"Kau akhirnya datang anakku."
Suara kemenangan dari seorang Pria tua yang masih lengkap dengan pakaian kantornya itu begitu bahagia setelah melihat anak gadisnya telah datang dan berdiri disampingnya.
Sepertinya ia memang sudah lama menunggu Seunghee dan ingin menunjukkannya kepadaku bahwa ia dan anak gadisnya itu berhasil menjebakku selama ini.
Sedangkan Seunghee tersenyum tipis, ia menunduk sopan pada ayahnya bagaikan anak harimau yang menunduk pada sang harimau sangar, ia terlihat sangat patuh.
"Jadi sandiwaraku telah berakhir hari ini Ayah" ucapnya.
"Tentu Anakku, penderitaanmu berakhir hari ini." Ungkap Tuan Oh yang sedang tersenyum penuh kemenangan itu.
Seunghee tersenyum lagi, senyuman yang tidak pernah kulihat sebelumnya, senyuman tulusnya yang dapat menenangkan hatiku seolah hilang seketika terganti dengan senyuman licik dan jahat yang kulihat sekarang.
Kini mata coklatnya melihat mataku,mata kami bertemu dengan suasana yang berbeda sekarang, tidak ada lagi tatapan cinta seperti kemarin bahkan tadi pagi.
"Ayah menunggumu dari tadi karena Ayah ingin kau yang mengakhiri semuanya".
Seunghee mengalihkan pandangannya ke arah ayahnya kembali, sepertinya ia sedikit kaget akan apa yang diucapkan ayahnya "A-Aku?".
"Ya... kenapa kau terlihat ragu, apa ada sesuatu yang berharga yang selama ini telah kau dapatkan darinya?" Tanya Tuan Oh menatapnya secara menyelidik.
Seunghee terdiam beberapa saat, flachback kisah cinta kami yang indah namun ternyata palsu itu terputar diotakku, bagaimana dulu ia dengan tulus merawat lukaku hingga sembuh, bagaimana saat ia memasakkan makanan untukku dan kami makan bersama, bagaimana saat kami menghabiskan waktu dengan menonton Film horor dan bagaimana saat kami menghabiskan waktu di malam hari, semuanya kini menjadi kisah yang indah namun menyedihkan.
"Tidak ada" jawab Seunghee yang seketika membuat duniaku seakan runtuh.
Tatapannya kembali beralih kepadaku, matanya senduh rasanya ia sedang berbohong, apa aku yang terlalu berharap?.
Ayahnya memberikan pistol dan gadis itu langsung mengambilnya.
Ah benar, untuk apa aku mengharapkan dia, sedangkan selama ini ia telah menampakkan dirinya yang palsu, didepanku adalah dirinya yang asli sekarang.
"Sadarkan dirimu!" Bathinku berteriak.
Ia melangkahkan kakinya secara perlahan seraya menatapku tanpa berpaling sedikitpun, mungkin ini yang terakhir kalinya kita saling bertatapan.
"Seunghee..."
Ia menghentikan langkahnya setelah aku memanggilnya " Kau berhasil, aku tidak pernah menyangka ternyata selama ini aku hidup dengan Seunghee yang palsu" kataku yang juga menatapnya.
"Meski seperti itu, aku akui hanya kau yang berhasil buatku melupakan duniaku yang menyedihkan hingga rasanya aku tidak ingin keluar dari perasaan bahagia itu" lanjutku.
"Hyunggu, seharusnya aku mempercayainya, aku telah menjadi kakak yang gagal, jika begini akhirnya bunuhlah aku karena hidup didunia ini tidak enak" air mataku mengalir menyentuh pipiku, aku mulai pasrah akan keadaan karena didunia ini tidak ada lagi alasanku untuk hidup.
Seunghee kembali berjalan pelan seraya menyodorkan pistol itu kearah kepalaku "Kau salah" ia akhirnya berbicara.
Kini ujung pistol itu telah menyentuh jidatku sedikit lagi saat Seunghee menarik pelatuknya aku akan tewas, aku telah berada di ujung kematian.
"Seunghee yang sekarang ini kau lihat bukan yang sebenarnya"
Aku tersentak, aku menatapnya seolah-olah mencari jawaban atas apa yang diucapkannya.
"Kita tidak sadar jika kita saling terjebak dalam cinta, sejujurnya aku-"
"Kenapa lama sekali Seunghee!" Teriakan ayahnya membuatnya ketakutan.
Nafas gadis itu memburu, keringat muncul dipelipisnya, air matanya keluar seketika dan tangannya bergetar terbukti dari pistol yang ia pegang,dia benar-benar ketakutan, entahlah ia ketakutan untuk membunuh seseorang ataukah tidak ingin membunuhku.
Tiba-tiba saja Seunghee berbalik kebelakang dan langsung menembak ayahnya sendiri hingga ayahnya terjatuh kelantai dipenuhi darah yang keluar dari dadanya, setelah aksinya itu anak buah ayahnya langsung menembak kearah kami secara brutal.
"Lari!" Perintahku namun Seunghee malah melindungiku dengan punggungnya.
Darah langsung bercucuran keluar dari punggung Seunghee rasanya saat itu aku benar-benar panik.
Dengan sekuat tenaga aku berusaha melepas ikatan ditanganku dan mengambil pistol yang masih dipegang Seunghee untuk membunuh kedua orang itu yang telah melukai Seunghee.
Kuangkat tubuh Seunghee dan kubawa dia yang sudah tak berdaya di belakang lemari kecil yang tidak jauh dari sana, beberapa kali aku juga tertembak dibagian lenganku namun aku tidak peduli karena dipikiranku hanya nyawa Seunghee yang paling terpenting.
Setelah berhasil membuatnya aman aku dengan cepat membunuh para anak buah Tuan Oh dengan menembakkan pistol kearah mereka, 2 telah berhasil kubunuh namun dua lagi berhasil menembakku dan mengenai perutku beberapa kali.
Aku mencoba kembali memaksa diriku untuk bangkit namun sayangnya aku telah terjatuh dan terduduk disamping Seunghee yang sudah tidak berdaya.
Mungkin inilah akhirnya.
Suara pistol yang sedari tadi menggema di ruangan kumuh itu berhenti, menyisakan suara nafas kami yang mungkin sedikit lagi akan habis.
Suara empat kali tembakan terdengar lagi dan setelah itu tidak lagi terdengar suara tembakan, aku tidak tahu apa yang telah terjadi karena kami masih bersembunyi dibalik lemari itu.
Aku mengambil ponsel berniat menelpon ambulance namun sayangnya ponselku telah mati karena ikut tertembak tadi.
"Sial!".
Tangan Seunghee tiba-tiba menutup luka tembakan diperutku dengan tangannya "Lepaskan Pakaianku dan tutup lukamu dengan bajuku agar tidak terjadi pendarahan yang parah" ucapnya dengan susah payah.
Aku menatapnya dan langsung menepis tangannya "Apa yang kau lakukan disituasimu yang sekarat kau masih memikirkanku".
"Karena aku yakin aku tak akan bisa bertahan" ucapnya lagi membuatku terluka.
"Tidak akan, kau harus selamat" ucapku seraya menariknya dan memeluknya erat.
Rasanya benar-benar sakit, luka ini maupun hatiku, kita akan berakhir disini.
"Hyung! Hyung...!"
Aku mendengar suara Hyunggu yang makin mendekat, aku senang setelah melihatnya masih hidup "Aku sudah membunuh orang-orang itu, sekarang kita harus kerumah sakit" katanya panik setelah melihatku yang sedang sekarang.
Rupanya suara pistol yang ku dengar 4 kali itu adalah suara pistol darinya, syukurlah Hyunggu selamat.
Ia melepaskan pakaiannya dan menutup lukaku "bertahanlah aku akan menelpon ambulance" ucapnya seraya sibuk mengetik di ponselnya.
Mataku beralih melihat Seunghee "Maafkan aku..." gumamku.
Ia juga menatapku dan masih mencoba tersenyum dengan tulus, senyuman yang sering ia tunjukkan padaku senyuman yang dapat membuatku tenang dan bahagia seketika "Aku mencintaimu" ungkapnya.
Setelah mengucapkan kata itu ia menghembuskan napas terakhir dan sedetik itupu duniaku seakan runtuh.
"Seunghee...Oh Seunghee.. " aku menepuk-nepuk pipinya.
"Seunghee ah..!" Aku mulai kembali menangis.
"Kumohon bertahanlah, Ambulance akan datang" ucapku namun tidak ada reaksi darinya.
Aku memeluknya erat dan saat itu juga aku mulai merasakan tubuh hangatnya yang mulai mendingin.
"Bertahanlah Hyung" kata Hyunggu sembari menatapku ia memegang tanganku dengan erat "Akhirnya kita berhasil, kita bisa hidup seperti orang-orang seperti impianmu dulu" ucapnya mencoba menyemangatiku.
Namun apakah itu benar, Sepertinya masa depanku hanya sampai disini, kulihat Hyunggu yang makin lama makin kabur dan pendengaranku makin lama makin menghilang bahkan suara ambulance yang sepertinya sudah datang itupun sangat samar-samar bagaikan radio atau TV yang tiba-tiba rusak.
Hingga akhirnya semuanya terasa gelap dan sepi.
"Sungjae anakku!" Seorang wanita tua dengan syal putih yang menutupi lehernya memanggilku, itu Ibuku.
"Kaukah itu nak?" Dan Seorang pria tua dengan kumis tipis dan juga rambutnya yang telah beruban melambaikan tangannya padaku seolah ia memanggilku dan dia adalah Ayahku.
"Sungjae ah!" Kini muncul lagi suara wanita cantik yang begitu kucintai, dia adalah Oh Seunghee kekasihku.
Itu adalah suara tiga orang yang begitu berharga dihidupku mereka memanggilku dengan penuh keceriaan. Mereka melambaikan tangan dengan riang dihadapanku dan setelah aku berada didepan mereka, mereka menarik tanganku kesuatu tempat yang indah.
Aku tersenyum melihat mereka bergantian, namun setelah itu aku tiba-tiba saja mengingat adikku Hyunggu, aku yakin didunia sana ia akhirnya akan mendapatkan hidup yang indah dan juga tentunya cinta dari seorang wanita.
****
"Selamat datang" sapa seorang pria tampan yang kini masih sibuk dengan tugasnya membersihkan debu-debu di rak-rak buku tersebut.
Matanya terus fokus dan tidak memperdulikan pengunjung perpustakaan itu, sedangkan sang pengunjung juga langsung duduk, menyimpan tasnya di meja favorite disudut ruangan perpustakaan itu, kemudian ia mendekati rak-rak buku untuk mencari buku yang ia ingin baca.
Pria itu berpindah tempat dan kembali membersihkan debu di rak buku lainnya.
Sedangkan sang pengunjung juga masih sibuk mencari bukunya "Kemarin aku menyimpannya disini, kenapa bisa hilang lagi" gumamnya kesal.
Pria itu mendengarnya namun tak digubrisnya.
Pengunjung itu yang rupanya seorang wanita manis melirik kearah pria cuek itu, ia mencoba melirik pria itu dengan mata indahnya yang berwarna hijau tersebut, ia memanyumkan bibirnya terlihat sungguh menggemaskan.
"Dasar bodoh, Nicha...Nicha untuk apa kau sering kesini jika pria itu terlalu dingin seperti es batu" gumamnya yang juga terdengar jelas di telinga pria itu.
Pria bernama Hyunggu itu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi, ia sudah terbiasa akan kedatangan mahasiswi itu sepagi ini, ia juga tahu jika mahasiswi itu sedang mencari perhatiaannya sangat jelas terlihat apalagi ini masih jam 7 pagi, bahkan perpustakaannya sebenarnya masih tutup karena buka jam 8 namun kebiasaan gadis itu yang memang aneh adalah sering menerobos masuk begitu saja meski diluar masih bertuliskan TUTUP.
Nicha menghela napasnya dan kembali duduk dimejanya sambil memperhatikan Hyunggu bersih-bersih.
Beberapa saat kemudian Hyunggu ikut duduk disamping gadis itu membuat gadis itu salah tingkah "Kenapa tidak baca buku?" Tanya Hyunggu setelah tak melihat buku di meja itu satupun.
"Ah itu..tidak apa-apa aku hanya ingin disini hehe" ucapnya terbata-bata.
"Ah begitu baiklah" Hyunggu pun pergi dan mencari sebuah buku yang cocok untuk gadis itu.
Nicha masih memperhatikan punggung Hyunggu yang sedang mencari buku, namun seketika ia mengalihkan pandangannya kedepan karena ketahuan jika ia sedang menatap pria itu.
Hyunggu berjalan kembali kemeja Nicha dan memberikannya sebuah buku "ini gratis untukmu ambillah" ucapnya.
Jantung Nicha berdetak kencang, ia segera menerima buku itu dan membaca judulnya.
"Tips melelehkan hati pria dingin sedingin es batu"
"A-apa!" Kagetnya, ia tak bisa menyembunyikan merah diwajahnya, ia terlihat sangat malu bercampur dengan kesal.
Sedangkan Hyunggu menjauh darinya tanpa berkata apapun lagi namun tanpa ia sadari terlukis senyuman tipis nan tulus dibibirnya.
End.
— 結束 — 寫檢討