Jeni kemudian mengambil maff dalam genggaman mamahnya kemudian membacanya dengan teliti. Ia pun dibuat terkejut karena isi dari surat kontrak perjanjian itu adalah Jeni tetap harus melayani hasrat Jefri sebulan sekali. Padahal sebelumnya, Karin meminta agar Jefri tidak menyentuh Jeni selama lima bulan sebelum Jefri memutuskan pilihannya.
Akan tetapi, Jefri tetap bersi kukuh dengan keinginannya. Mana bisa ia menahan diri untuk tidak menyentuh Jeni selama lima bulan. Itu adalah hal yang benar-benar tak bisa ia lakukan.
Dalam surat perjanjian itu, Jeni tetap harus melayani hasrat Jefri sebulan sekali tatkala mereka akan melanjutlan pernikahan kontraknya.
"Kenapa harus mengulangi hal yang sama, Mas?" Jeni tampak menatap Jefri dengan tatapan sedu. Dalam hatinya ia berharap Jefri akan melepaskannya. Namun, ternyata harapannya itu musnah seketika. Jefri masih saja bersi kukuh dengan obsesinya.
"Mana bisa pernikahan tanpa saling menyentuh? Aku ini lelaki normal. Aku mencintai kamu, Jen. Mana bisa aku menahan diri untuk sama sekali tidak menyentuh kamu. Aku hanya meminta satu kali saja dalam sebulah, apa masalahnya?" tegas Jefri penuh penekanan.
"Tapi, Jeni masih akan meneruskan kuliahnya, Jefri! Dia harus menjadi sarjana," elak Karin. Ia menatap Jefri sinis.
"Loh memangnya siapa yang akan menggangu kuliah Jeni, Tante? Dari dulu saya malah mendukung dengan pendidikan yang ditempuh Jeni. Pernikahan ini tidak akan menggagalkan pendidikannya. Jeni harus tetap menjadi sarjana sesuai dengan keinginannya." Jefri kembali memperjelas. Dia tampak tak main-main dengan keinginannya.
Karin dan Jeni saling melempar tatapan penuh rasa bingung. Keduanya berpikir dalam hati, mungkin saja ini adalah jalan agar janin yang berada dalam rahim Jeni bisa diakui ayahnya.
"Hanya sebulan sekali kan? Kalau kamu melanggar, Jeni akan pergi dan kamu tidak bisa menahannya lagi," ucap Karin dengan tegas
"Tentu saja, Tante. Surat perjanjian itu resmi di atas materai dan saya tidak bisa melanggarnya. Kalau pun saya melanggar, saya bersedia melepaskan Jeni." Jefri mempertegas.
Karin mengalihkan perhatiannya pada Jeni yang duduk di sampingnya.
"Mamah serahkan keputusannya pada kamu, Jen," ucapnya lesu.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika anak perempuan satu-satunya itu harus menjadi simpanan CEO yang angkuh seperti Jefri. Setelah kisah pahit rumah tangganya yang terpaksa ia telan dengan penuh rasa sakit, kini Karin pun dipaksa harus kembali menelan pil pahit kembali dengan kisah Jeni.
Jeni mematung dalam beberapa detik. Ia tampak mengusap perutnya yang masih terlihat rata.
'Mungkin memang ini yang seharusnya. Anak aku pun harus memiliki Ayah. Dan ayahnya memang Mas Jefri,' batin Jeni dalam diamnya.
"Bagaimana, Jen?" Jefri bertanya. Ia sudah tidak sabar ingin mendengarkan keputusan dari Jeni.
Jeni menghela nafas resahnya. Meski ini terasa berat, ia terpaksa harus menganggukan kepalanya seraya menunduk lesu.
Melihat jawaban Jeni yang sungguh mengejutkan, Jefri menyeringai senang. Ia semakin merasa menang.
"Oke nominalnya tertera ya, bahwa selama pernikahan kontrak itu Jeni akan menerima uang senilai 1 miliar perbulan, yang apabila dikalikan selama lima bulan jumlahnya menjadi 5 miliar selama pernikahan kontrak berlangsung. Silahkan tanda tangani!" titah Jefri tampak antusias setelah ia menjelaskan dengan tegas.
"Tapi kamu tidak boleh ingkar janji, bahwa Jeni hanya melayani kamu satu bulan sekali. Dan setelah lima bulan itu kamu harus melepaskan Jeni jika mau masih berumah tangga dengan istri sah kamu." Karin memastikan sekali lagi.
"Mana bisa saya ingkar janji. Karena niat saya adalah menjadikan Jeni istri yang sah di mata hukum dan menjadi istri saya satu-satunya setelah nanti Selin saya ceraikan," tegas Jefri.
"Silahkan tanda tangani karena selanjutnya saya akan memanggil seseorang yang akan mengesahkan pernikahan secara agama," sambungnya sambil mengarahkan jemarinya ke arah maff berwarna biru itu.
Tanda tangan Jeni akhinya dibubuhkan pada beberapa lembar kertas yang berisi surat perjanjian itu.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh wanita pemilik wajah oriental itu yang akhinya kembali lagi ke pelukan Jefri, lelaki dewasa yang tidak ia cintai. Harapannya menikah dengan Wili pupuslah sudah saat garis pena itu terbentuk di atas materai.
Bulir bening dari sepasang manik Jeni akhirnya menetes membasahi pipi. Ia seakan tak ada pilihan lain, andai saja tak ada janin yang tengah tumbuh di dalam rahimnya, tentu saja tak ada alasan kuat bagi Jeni untuk kembali pada Jefri.
Sampai sekarang pun Jeni masih dibuat aneh dengan kehamilannya, padahal ia selalu meminum pil KB setiap akan berhubungan cinta dengan Jefri. Namun, Jeni tetap saja hamil.
Tanpa Jeni ketahui. Berhubungan badan atau pun tidak, pil KB itu harus tetap di minum. Berbeda dengan Jeni, yang hanya meminumnya saat hendak berhubungan badan saja. Minimnya pengetahuan Jeni terhadap alat kontrasepsi itu sehingga membuatnya tetap bisa hamil.
Kedua wanita, ibu dan anak itu terlihat sedu, terlebih dengan Karin. Andai saja rumah tangganya tidak gagal, tentu saja hidup Jeni tak seperti ini.
Setelah surat perjanjian itu selesai ditanda tangai oleh Jeni, Jefri tampak mengambil sebagian lembaran dan sebagiannya lagi diserahkan pada Karin untuk disimpan, karena kedua belah pihak harus sama-sama menyimpan surat perjanjian itu.
Setelah semuanya selesai, datanglah lima orang lelaki yang entah dari mana munculnya, Jeni dan Karin sama sekali tak mengetahui. Namun sudah bisa ditebak jika lima orang lelaki yang berpakaian rapih itu adalah orang-orang panggilan Jefri yang bertugas akan mengesahkan kembali pernikahan Jeni dan Jefri di mata agama.
Bagaikan mendapat berlian berharga, Jefri telihat dengan raut wajah semringahnya saat pernikahannya telah sah kembali dengan Jeni. Ia merasa tenang karena Jeni tak akan bisa melanjutkan kisah cinta bersama adiknya, Wili.
Tujuan Jefri rujuk kembali dengan Jeni bukan hanya sekedar ingin bercinta dengan wanita cantik berwajah oriental itu, akan tetapi Jefri sengaja kembali menikah kontrak dengan Jeni agar Wili tak bisa menikahi wanita idamannya.
Egois memang, lelaki angkuh itu seakan tak bisa melepaakan Jeni dengan lelaki mana pun termasuk Wili. Ia bahkan berencana akan menceraikan Selin agar bisa menikah dengan Jeni secara sah di mata negara dan bisa memiliki Jeni seutuhnya.
'Kenyataannya, Jeni memang tak bisa lari dari uangku. Dia tak bisa menolak dengan tawaran lima miliar dalam perjanjian pernikahan itu. Dasar wanita matre! Untung saja kamu cantik dan berhasil mencuri hatiku. Karena kalau tidak, aku tak akan sudi menggelontorkan sepeser pun bagi wanita yang tidak aku cintai,' gumam Jefri dalam hatinya. Ia merasa menang atas segela kekuasaannya.
"Saya akan segera mengantarkan kalian berdua pulang. Karena saya mengerti kalau besok Jeni akan kuliah. Dia harus tetap kuliah dan menyelesaikan studynya," ucap Jefri yang berisi perintah yang tak bisa ditolak.
"Kamu, Jeni! Mulai besok, putuskan Wili. Kini kamu telah menjadi istriku dan harus mengikuti perintahku, karena kalau kamu masih berdekatan dengan, Wili. Kamu sudah tahu kan akibatnya!" sambungnya mengalihkan perhatian pada Jeni yang masih saja tertunduk lesu. Ia berbicara dengan tegas dan perintahnya itu adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh Jeni.