"Berani kamu mengancamku, Selin!" Jefri membalikan badannya seraya meluruskan telunjuknya tepat ke hadapan Selin.
"Memangnya kamu takut?" tantang Selin.
Dengan rahang yang terlihat mengeras Jefri menahan emosinya. Ia menurunkan kembali telunjuknya, sementara bibirnya terlihat mengerut dengan emosi yang kian meletup-letup di atas ubun-ubun.
"Kamu!" Jefri akhirnya memilih untuk segera pergi dari ruangan kamar pribadinya, dan membatalkan niat awal untuk mandi.
Padahal, Selin hanya menggeeretak dan mengancam saja. Sejujurnya mana mungkin dia berani melaporkan kebusukan Jefri pada mertuanya sementara dia sendiri pun tahu dengan riwayat penyakit mertuanya.
"Mau kemana lagi kamu, Mas? Ke rumah simpanan kamu? Ha!" Selin bertanya dengan nada tinggi. Dia masih mengikuti langkah suaminya di belakang. Pulang dan pergi seenaknya menjadi kebiasaan Jefri akhir-akhir ini. Tak ada perhatian bagi keluarga tentu membuat Selin semakin geram dibuatnya.