下載應用程式
6.56% Anna and The Beast / Chapter 22: I Don't See it!

章節 22: I Don't See it!

"Malik?" Anna mengetuk pintu.

Setengah jam sudah berlalu, dan suaminya tak kunjung keluar kamar mandi.

"Semuanya baik-baik saja, kan, Malik?" tanyanya.

Anna menempelkan telinganya pada pintu, tidak ada suara apa pun di dalam.

"Kalau kamu tidak keluar, aku masuk, loh!" ucap Anna dengan nada mengancam.

Anna menggenggam handle pintu, mendorongnya pelan. Dan seseorang di dalam kamar mandi menahannya.

"Panggilkan Hendra," pinta Malik.

Anna mengernyit, "Untuk apa Malik?"

Malik menyandarkan punggung di pintu. "Bisakah kau tidak perlu bertanya saat aku suruh, Anna?" tandasnya.

Malik cukup kesulitan memasang handuk, tidak mungkin dia keluar dengan bertelanjang. Memalukan!

"Apa ada masalah, Malik?" Anna berusaha bernegosiasi, dia malas keluar memanggil Hendra. Lagi pula, dia istrinya, kenapa malah meminta bantuan orang lain?

"Tidak ada," jawab Malik singkat. "Cepat panggilkan Hendra," ucapnya mulai tak sabar.

Anna tidak menggubris perintah Malik, dia tetap berdiri di depan pintu.

"Aku bisa membantumu, Malik," tandasnya.

"Ck!" Malik berdecak, istrinya keras kepala!

"Panggilkan Hendra! Aku tidak butuh—"

"Tidak mau!" lantang Anna.

Malik diam beberapa saat. Apa Anna bisa membantunya?

Tidak-tidak! Pikiran Malik langsung membantah. Kalaupun bisa, tentu dia sendiri yang tidak bisa. Hatinya belum sanggup!

"Malik, kau baik-baik saja, kan?" Anna kembali mengetuk pintu.

Namun tidak ada jalan keluar baginya, sepertinya Anna tipikal wanita keras kepala yang tidak mudah dikendalikan.

"Apa kau yakin bisa membantuku?" tanya Malik memastikan.

"Iya," sahut Anna mantap.

Hela napas Malik membesar, akhirnya pria itu membuka pintu.

"Ma-Malik!" Anna berteriak cukup keras.

Apa yang dilakukan suaminya? Berdiri tanpa handuk seperti pria mesum! Reflek Anna langsung memalingkan wajahnya.

'Aku tidak melihatnya! Aku tidak melihat apa pun— setidaknya hanya sedikit, hanya sekilas! Tapi sungguh, aku tidak melihat benda menggantung itu!' batinnya.

Malik mengusap wajahnya dengan kasar. "Bukankah sudah kubilang, panggil Hendra saja. Kenapa kau malah memaksa?"

Glek!

Anna tidak mau ada orang yang terlibat dalam rumah tangganya, hanya itu. Mulai hari ini, dia memutuskan untuk terbuka. Tidak hanya dirinya, Anna pun ingin Malik terbuka padanya. Tidak ada yang disembunyikan, tidak ada orang lain lagi.

"Aku bisa melakukannya sendiri, kenapa harus susah-susah nyuruh orang lain?" dalih Anna.

Bicara dengan Anna percuma, Malik tahu itu.

"Bantu aku memakai handuk, hanya itu saja."

"Ba-baiklah," sahut Anna ragu-ragu.

Gadis itu menerima handuk dari tangan Malik. Berjalan mendekati Malik, antara wajahnya dengan tubuh pria itu hanya berjarak secenti. Dan debar yang menyebalkan kembali mengganggunya.

'Shit!' Anna mengumpat.

Melingkarkan tangan pada pinggan Malik, dan memasang handuk dengan baik. Bulu-bulu halus yang berada di sekitar perut suaminya menarik perhatian Anna.

'Too hot!'

Sementara tubuh Malik kaku, dia tak mengerti dengan perasaannya. Tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya yang mengatakan hal berbeda.

Ada apa ini?

Malik bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Mencari tahu apa yang terjadi pada tubuhnya.

"Apa yang kau lihat Anna?" selidik Malik. Tatapan istrinya entah mengarah pada bagian mana. Terpesona dengan perut sixpacknya kah? Atau ada hal lain yang Anna amati?

"Ah. Tidak-tidak, Malik. Aku hanya melamun tadi," dalih Anna. Alasan paling konyol, padahal dia sudah ketahuan basah seperti itu. Anna tidak mau dituduh sebagai gadis mesum.

"Melamun?" Alis tebal Malik terangkat sebelah. "Yasudah kalau begitu, aku mau siap-siap. Kau mandi lah."

Malik tak ingin berlama-lama, alarm dalam tubuhnya memerintahkan agar dia cepat-cepat pergi. Jika tidak, mungkin kendali pada dirinya bisa lepas lagi.

Beberapa menit kemudian, Anna merebahkan tubuhnya pada bath up. Dia menghidu dalam-dalam aroma yang menyerbak. Aroma yang sama dengan aroma tubuh suaminya tadi.

Apa aku boleh memercayainya?

Anna berharap kali ini dia tidak memilih pria yang salah. Dia berharap Malik adalah pelabuhan terakhir yang menerimanya bukan karena fisik dan hasrat semata.

*

"Ini murni karena ketidakwaspadaanku, jadi jangan menyalahkan siapa pun," ucap Malik pada Erick.

Malik tahu Erick tentu sangat mengkhawatirkan dirinya, tetapi saat ini, dia bukan anak kecil lagi. Dia tidak akan menangis saat terluka, dia tidak akan menangis saat teringat kedua orang tuanya. Malik sudah dewasa, dia mampu mengendalikan dirinya.

"Baik, Tuan," balas Erick. Meski kata itu tidak mampu menghempaskan kekhawatirannya. Jika sesuatu terjadi pada Malik, bagaimana nanti dia akan menghadapi kedua orang tua pria itu di alam sana?

"Kau sudah mendapatkan informasi lanjutan mengenai kematian wanita itu?" tanya Malik.

"Belum, Tuan," jawab Erick.

Malik memutar kursinya, kasus itu sangat sulit. Sudah beberapa bulan terlewat, dan dia belum menemukan bukti apa pun tentang kematian wanita itu.

Sangat menarik!

Dia semakin yakin jika pihak tertentu terlibat dalam kematian itu. Seseorang yang memiliki pengaruh dan kedudukan yang tinggi.

"Permisi Tuan. Sarapan sudah siap," Pelayan mengetuk pintu, dan masuk.

Malik mengalihkan pandangannya sesaat, kemudian berdiri dari tempat duduknya.

"Tuan mau ke mana?" tanya Erick heran.

"Sarapan." Malik merapikan jasnya. "Jika aku tetap di sini, Anna pasti menjemputku dan marah-marah."

Malik berjalan melewati Erick, sementara pria tua itu sendiri menatap heran— sedikit terkejut, tetapi dia senang dengan perubahan itu.

Malik kemudian memutar tubuhnya, "Kenapa kau tetap di sini? Cepat, kau juga harus sarapan!"

Meja makan yang dulunya hanya terisi oleh satu orang, kini diisi oleh beberapa kepala. Anna, dan keluarganya.

"Oh ya, apa kalian sudah memutuskan akan sekolah di mana?" tanya Malik pada dua adik Anna.

Aldo dan Kevin saling tatap, dia memilih satu sekolah, tetapi sangat jauh. Namun, mereka sudah memikirkannya dengan matang-matang, sekolah itu memiliki fasilitas yang bagus.

"Ada salah satu sekolah yang sangat kami inginkan, Kak," ucap Aldo, sedikit malu dan gugup.

Anna menatap adiknya dengan tatapan tajam. Dia harap keduanya tidak mengecewakan Malik.

"Tapi sangat jauh dari sini, dan kamu tidak tahu apa Kakak setuju atau—"

"Di mana?" tandas Anna tak sabar.

"London," sahut Aldo.

"Whatt?! Ngapain kamu sekolah di sana?! Itu bukan jauh, tapi sudah beda negara, Al. Pilih yang masih di sekitar sini saja—"

"Sudah Anna," Malik menghentikan celotehan istrinya itu. "Kalau mereka sudah memilih, itu artinya mereka sudah sangat memikirkannya dengan baik."

"Ta-tapi, Malik, sekolah itu sangat jauh, belum juga masalah biaya dan lain-lainnya. Mereka mungkin memikirkan fasilitas dan kualitas sekolah itu, tetapi tidak untuk hal lainnya," kesal Anna.

Malik memang menawarkan diri untuk biayai sekolah adik-adiknya, tetapi kedua adiknya itu seakan memanfaatkan keadaan dan kebaikan Malik. Mereka tidak berpikir berapa biaya yang akan dikeluarkan.

"Satu pertanyaanku untuk kalian," intonasi suara Malik berubah.

"Kalian yakin jika sekolah di sana akan membuat hidup kalian sukses? Jika kalian yakin sukses, maka aku tidak peduli berapa besar biaya yang harus aku keluarkan."


Load failed, please RETRY

禮物

禮品 -- 收到的禮物

    每周推薦票狀態

    Rank -- 推薦票 榜單
    Stone -- 推薦票

    批量訂閱

    目錄

    顯示選項

    背景

    EoMt的

    大小

    章評

    寫檢討 閱讀狀態: C22
    無法發佈。請再試一次
    • 寫作品質
    • 更新的穩定性
    • 故事發展
    • 人物形象設計
    • 世界背景

    總分 0.0

    評論發佈成功! 閱讀更多評論
    用推薦票投票
    Rank NO.-- 推薦票榜
    Stone -- 推薦票
    舉報不當內容
    錯誤提示

    舉報暴力內容

    段落註釋

    登錄