Ibra menghela napas.
"Sudahlah, soal pasar, kalau memang kau bersikeras untuk tetap menggusurnya kita serahkan saja semua pada ahlinya, siapa di antara kita yang akan menang di pengadilan."
Bungkam. Hanya suara hujan yang membuat hawa menjadi dingin.
Ara memandang sekitar. Gelap dan hanya kilatan cahaya yang membuat tempat itu terlihat.
Mereka tidak menggunakan ponsel mereka untuk menerangi tempat itu, sebab harus berhemat karena ponsel keduanya sama-sama kehabisan daya.
Tanpa disadari Ibra, Ara menggeser posisi menjadi lebih dekat pada posisi Ibra.
Sebenarnya, Ara tidak sengaja untuk mendekatkan diri dengan Ibra, namun, situasi gelap ditambah hujan deras membuat Ara jadi sedikit merasa ketakutan.
"Ara, kenapa kau tidak duduk di tikar saja, kau gelisah seperti itu karena kau tidak duduk."
Suara Ibra membuat Ara spontan menghentikan gerakannya.
"Aku-"
"Kaki kamu akan keram, lagipula apa yang sedang kau lakukan? Kau takut?"