Arman segera keluar dari mall tersebut. Dan tanpa sengaja melihat Amel sedang menunggu taxi. tapi dia tidak sadar bahwa ada segerombolan pria yang menatap nakal ke arahnya. Arman segera mengarahkan motornya ke depan Amel.
"Naik!" ucap Arman.
"A--aku?" tanya Amel untuk memastikan bahwa dirinya tidak terlalu berharap.
"Iya!" jawab Arman dengan ketus dan melirik kearah segerombolan pria itu.
Amel segera naik ke motor Arman dan mereka menyusuri jalan yang di hiasi lampu jalan yang indah. kendaraan yang ramai lalu lalang membuat suasana jalan malam itu ramai. jadi tidak terlalu kikuk untuk Amel dan Arman. setelah di rasa sudah cukup aman Arman memberhentikan Amel di pangkalan taxi. Beberapa detik Amel sempat berfikir kenapa Arman berhenti. namun dia segera tersadar bahwa dia harus turun.
"Terima kasih," ucap Amel setelah turun dari motor Arman.
Tanpa menjawab Amrns menarik tuas gas dan meninggalkan Amel begitu saja. Amel menghela napas panjang dan segera mencari taxi. dari kejauhan Arman melihat Amel dari kaca spionnya.
Arman berhenti memeriksa mesin motornya di bahu jalan. tak lama kemudian sebuah taxi yang Amel tumpangi melewati Arman. Amel tidak mengetahui bahwa Arman sedang berhenti untuk memeriksa motornya karena tertutup oleh body motor. Arman berdiri dan menyalakan motornya. ternyata dia hanya pura-pura membenahi motornya untuk memastikan Amel sudah mendapatkan taxi.
Arman segera menarik tuas gas dan menuju ruko tempat baru usahanya. Angga dan Danang sudah sampai di ruko terlebih dahulu. Entah apa yang dipikirkan oleh Arman sampai dia melakukan hal seperti itu.
Beberapa menit kemudian Arman sampai di depan ruko. Danang yang sedang menata meja dan kursi melihat Arman melepaskan jaketnya. Arman segera masuk dan membantu kedua sahabatnya. Angga sedang menata dapur yang akan di gunakan untuk memproduksi kebab dan Burger.
Arman dan Angga membeli bahan-bahan kebab dan burger. sedangkan Danang tetap melanjutkan pekerjaannya. Arman telah memanggil satu tukang yang akan membantu Danang.
Sementara Arman dan Angga pergi. Budi datang bersama Amel.
"Assalamualaikum," ucap salam dari Budi dan Amel.
"Wa'alaikumsalam," sahut Danang yang masih berdiri di atas meja untuk memasang lampu hias.
"Maaf pak! Masih berantakan." Danang menyelesaikan tugasnya sebelum turun menemui Budi dan Amel.
"Nggak apa-apa, Mas Danang!" sarkas Budi seraya mengelilingi ruko yang di sewa oleh Arman.
"mas Angga sama mas Arman kemana?" tanya Budi yang celingak-celinguk mencari dua sahabat Danang.
"Masih beli bahan-bahan buat kebab pak," jawab Danang.
"giat sekali ya mereka mas." Budi memuji kegigihan mereka.
"Iya pak, saya dan Arman sudah tidak punya siapa-siapa lagi jadi harus bekerja keras untuk kehidupan masing-masing," kata Danang seraya menarik kursi dan mempersilahkan duduk Amel dan Budi.
"Saya kira kalian itu satu saudara," ungkap Budi.
"Tidak pak, kita hanya bersahabat," sahut Danang.
"Kalau mas Angga?" tanya Budi.
"Angga masih memiliki ayah. ibunya meninggal sejak dia kecil. ayahnya memiliki mebel. hanya dia yang memiliki kehidupan yang mapan. untung saja dia tidak sombong dan pelit," ujar Danang.
Budi hanya mengangguk paham. tidak ada yang aneh dalam pertanyaan Budi. tapi siapa sangka dia hanya mencari informasi latar belakang mereka dan berniat mengenalkan kedua anaknya kepada mereka. Budi sangat ingin salah satu anaknya mendekati Angga. namun dia tidak tahu bahwa salah satu anaknya sudah menyukai orang lain dari mereka bertiga.
Budi membantu Danang memasang beberapa hiasan dinding. sedangkan Amel membeli beberapa camilan untuk mereka. tak lama kemudian angga dan Arman kembali. Jam menunjukkan pukul 23:00 Arman terkejut ada Amel di depan rukonya.
"Amel!" sapa Angga. Budi melihat Angga tanpa canggung menyapa Amel mengembangkan senyum di bibirnya.
"Hai Mas," sahut Amel.
"Pak Budi!" sapa Arman dan Angga.
"Iya! Kebetulan saya lewat dan lihat mas Danang sedang memasang hiasan dinding jadi saya mampir," jelas Budi.
"Iya pak, sering-sering mampir kalau sudah buka ya pak," sahut Angga dengan ramah.
"Kebetulan Amel membeli beberapa makanan dan minuman, silahkan." Budi menawarkan kepada Angga terlebih dahulu baru kepada Arman.
Awalnya Arman tidak merasa aneh dengan sikap Budi, hanya saja terlihat sangat kentara saat Budi mencoba menarik Amel dalam perbincangan mereka.
Arman segera berdiri dan menjauh dari mereka. Arman memilih menata beberapa bahan yang telah dia beli. Arman mulai mengkontrol perasaannya kepada Amel. niatnya yang sudah terkumpul untuk mendekati Amel mulai hilang setelah melihat Budi lebih mendekatkan Amel kepada Angga. dan Arman menerima kenyataan bahwa Arman memiliki segalanya di banding dirinya.
Danang datang membantu Arman menata bahan di dalam lemari es. Amel pun berniat membantu namun karena memang tidak terlalu banyak stok Arman jadi bantuan Danang saja sudah cukup.
"Kamu kembali saja, sudah selesai kok!" ucap Arman dengan dingin.
Amel merasakan perbedaan sikap antara Arman yang di hadapannya dan Arman yang memboncengnya. Amel pergi ke tempat duduknya dengan perasaan kesal. niat awal dia ikut ayahnya untuk bertemu dengan Arman karena dia merasa Arman sudah lebih baik. ternyata dia kembali dingin hanya selang beberapa jam saja.
"Man! Lo kenapa sih bersikap dingin banget sama Amel?" tanya Danang kepada Arman yang wajahnya tiba-tiba terlihat muram.
"Gue nggak kenal dia, jadi kenapa harus sok akrab. Lagian gue selalu sial kalau ketemu gadis itu," jawab Arman.
"Kan bisa Lo bersikap biasa aja." Danang mencoba menggali sesuatu dari diri Arman.
"Ya gue sudah biasa aja, Lo nya aja yang lihatnya nggak biasa." Arman merasa kesal karena Danang tidak mengerti apa yang dia rasakan sebenarnya.
"Awas loh.... Nanti jatuh cinta repot." Danang menggoda Arman. seketika tangan Arman berhenti bekerja dan menatap sinis ke arah Danang.
"Eh ..." Danang terkejut dengan tatapan tajam Arman.
"GUE LAGI TIDAK INGIN MEMBAHAS SOAL CINTA!" bisik Arman pelan tapi tegas. sampai membuat Danang merinding.
"Oke-oke!" Danang menyerah dan menyatukan ujung jari telunjuk dan jempolnya menjadi satu sehingga berbentuk bulat dan menunjukkannya kepada Arman.
"Diam," ucap Arman sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah Danang.
"Kalian kenapa?" tanya Angga sedikit teriak karena mendengar suara grusa grusu di antara mereka.
"Nggak! Nggak kenapa-kenapa kok," sahut Danang dengan suara terbata-bata.
Tukang yang di suruh Arman sudah pergi sedari tadi, namun Budi dan Amel tak kunjung pergi walaupun jam menunjukkan pukul 00:00. Arman ingin sekali mengusir mereka. jika di kota besar memang sudah biasa buka toko atau warung hingga larut malam. namun Arman tidak betah melihat Budi yang terlalu ketara ingin mendekatkan anaknya dengan sahabatnya tersebut.
Karena Arman membawa motor sendiri, dia memilih berpamitan terlebih dahulu bersama Danang.
"Ngga, gue pulang dulu sama Danang," pamit Arman. untuk mendukung Arman, Danang hanya tersenyum di belakang Arman.
"Kok nggak gabung dulu?" tanya Budi.
"Tidak pak, besok saya harus mengambil daging dan sayur," tolak Arman.
"Kalau begitu saya juga pamit, besok kita sambung lagi ya mas Angga," ucap Budi.
"Nggak usah pak, lanjut saja," sarkas Arman.
"Tidak! Kasihan mas Angga sama Amel pasti juga capek," sahut Budi.
Mendengar itu Arman kesal dan bergumam lirih. "Saya dan Danang juga capek pak dari tadi."
Karena Budi tidak terlalu jelas mendengarnya dia menanyakan kepada Arman. "Kenapa mas?"
"Oh tidak, mas Angga capek lah kan seharian bekerja sebagai pebisnis properti." Arman memberikan senyuman yang sangatlah terpaksa kepadanya mereka.