Malam berganti pagi, terdengar suara burung-burung berkicau dari atas pohon. Sang raja siang telah menampakan cahayanya yang keemasan di ufuk barat.
Pagi itu Aneska hendak berangkat ke Sekolah setelah selesai mencuci baju dan membersihkan rumah. Semua itu sudah menjadi kegiatan rutin dirinya yang dilakukan dengan hati yang ikhlas karena siapa lagi yang akan mengerjakannya kalau bukan dirinya?
Ibunya sudah pergi ke pasar dari pagi-pagi sekali, ikut naik mobil yang juga mengangkut sayuran ke pasar. Aneska tidak akan tega bila pekerjaan rumah, nanti dikerjakan Ibunya juga.
Dengan mengayuh sepeda, Aneska bersenandung kecil. Udara pagi yang sejuk terasa segar menerpa wajahnya yang tidak pernah lepas dari senyuman, menyapa tetangga yang berpapasan dengannya hendak pergi ke sawah atau kebun.
Mayoritas pekerjaan warga di Desanya Aneska memang sebagai petani dan tukang sayur karena daerahnya yang subur dengan air yang melimpah ruah, cocok untuk bercocok tanam dan pesawahan.
Aneska menjalankan sepedanya dengan santai, sesekali menjawab salam yang diberikan para petani yang terlewati olehnya karena sudah mengenalnya dengan baik.
Dari arah belakang terdengar suara klakson motor beberapa kali. Awalnya Aneska tidak menghiraukannya karena dipikirnya motor tersebut sesama pengguna jalan, tetapi klakson tidak hentinya terus berbunyi meski pun dirinya telah mengayuh sepedanya dipinggir jalan.
Aneska melihat ke belakang, nampak olehnya Damar sedang di atas motornya melihat ke arahnya. "Damar."
Damar tersenyum, melajukan motornya disamping Aneska. "Hai. Aneska," sapanya.
Aneska balas tersenyum. "Tumben kamu lewat jalan ini," ucap Aneska sambil mengayuh sepedanya.
"Mulai sekarang aku akan melewati jalan ini," jawab Damar melihat wajah Aneska.
"Jalan ini milik umum, kamu bebas melewati jalan mana pun," jawab Aneska.
"Besok kamu tidak usah naik sepeda, biar aku yang menjemputmu ke Sekolah. Kita berangkat sama-sama," kata Damar menatap wajah Aneska dari samping.
Aneska tidak menjawab, keningnya sedikit mengernyit. "Apa maksudnya Damar mengatakan itu padanya?" hati Aneska berbicara sendiri.
"Aneska! Kamu dengar tidak, apa yang aku katakan barusan?" tanya Damar.
Aneska melihat Damar. "Tentu saja aku mendengarnya, tapi kenapa kamu ingin berangkat Sekolah denganku?" tanya Aneska.
Damar tidak langsung menjawab, motornya sedikit dipercepat untuk menghalangi sepeda Aneska agar berhenti sebentar.
"Aku ingin kita bicara sebentar," kata Damar turun dari motornya setelah berhenti tepat di depan sepeda Aneska yang telah terhenti.
"Bicara apa?" tanya Aneska tidak mengerti turun dari sepedanya.
"Aku kemarin kesal padamu waktu di Sekolah, tetapi kekesalanku lebih besar kepada temanmu itu, si Laras," kata Damar.
"Jadi karena masalah itu kamu ingin bicara denganku?" tanya Aneska.
"Iya, aku tidak bisa bicara denganmu di Sekolah jadi aku memutuskan untuk bicara denganmu di luar Sekolah. Apa itu juga tidak boleh?"
"Aku sebenarnya tidak melarangmu untuk bicara denganku di Sekolah atau di luar Sekolah. Aturan itu Laras yang membuatnya jadi aku hanya mengikuti saja," kata Aneska melihat jam tangan yang melingkar di tangannya.
Damar yang berdiri di depan di sepeda, menatap dalam wajah Aneska yang terlihat sangat segar diterpa udara pagi yang mempermainkan anak rambutnya.
"Kamu ingin bicara apa? Cepatlah, ini sudah siang. Kamu enak naik motor, sementara aku naik sepeda harus mengayuh," kata Aneska.
"Aku ingin lebih dekat lagi denganmu. Mungkin ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk mengatakan ini semua, tapi aku kepikiran terus tentang dirimu. Kalau aku tidak mengatakannya, dalam hatiku rasanya tidak tenang," kata Damar, tatapannya menatap dalam bola mata Aneska.
"Maksudnya apa? Bukankah kita ini sudah dekat. Kamu temanku," tanya Aneska berpura pura, ingin tahu dengan jelas maksud dari ucapan Damar.
"Aku tidak ingin kita hanya sekedar teman. Aku ingin kamu menjadi kekasihku," kata Damar yang tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari iris mata Aneska.
Diam, hanya itu yang mampu Aneska lakukan. Mata mereka saling terpaut, dada keduanya bergemuruh. Aneska dan Damar mencoba menyelami hati masing-masing.
"Apa yang dia katakan barusan? Apa dia sedang mengungkapkan perasaannya padaku? Sangat tidak romantis, di tempat seperti ini dia menembakku? Di pinggir jalan lagi," Aneska menggerutu dalam hatinya.
Damar yang menunggu jawaban dari Aneska kembali bicara. "Aneska, mungkin bagimu ini terlalu cepat tapi buatku ini sudah terlalu lama. Sebenarnya sudah lama aku menyukaimu tapi baru sekarang berani untuk mengatakannya padamu. Aku sering memperhatikan dirimu tanpa kamu sadari."
Aneska tidak berkata apa-apa, kepalanya dipenuhi dengan kebingungan harus berkata atau menjawab apa.
"Aku tidak menuntut kamu untuk menjawab atau membalas perasaanku karena aku tidak mau memaksamu," kata Damar.
"Aku tidak tahu harus berkata apa," ucap Aneska.
"Aku tidak akan memaksamu untuk menjawabnya sekarang, tetapi aku juga tidak ingin kamu terlalu lama memberikan jawaban atas perasaanku. Pikirkan baik-baik, aku menunggu jawabanmu." Setelah mengatakan itu semua, Damar menaiki motornya kembali dan meninggalkan Aneska yang masih berdiri mematung dengan memegang sepedanya di pinggir jalan.
"Mimpi apa aku semalam? Ditembak Damar, di pinggir jalan lagi," ucapnya sendiri sambil geleng-geleng kepala, melihat sekeliling. "Untung saja jalan ini sepi jadi tidak ada yang tahu dan tidak ada yang mendengarnya."
Aneska lalu menaiki sepedanya dan mengayuhnya kembali melanjutkan perjalanannya yang tertunda karena Damar.
Sesampainya di Sekolah, Aneska melihat motor Damar sudah terparkir di antara motor lainnya. "Dia sih enak tidak kesiangan karena naik motor. Berbeda denganku yang hampir terlambat karena harus mengayuh sepeda tua."
Setelah memarkirkan sepedanya, Aneska bergegas menuju ke kelasnya yang hanya tersisa beberapa menit lagi bel tanda masuk berbunyi.
Di kelas sudah terlihat Laras yang sedang mengobrol dengan Seli. "Hampir saja aku kesiangan," ucap Aneska langsung duduk.
"Tumben, biasanya kamu datang masih pagi," ucap Seli.
"Iya, kamu bangunnya kesiangan?" tanya Laras.
"Tidak, tadi di jalan aku bertemu dengan Da,, ---," Aneska tidak melanjutkan ucapannya, hampir saja mulutnya keceplosan.
"Bertemu siapa?" tanya Laras.
"Bertemu dengan tetanggaku Dadang. Mengajakku mengobrol bertanya sesuatu, akhirnya tidak terasa waktu cepat berlalu," jawab Aneska menggaruk kepalanya yang tidak gatal untuk menghilangkan kegugupannya.
"Iya, terkadang kalau mengobrol memang tidak terasa dengan waktu," kata Seli yang tanpa sadar telah menyelamatkan Aneska dari kecurigaan Laras yang terus memandanginya.
Tidak lama bel tanda masuk berbunyi, Aneska terselamatkan dua kali dari Laras yang sedikit mencurigainya karena tahu kalau dirinya berbohong.
"Jam pertama pelajaran apa?" tanya Aneska. "Aku sampai lupa karena buru-buru."
"Matematika," jawab Laras mengeluarkan buku pelajarannya karena Guru pengajar sudah masuk dengan membawa beberapa buku ditangannya.
Aneska dengan cepat mengeluarkan buku pelajaran matematika yang sebentar lagi akan di mulai.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Guru di depan kelas.
"Pagi," jawab mereka serentak.
Ikuti terus cerita Aneska Belavina
Jangan lupa pula tinggalkan komentar atau vote, power stone di setiap chapter yaaa :-)
Terima kasih atas dukungannya
Menit ke menit telah berlalu, anak-anak sudah terlihat lelah dengan mata pelajaran yang sedang dilaluinya. Ada yang mengantuk, menguap, ada juga yang hanya bercermin dengan menyembunyikannya di antara kertas yang dipegangnya. Begitulah suasana kelas bila menuju ke siang hari.
"Aneska," bisik Laras yang duduk disebelahnya.
Aneska hanya melirik sekilas tanpa menjawab, tangan dan otaknya sedang sibuk mengerjakan tugas yang diberikan Guru di depan.
"Aku mengantuk sekali. Mataku hampir tidak bisa dibuka," bisik Laras lagi, mengucek matanya pelan.
"Kerjakan tugasnya biar otakmu bekerja, jadi kamu tidak mengantuk," jawab Aneska.
"Sudah tapi aku tidak bisa berpikir, kantuk mengalahkan otakku," jawab Laras menguap, melihat ke sekeliling. Teman temannya juga tidak jauh berbeda dengan dirinya.
"Memangnya kamu tidur jam berapa semalam?" tanya Aneska yang merasa heran, Laras tidak bisa mengalahkan rasa kantuknya.
"Sudah larut, aku tidak bisa tidur. Tidak tahu kenapa? Dipaksa tidur juga tidak bisa tidur," jawab Laras berbisik karena Guru pengajar sedang melihat ke arah mereka berdua.
Aneska terdiam, fokus kembali mengerjakan tugas-tugas yang sedang diberikan Guru kepadanya.
Tidak lama kemudian bunyi bel tanda istirahat berbunyi. Anak-anak langsung bersemangat, mata yang tadi hampir tidak bisa di buka sekarang terbuka lebar begitu mendengar bunyi bel.
"Anak-anak tugasnya dilanjutkan di rumah, pertemuan berikutnya dikumpulkan," kata Bu Guru yang merangkap sebagai wali kelas Aneska.
"Iya, Bu," jawab anak-anak serempak.
"Ibu lupa, ada satu pengumuman yang harus disampaikan."
Anak-anak yang sedang sibuk memasukkan buku ke dalam tas seketika berhenti, begitu Guru mengatakan ada pengumuman.
"Besok, kalian belajar seperti biasanya sampai jam istirahat pertama karena Sekolah kita akan kedatangan tamu dari Kota."
"Tamu?" tanya salah satu murid laki-laki.
"Iya, beliau salah satu pengusaha yang cukup berhasil dalam usahanya. Sekolah sengaja mengundangnya untuk memberikan motivasi kepada kalian, karena sebentar lagi akan menghadapi ujian Sekolah. Sekolah berharap, kalian semua bisa terpacu untuk mencontoh orang-orang yang sukses. Agar kelak kalian setelah lulus Sekolah, bisa berhasil di lingkungan masyarakat."
"Perempuan atau laki-laki Bu?" tanya Seli.
"Kita lihat saja besok," jawab Bu Guru tersenyum. "Itu pengumuman dari Ibu. Sekarang kalian istirahat. Selamat siang," ucap Bu Guru kemudian pergi ke luar dari kelas.
Setelah Bu Guru pergi, kelas kembali riuh dengan suara anak-anak yang membahas pengumuman tadi.
"Kira-kira siapa yang datang dari kota?" tanya salah satu murid.
"Tidak tahu, Bu Guru tadi tidak memberi tahu," jawab yang lain.
"Berarti besok kita hanya belajar setengah hari," timpal yang lain.
"Iya, betul. Aku ingin tahu siapa yang datang. Siapa tahu yang datang seorang pangeran, pasti dia banyak uangnya. Bukankah dia pengusaha sukses?" celetuk murid perempuan.
"Besok aku akan berdandan cantik, siapa tahu dia masih muda dan tertarik melihatku," jawab yang lain.
Aneska hanya senyum-senyum saja mendengar celetukan-celetukan teman sekelasnya. Tidak lama kemudian kelas kembali sepi, semua murid telah ke luar entah ke mana.
Yang tertinggal hanya Aneska dan Laras yang juga bersiap akan ke luar dari kelas menghilangkan kepenatan yang ada di otaknya.
"Kita ke kantin," ajak Laras. "Aku ingin minuman yang segar, biar mataku bisa terbuka."
"Ayo, aku juga ingin minuman segar," jawab Aneska, melangkah mengikuti Laras yang berjalan lebih dulu.
Di pintu ke luar kelas. Laras dan Aneska hampir bertabrakan dengan Damar yang berlari melewati mereka. Meski pun hanya beberapa detik Damar lewat tapi cukup membuat hati Aneska dan Damar berdegup kencang saat mata mereka saling beradu tatap.
"Kenapa dengan si Damar berlari begitu? Tidak lihat-lihat orang." Laras mengusap dadanya karena kaget, berhenti sejenak.
"Tanyalah padanya, aku tidak tahu," jawab Aneska meneruskan langkahnya melewati Laras.
"Aku sampai kaget hampir tertabrak," ucap Laras kembali melangkah mengikuti Aneska.
Tiba di kantin, banyak murid yang sudah duduk dengan menikmati makanan mereka diselingi dengan tawa canda di antara mereka.
Aneska dan Laras mengedarkan pandangannya ketika salah satu tangan melambai menyuruhnya mendekat. "Sini," teriak Seli.
Aneska dan Laras mendekat karena di sebelah Seli masih ada kursi kosong yang cukup untuk mereka berdua.
"Kalian sudah pesan makanan?" tanya Seli.
"Belum, baru juga datang. Tapi nampak antriannya banyak," jawab Laras yang langsung duduk di sebelah Seli.
"Aku juga tadi mengantri lama tapi itu tidak sebanyak tadi," kata Seli. "Aku duluan ya makannya, nanti mie ayamnya keburu dingin."
"Iya, makan saja," jawan Aneska.
"Aku yang pesan minumannya, kamu tunggu di sini. Biar cepat," kata Laras.
Aneska buru-buru mengambil uang di saku seragamnya memberikannya ke Laras. "Ini uangnya, aku ingin jus jeruk."
"Iya," jawab Laras, mengambil uang yang diberikan Aneska lalu pergi.
Aneska duduk di depan Seli yang sedang asik makan mie ayam. Pandangannya melihat sekitar yang ramai oleh tawa canda anak-anak.
"Kamu hanya minum?" tanya Seli.
"Aku masih kenyang, tadi sudah sarapan nasi goreng di rumah," jawab Aneska melihat Seli yang nampak kepedesan.
"Aku ingin cepat-cepat hari esok, melihat tamu Sekolah yang datang," kata Seli.
"Sabar saja, besok juga ketemu. Memangnya mau apa?" tanya Aneska tersenyum.
"Ingin lihat saja," jawab Seli. "Mudah mudahan laki-laki jadi bisa cuci mata lihat yang ganteng," jawab Seli.
"Di sini juga banyak laki-laki. Lihat yang di depan, itu laki-laki semua." Tunjuk Aneska dengan matanya.
"Itu beda, bosan tiap hati lihat yang itu-itu saja. Sesekali lihat yang bening dari kota. Bersih, putih, wangi," ucap Seli dengan wajah mengkhayal.
Aneska tertawa kecil melihat Seli yang sedang berangan angan membayangkan laki-laki kota. "Sudah, hentikan khayalanmu, nanti kamu gila."
Seli ikut tertawa kecil, merasa lucu dengan dirinya sendiri.
Laras datang dengan membawa dua gelas plastik jus ditangannya. "Ini punyamu jus jeruk dan ini punyaku jus strawbery."
"Terima kasih." Aneska langsung menyedot jusnya, terasa segar di tenggorokannya.
Laras duduk disebelah Seli. "Minum Seli, wajahmu sampai merah begitu karena kepedasan."
Aneska kembali melihat sekeliling, matanya menyapu seluruh ruangan seperti sedang mencari seseorang tetapi tidak ada.
"Kita ke kelas, di sini terasa panas," ajak Laras melihat Aneska.
"Tunggu! Mie ayam aku tinggal sedikit lagi. Kita bareng ke kelasnya," kata Seli.
Laras melihat mangkuk Seli yang memang tinggal sedikit lagi mie ayamnya. "Cepatlah."
Setelah selesai Seli makan, mereka bertiga lalu ke luar dari kantin menuju ke kelas.
"Sekarang anggota OSIS sedang sibuk mempersiapkan untuk acara besok," ucap Seli ketika mereka berpapasan dengan salah satu bendahara OSIS.
"Pantas saja tadi si Damar berlari seperti dikejar setan," jawab Laras.
"Kamu dulu ditawarin jadi anggota OSIS tidak mau, kenapa?" tanya Seli melihat Aneska. "Padahal katanya jadi sekretaris OSIS."
Jangan lupa tinggalkan komentar atau power stone di setiap chapter :-)
Terima kasih dan ikuti terus ceritanya :-)