Bram dan kedua temannya langsung menuju tempat dukun. Mereka akan bertemu dukun sakti untuk meminta perlindungan dari arwah Winarsih.
"Apa masih jauh?" tanya Diman.
"Sepertinya di sekitar sini. Aku rasa ini sudah sampai, dan kalau menurut jalannya ini," kata Deki lagi.
Ketiganya melihat kearah jalanan yang rumah penduduk tidak terlalu banyak. Bram meminta menghentikan mobilnya di dekat warung.
"Kita tanya warga sini saja. Siapa tahu mereka tahu tempat tinggal dukun itu," kata Bram.
Mobil mereka merapat dan pinggir jalan. Ketiganya keluar dan bertemu dengan warga di sana.
"Permisi, bapak ibu. Boleh saya bertanya?" tanya Bram lagi.
Bapak-bapak yang di warung itu melihat kearah Bram dan keduanya. "Ada apa ya?" kata bapak-bapak di warung itu lagi.
"Saya mau tanya rumah Mbah Maman di mana ya?" tanya Deki lagi.
"Kalian mau apa ke sana?" tanya salah satu bapak-bapak di warung itu.
"Kami ada perlu sama Mbah Maman," kata Diman.
"Mbah Maman rumahnya di sudut sana dan kalian tahu jalan kecil itu nah kalian masuk saja sana, nah rumah gubuk itu rumahnya Mbah Maman," kata si ibu yang jual warung.
Ketiganya melihat kearah yang di tunjukkan Ibu-ibu itu. Bram melihat kearah Deki dan Diman. Dia memberikan kode pada keduanya. keduanya menganggukkan kepalanya.
"Baik, kami permisi dulu dan terima kasih banyak ya," kata Bram lagi.
"Iya sama-sama," kata si Ibu.
Bram dan lainnya pergi dari warung itu. Ketiganya langsung masuk ke dalam mobil.
"Bram, bagaimana? Apa kita akan ke sana? Jika kita ke sana pasti ada syaratnya. Aku tak yakin syaratnya itu baik untuk kita," kata Diman.
"Iya, dimana-mana syarat dukun itu malah buat bulu kuduk merinding, dan ada yang susah kita cari," kata Deki lagi.
"Baik, kita ke sana dulu. Jika tidak sanggup kita kerjakan maka biarkan saja, cari lain lagi," ucap Bram lagi.
"Ok, kita ke sana sekarang," kata Deki.
Mobil langsung menuju tempat yang sudah di tunjukkan oleh ibu-ibu di warung itu. Bram menunjuk kearah gang. Mobil tak bisa masuk karena gangnya sempit.
"Ayo kita turun sekarang," kata Bram.
Keduanya menganggukkan kepalanya. Terlihat rumah gubuk dan sedikit menyeramkan. Ketiganya menuju kearah gubuk itu.
"Bram panggil sana," Deki meminta Bram untuk memanggil dukun sakti itu.
"Permisi, apa ada orang!" Bram sedikit teriak.
Bram mengetuk pintu rumah dukun itu dengan kencang. Bram melihat kearah sahabatnya, dia menggelengkan kepalanya.
"Aku rasa dia tak ada. Apa kau yakin ini dukun saktinya? Jika memang kenapa tidak muncul juga," kata Bram.
Diman melihat kearah Deki dan meminta penjelasan pada Deki. Deki melihat lagi pesan terakhir dari Deka sebelum dia koma akibat luka bacok di punggungnya.
"Iya benar, ini dia rumahnya. Mana mungkin Deka bohong sama kita," kata Deki.
Ceklek!
"Cari siapa?" jawab seorang wanita tua dari dalam rumah.
Ketiganya kaget karena kehadiran wanita itu dari dalam rumah. Bram dan ketiganya terdiam melihat wanita tua dengan baju beda pula.
"Cari siapa kalian ke sini?" tanya wanita tua itu.
"Mau cari Mbah Maman, apa benar ini rumahnya?" tanya Bram.
"Benar itu suami saya, ada perlu apa ya?" tanya wanita tua itu.
"Apa Mbah Maman ada di rumah?" tanya Bram lagi.
"Ada masuk saja," kata wanita tua yang istri Mbah Maman.
Ketiganya masuk ke dalam, demi apapun akan mereka kerjakan dan tentunya akan mereka jalani. Mereka tak mau membuat hidup mereka di hantui rasa bersalah. Dan tentunya membuat mereka tak bisa hidup tenang.
"Bram serem amat tempatnya. dan lihat banyak barang mistis di rumah ini," kata Deki.
"Iya benar, apa tidak apa kita ke sini. Dan kita tak bawa apapun Bram," kata Diman.
Bram melihat banyak kembang dan barang untuk dunia mistis. Tak lama Mbah Maman datang. Dengan jalan tegap mbah maman menghampiri ketiganya.
"Kalian kenapa? Apa kalian di ganggu sama wanita itu?" tanya Mbah Maman.
Ketiganya mengangga mendengarnya apa yang di katakan oleh Mbah Maman. Dia tahu kalau mereka di ganggu sama Winarsih karena mereka membunuh Winarsih dan suaminya.
"Apa Mbah bisa bantu saya?" tanya Bram.
"Iya, Mbah bisa bantu kami. Kami di ganggu sama hantu itu. Dia juga sudah melukai sahabat kami. Dan tentunya dia juga akan melukai kami," kata Deki.
"Saya sampai ke bawa mimpi Mbah," sambung Diman lagi.
Mbah Maman tersenyum mendengar pengakuan mereka. "Kalian yang salah, kalian yang menganggu dia, pantas saja dia menuntut balas, kalian terlalu kejam dan kalian juga tak bertanggung jawab, jelas dia menuntut pertanggungjawaban kalian sebagai pembunuh dia dan suaminya," kata si Mbah lagi.
Mbah mengambil bunga dan memasang dupa dan kemenyan, aroma semerbak mulai tercium. Air yang di depan Mbah di putar dan Lama kelamaan air itu mulai berputar dengan sendirian. Terlihat wajah Narsih di dalam wadah itu dengan tatapan tajam dan menakutkan.
Air yang di dalam wadah bergoncang ke sana kemari, Bram dan sahabatnya merapat dan mulai ketakutan, terdengar suara tawa Winarsih.
"Dia sudah bisa menemukan kita Bram. Apa ini berkat anak ingusan itu?" tanya Deki.
"Iya, aku rasa karena anak ingusan itu. Jika tidak kita aman. Tak ada yang bongkar kasus ini. Aku akan habisi anak ingusan itu," rutuk Diman dengan wajah yang emosi.
Ketiganya kembali melihat kearah Mbah Maman yang sedang melakukan ritual. Namun, wajah Winarsih tak ada di dalam air tadi. Mbah Maman mulai menatap kearah ketiganya.
"Kalian mau buat wanita ini menjauhi kalian?" tanya Mbah Maman lagi.
"Iya kami mau buat dia menjauhi kami. Kami tidak ingin di teror sama dia," kata Bram lagi.
"Kalian harus ambil tanah kuburan dia dan bawa ke sini. Mbah akan buat dia menjauhi kalian," kata mbah maman lagi.
Bram dan ke dua sahabatnya itu saling pandang. Bagaimana mungkin mau ambil itu. apa kata warga desa dan mereka tidak mungkin bisa ke sana, bisa ketahuan warga sana apa lagi ambil itu.
"Apa tidak ada cara lain mbah. Kami tidak mungkin ke sana, bisa di habisi masa kami kalau kami ke sana," kata Bram lagi.
"Iya Mbah, kami itu kalau ke sana bisa di hakimi warga sana, apa lagi ambil itu," kata Deki.
Mbah Maman tersenyum karena ketiganya tak sanggup melakukan itu.
"Ya sudah kalau tak sanggup, saya tak akan bantu kalian, dia dendam kesumat sama kalian, dan kalian tidak perlu takut tinggal ambil sedikit setelah itu pulang, dan ambilnya harus malam jumat kliwon, dan berhubung besok jumat kliwon kalian bisa ambil, jangan lupa kain putih serta benang hitam. Bawa itu bersamaan dengan tanah itu. Satu orang satu dari tangan kalian, tidak boleh di wakilkan," ucap Mbah Maman.
Bram, Deki dan Diman saling pandang satu sama lain. Persyaratannya sangat berat, kembali ke sana akan membuat warga curiga. apa lagi ambil itu malam jumat kliwon.
"Jika kalian tak sanggup tak apa, Mbah tak paksa," jawabnya lagi.
"Kami akan lakukan itu," jawab Bram lagi.
Deki dan Diman memandang kearah Bram, kenapa dia bilang seperti itu.
"Kau gila Bram, mana mungkin kita ke sana lagi, dan kalau ketahuan warga sana bagaimana. Bisa habis kita Bram," kata Diman.
"Tidak ada yang tahu. Kalian tenang saja. kalian mau selamat dari wanita itu kan? Jika iya, silahkan ikut jika tidak maka kalian akan seperti Deka malah lebih dari itu," jawab Bram lagi.
Diman dan Deki hanya diam dan pasrah. Keduanya tak menjawab apa yang Bram katakan. Mau tak mau mereka harus ikut ke sana demi apapun, mereka akan ke sana.