akan kehilangan enam poin dari nilai akhir. Pikirkan baik-baik konsekuensinya."

Ruang kelas langsung sunyi.

Sementara itu, He Yu—pusat perhatian semua orang—tidak bisa menahan diri untuk menundukkan kepala dan tersenyum. Sebelumnya, dia menganggap ancaman Xie Xue kepada mahasiswanya sangat konyol. Sekarang, akhirnya dia menemukan sumber kekonyolan itu: tentu saja, dia belajar dari Xie Qingcheng.

Xie Qingcheng membuka kelas dengan membahas soal-soal latihan dari kuliah kemarin.

"…Menurut CCMD-3, gangguan mental mencakup episode manik, episode depresi, gangguan bipolar, siklotimia, distimia…"

Meskipun sebagian besar mahasiswa menikmati empat tahun hidup mereka di bangku kuliah dengan santai, tidur di ranjang kayu sederhana di asrama, mahasiswa kedokteran jelas bukan bagian dari kelompok yang hidup santai bak dewa abadi. Sebaliknya, mereka harus menghabiskan setidaknya lima tahun menjalani ulang masa-masa menyedihkan seperti tahun terakhir di SMA.

Buktinya, Xie Qingcheng menghabiskan setengah dari waktu kuliah hanya untuk membahas satu tugas— menunjukkan betapa panjangnya tugas itu.

Sementara itu, He Yu—yang hadir tanpa diundang—setidaknya masih memiliki kesadaran diri. Dia duduk diam di sudut belakang kelas dengan tangan terlipat, memperhatikan Xie Qingcheng.

Ia menyadari bahwa meskipun gaya mengancam Xie Qingcheng dan Xie Xue terhadap mahasiswa mereka sama persis, metode pengajaran mereka sangat berbeda.

Xie Xue selalu berusaha membangkitkan energi dalam kelas, ingin membuat setiap materi yang ia sampaikan terasa hidup. Sebaliknya, Xie Qingcheng seolah tidak peduli dengan kehadiran mahasiswa-mahasiswanya.

Dia berdiri tegak di balik podium, terlihat seperti seseorang yang bahkan tidak berasal dari dunia ini. Realitas tampak tidak ada hubungannya dengannya. Setengah dari dirinya seolah telah tenggelam ke dalam dunia ilusi, di mana pengetahuan dan data menjelma menjadi bentuk nyata yang melayang di udara di belakangnya.

Jelas bahwa Xie Qingcheng termasuk dalam golongan akademisi murni. Dia tidak berniat membimbing mahasiswanya secara sabar dan sistematis, apalagi membuang waktu untuk membujuk mereka agar mau belajar.

Sebaliknya, Xie Qingcheng tampak seperti seorang mesias agung yang berjalan keluar dari kuil suci pengetahuan, dengan ujung jemari panjangnya ternoda tinta, aroma buku-buku lama keluar dari bibirnya yang tipis.

Dengan ekspresi yang tenang dan sadar diri—seakan telah memahami kefanaan dirinya—dia memancarkan aura keagungan yang luar biasa.

Seolah-olah dia tidak peduli apakah para mahasiswa memperhatikan atau tidak. Namun, justru sikapnya di podium itu sendiri merupakan perwujudan paling sempurna dari pengabdiannya pada ilmu pengetahuan.

He Yu benar-benar curiga bahwa, kapan saja, Xie Qingcheng akan berkata sesuatu seperti: "Aku, Sang Yang Mulia, telah turun ke dunia fana untuk menganugerahkan ilmu pengetahuan kepada kalian, para mahasiswa. Hendaknya kalian semua berlutut dalam rasa syukur atas anugerah ilahi ini." Sambil memikirkan ini, He Yu menatap pria yang berdiri di depan kelas dengan ekspresi acuh tak acuh. Xie Qingcheng masih tenggelam sepenuhnya dalam dunia kedokteran.

"Baiklah, itu saja untuk pembahasan soal kemarin. Sekarang, perhatikan presentasi ini."

Kata-kata itu menarik He Yu keluar dari lamunannya. Ia mengangkat pandangannya, perlahan melepaskan tangannya yang sedari tadi terlipat di dada. Menyilangkan jemarinya, dia meletakkan tangannya di atas meja dan sedikit mencondongkan tubuh ke depan.

Itu adalah postur tubuh yang menunjukkan antisipasi— sesuatu yang jelas tidak masuk akal dalam kuliah Xie Qingcheng. Namun, sayangnya, Profesor Xie sudah terlalu terbiasa mengabaikan orang lain, terutama orang-orang bodoh seperti He Yu, yang duduk di kelas hanya untuk mengisi waktu luang. Jadi, dia tidak menyadari sedikit pun ketegangan yang tiba-tiba muncul di wajah pemuda itu.

Xie Qingcheng membuka laptopnya, menghubungkan perangkat ke internet, dan menyesuaikan proyektor. Di bawah tatapan para mahasiswa, kursor bergerak ke file presentasi yang telah diberi nama oleh He Yu sebagai "Class Material #1."

Dengan double-click, presentasi terbuka.

Tanpa melirik layar sedikit pun, Xie Qingcheng langsung mulai berbicara. "Hari ini kita akan membahas halusinasi. Halusinasi proprioseptif, halusinasi sejati, halusinasi semu…"

Dia berbicara panjang lebar, benar-benar tenggelam dalam materinya. Hingga akhirnya, seorang mahasiswa laki-laki di barisan depan tidak tahan lagi dan menundukkan kepala sambil menahan tawa.

Barulah saat itu Xie Qingcheng menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tidak langsung menoleh ke layar presentasi. Ia hanya mengerutkan alis dan bertanya dengan dingin kepada mahasiswa yang berani itu, "Ada apa?"

Saat itu juga, mahasiswa laki-laki tadi bukan lagi satu-satunya yang tidak bisa menahan tawa.

"Profesor Xie… PowerPoint Anda…"

Hanya setelah mendengar itu, Xie Qingcheng akhirnya menoleh ke layar.

Demi meningkatkan pengalaman belajar mahasiswa, presiden universitas telah berusaha keras untuk memperbarui fasilitas kampus. Salah satu hasilnya adalah proyektor di ruang kelas multimedia yang baru diganti—sekarang lebih terang dan lebih jernih. Berkat peningkatan ini, PowerPoint yang ditampilkan di layar pun terpampang dengan detail yang luar biasa tajam.

Di layar terpampang sekumpulan ubur-ubur bayi yang lucu dalam bentuk digital, menyerupai versi chibi dari ubur-ubur bulan. Lebih parahnya lagi, gambar itu ternyata berformat GIF animasi, dengan ubur-ubur kecil yang terus bergerak dalam siklus berulang disertai caption seperti: "baby is so mad", "baby has fainted", and "baby is done playing with you, goodbye."

Dampak dari animasi kekanak-kanakan ini begitu besar sampai-sampai napas Xie Qingcheng langsung terhenti sejenak. Secara naluriah, dia bahkan hampir merogoh sakunya untuk mencari rokok agar bisa menenangkan diri.

Di sisi lain, He Yu langsung menundukkan kepala, bahunya bergetar, menahan tawa.

Saat Xie Qingcheng berbalik dengan ekspresi marah, dia mendapati si biang keladi itu sedang bersandar santai di kursinya, dengan bulu mata tertunduk. Merasakan tatapan tajam Xie Qingcheng, He Yu perlahan mengangkat wajahnya—mengungkapkan senyum tipis yang jelas-jelas mengandung niat usil.

Bocah iblis ini…

Xie Qingcheng menatapnya dengan intens, seolah ingin menembus tubuh He Yu dengan tatapannya dan menancapkannya ke kursi.

Namun, He Yu yakin bahwa Xie Qingcheng tidak mungkin mengakui di depan kelas bahwa dia telah menyuruh mahasiswa lain membuat slide presentasinya. Jadi, dengan tenang, He Yu mengangkat satu tangan dan mengetuk ringan ponselnya yang tergeletak di meja, dengan alis yang sedikit terangkat.

Isyaratnya sangat jelas—Xie Qingcheng harus mengecek notifikasi di ponselnya.

Dengan ekspresi yang semakin gelap, Xie Qingcheng kembali ke podium dan menutup presentasi itu secepat kilat. "Ada kesalahan dalam materi kelas. Mohon tunggu sebentar."

Kesalahan dari Profesor Xie adalah sesuatu yang langka. Apalagi kesalahan sekonyol ini. Jika bukan karena reputasinya yang terpandang, mahasiswa di ruangan itu pasti sudah lama meledak dalam tawa histeris. Semua orang berusaha sekuat tenaga untuk menahan tawa mereka. Namun, siapa yang masih bisa fokus pada materi pelajaran ketika suasana di antara profesor mereka dan mahasiswa asing dari kampus sebelah begitu tegang?

Xie Qingcheng memanfaatkan momen itu untuk menggeser layar ponselnya dengan ekspresi muram. Seperti yang diduganya, ada pesan dari He Yu yang dikirim dua menit lalu:

"Mau PowerPoint yang asli?"

"Apa maumu?"

He Yu sedang mengetik…

Beberapa detik berlalu.

Namun, di layar hanya tertulis: "He Yu sedang mengetik…"

Merasa kesabarannya hampir habis, Xie Qingcheng kembali menegakkan kepala, menyapu pandangannya melewati para mahasiswa yang tengah menahan tawa, langsung menatap He Yu yang masih duduk santai di kursinya. Pemuda itu tidak tergesa-gesa.

Seolah ingin menyiksa Xie Qingcheng lebih lama, He Yu dengan santai menggerakkan satu jarinya di atas layar ponselnya. Mengetik beberapa kata, lalu menghapusnya. Lalu, mengulanginya lagi. Seolah-olah dia sedang benar-benar mempertimbangkan persyaratan pertukarannya.

Sungguh disayangkan bahwa suasana hati He Yu yang gembira, tersembunyi di balik topeng kesopanannya, akhirnya terungkap saat ia mengangkat alisnya dengan ekspresi puas atas keberhasilan rencana liciknya.

Tepat ketika Xie Qingcheng hampir kehilangan kesabaran dan hendak berjalan ke arah He Yu untuk membanting tangannya di atas meja, sebuah pesan akhirnya tiba.

Xie Qingcheng segera membuka kunci ponselnya yang bergetar.

"Apakah kau masih ingat kemejaku yang kau jual?"

Xie Qingcheng menatap layar ponselnya dengan ekspresi kaku.

"Kirimkan aku 5000 yuan, dan aku akan membantumu memperbaiki PowerPoint-mu."

Kemudian, setelah jeda yang cukup lama, pesan lain masuk.

"Selagi aku di sini, aku akan memberimu peringatan: jika kau terus mengabaikanku, dalam sepuluh menit laptopmu akan secara otomatis mengunduh dan memutar beberapa video yang cukup vulgar. Meskipun kau mencoba mematikannya secara paksa, itu tidak akan berhasil. Jadi, Profesor, silakan buat keputusan sendiri. Aku mungkin akan menaikkan harga beberapa menit lagi, siapa tahu?"

Setelah selesai mengetik, He Yu dengan santai meletakkan ponselnya di atas meja—di depan semua orang—seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Kemudian, ia menyandarkan salah satu lengannya ke belakang kursi, menekuk sikunya untuk menopangnya di sana. Dengan gerakan santai, ia sedikit menengadahkan dagunya ke arah proyektor dari sudut yang tidak dapat dilihat oleh mahasiswa lain.

Tangan lainnya ia gunakan untuk menarik kerah bajunya dengan santai, menampilkan senyum yang tampak polos, namun menyiratkan kegelapan kepada Xie Qingcheng.

Xie Qingcheng menatap He Yu dengan ekspresi penuh kebencian sambil perlahan mengangkat ponselnya. Dengan rahang mengatup rapat, ia membuka aplikasi Alipay dan mengetik jumlah yang diminta dengan jemari yang hampir bergetar karena amarah.

Satu detik kemudian, ponsel He Yu bergetar di atas meja.

He Yu menundukkan kepalanya sedikit, bulu matanya menutupi tatapan puas di matanya. Ia melihat bahwa lima ribu yuan telah masuk ke akun Alipay-nya.

Lalu, dengan gerakan santai, He Yu bangkit dari kursinya.

Sebagaimana yang diharapkan dari seorang aktor yang pernah tampil dalam drama berkualitas rendah, kemampuan aktingnya kini tidak lagi bisa dianggap remeh. Ia dengan lihai berpura-pura menunjukkan rasa khawatir kepada Xie Qingcheng saat berjalan menuju podium.

"Maaf atas kejadian ini, Profesor Xie. Sepertinya aku tidak sengaja mengklik file materi perkuliahan Anda ketika sedang mencadangkan berkas milik adik Anda ke komputer kemarin. Saya benar-benar minta maaf."

Sebagai pihak yang mengambil keuntungan dari kemalangan ini, He Yu dengan sangat sopan 'mengumpulkan kembali' sisa harga diri Profesor Xie yang telah hancur.

Kemudian, ia membungkuk dan mulai memperbaiki pengaturan di laptop Xie Qingcheng.

Tak lama kemudian, He Yu menemukan file PowerPoint yang sesungguhnya dan membukanya.

Dengan gerakan anggun, ia mengangkat tangan dan mundur dengan sopan, memberikan tempatnya kembali kepada Xie Qingcheng.

"Silakan, Profesor."

Dan begitu saja, gangguan dalam kelas telah diselesaikan—dengan He Yu sebagai pihak yang kembali keluar sebagai pemenang.

Namun, selama sisa perkuliahan, ekspresi Xie Qingcheng tetap lebih kelam daripada awan mendung pada hari kiamat, bagai ketenangan sebelum badai. Tatapan matanya lebih dingin dari sebelumnya, seolah-olah mengandung pecahan es.

He Yu tidak meragukan sedikit pun bahwa jika "tatapan tajam" bisa menjadi fenomena fisik, dirinya pasti sudah tertusuk begitu banyak hingga berlubang seperti saringan.

Namun, anggapan teoretis ini jelas tidak dapat dipertahankan, sehingga He Yu hanya tersenyum dan menerima setiap tatapan tajam itu dengan sikap santai yang tak terdeteksi oleh para mahasiswa lainnya.

"…Itu saja untuk kuliah hari ini."

Akhirnya, Xie Qingcheng menutup sesi presentasi yang menyebalkan ini dengan sisa waktu lima menit sebelum kelas berakhir. Ia merasa sangat lega telah berhasil menyelesaikan masalah ini.

"Saya akan mengunggah tugas minggu ini ke Intranet kampus, jadi pastikan kalian semua mengunduhnya."

Dengan ekspresi lebih santai, Profesor Xie keluar dari PowerPoint dan membuka peramban internet. Setelah mengetikkan alamat situs web universitas, ia menekan tombol Enter dengan penuh keyakinan.

Beberapa detik kemudian…

"VIDEO DEWASA TAK TERBATAS, UNDUH GRATIS! WANITA BERPAYUDARA BESAR DI SEKITARMU, 1.000.000+ VIDEO PORNO PANAS, KLIK DI SINI: dontbothertypingthisintoyourbrowseryoudummy.com/nothingtoseehere"

Sebuah jendela pop-up iklan meledak di layar proyektor. Seorang wanita berpakaian minim berpose genit, menatap keluar seolah menggoda seluruh kelas yang kini terperangah.

Seluruh mahasiswa langsung terdiam.

Tatapan Xie Qingcheng seketika menembak ke arah He Yu.

He Yu ternganga.

Sial.

Kali ini, ia benar-benar tidak ada hubungannya dengan kejadian itu…


Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C32
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄