Di ruangan VVIP Adinata bersilang para gadis cantik duduk di sampingnya ia masih tetap fokus menatap seseoramg di hadapan meja bar.
"Tuan akan mendapatkan keuntungan jika bekerjasama dengan perusahaan kami," ucap pria berjas putih penuh keyakinan.
"Apa kau yakin perusahaan mu akan menguntungkan buatku?" tanya Adinata dingin.
Pria itu menjawab cepat, "Benar sekali, Tuan, di perusahaan kami sangat terjamin jika berkerjasama," ucapnya panjang lebar.
"Aku tak butuh penjelasan tentang perusahaan, aku hanya memastikan apa perusahaanmu dapat menguntungkan jangan hanya bicara omong kosong." Tekan Adinata tak pernah bermain-main jika menyangkut masalah perusahaan semua yang berada di bawah naungan adalah orang hebat secuil saja ketahuan ada yang tak beres dalam data bersiaplah menerima konsekuensi
Adinata menunjuk minum dengan sigap wanita cantik yang duduk di sampingnya menuangkan minuman di gelas.
Nayla duduk di sofa yang tak jauh memeriksa hp pesan yang masuk.
"Bawa kembali berkasmu perbaiki sistem kerjamu itu."
"Tapi Tuan belum melihatnya tolonglah baca sebentar saja." Pria itu memohon.
Adinata menepuk tempat duduk di sampingnya ia malah menatap gadis berambut kecokelatan
Wanita itu dengan sigap mendekat ia bisa merasakan aroma parfum yang tercium dari tubuh pria yang selama ini para gadis cintai bahkan berharap bisa menghabiskan satu malam bersamanya
Adinata mengulung dan sedikit menarik, "Warna apa yang kau pakai ini."
Wanita itu menunduk menjawab pelan. "Caramel, Tuan."
"Nayla," panggil Adinata masih nautkan jarinya di tangan wanita bertubuh seksi itu.
Nayla berdiri lalu melangkah ke samping Adinata.
"Berikan dia hadiah dan kalian boleh keluar bersenang-senanglah."
Nayla mengangguk, "Baik, Tuan, saya akan melakukannya."
Pria berjas putih yang ingin mengajukan kerjasama itu terkacang ia masih menanti jawanan Adinata
"Dan kau pergilah dari sini bawa kembali berkasmu jika perusahaan kalian tak bermasalah."
"Tuan saya mohon anda menjadi dari bagian kami."
Adinata menyeruput minuman sodanya meski di dalam bar terdapat banyak alkohol Adinata tak meminumnya. Ia menjentikkan jari.
"Anda sebaiknya keluar, Tuan Muda tidak mengisinkan anda."
"Menyingkir kalian," tukasnya
Dua bodyguard itu memegang keras tangan lelaki yang memberontak berusaha masuk kembali.
"Menyingkir kalian, Tuan saya sumpahi anda suatu hari akan membutuhkan perusahaan kami!"
"Anda tak selamanya berada di atas!"
Nayla menampar keras pipi pria berjas putih itu. "Jaga mulut anda, jangan bicara kosong soal Tuan Adinata."
"Menyingkir kau wanita! Tidak sebanding cih!"
Dua bodyguard itu menyeret keluar di susul Nayla, sekretaris yang akan selalu berada di depan jika sampai nama tuannya tercoreng. seujung kuku saja ia akan berubah jauh lebih kejam memberikan pelajaran siapa aaja yang berani menganggu Tuan Adinata.
***
Adinata masuk ke dalam mobil di susul beberapa mobil hitam di belakang.
"Nayla ... apa gadis jelek itu sudah tidur?" tanya Adinata
Nayla mengangguk kepalanya, "Saya dapat pesan dari pelayan tadi bahwa Nona sejak beberapa jam sudah tertidur setelah makan di kamar Nona tidak keluar lagi."
"Nayla ... apa gadis jelek itu memakai baju yang kau pilih?"
Nayla menengok kaca mobil tak pernah mendengarkan Tuan Adinata akan bertanya ingin tahu kehidupan orang sekitarnyabiasa tak akan peduli dan hanya melihat dirinya sendiri.
Mobil Adinata sudah terparkir di depan gerbang dua orang satpam memberi hormat saat mobil Adinata memasuki pintu bagasi.
Para pelayan wanita berdiri berjejer rapi di depan pintu utama. Mereka menundukkan pandangannya.
"Selamat istirahat Tuan Muda," ucap pria yang memakai baju putih sebagai ketua pelayan. Adinata berjalan menaiki anak tangga tak berbicara apapun lagi
"Kalian boleh kembali, dan jangan ada satupun yang menanggu Tuan Muda," perintah Nayla tegas ia sangat tahu gelagap yang diingingkan Tuan Muda.
Nayla bergegas kembali ia sangat lelah ingin kembali ke apartemennya menikmati mandi air hangat.
Adinata membuka pintu kamar sangat gelap ia menyalakan lampu saat melihat di atas ranjang seorang gadis yang baru beberapa hari kini menjadi istrinya tertidur lelap. Adinata berjalan pelan memasuki dalam kamar mandi lalu kemudian pria itu berganti baju
"Bangun!" Adinata melemparkan handuk yang basah tepat menempel di wajah Elis
"Cepat bangun!" perintah Adinata
Elis merentangkan tangannya ia mengumpulkan nyawanya berusaha tersadar
"Aaa! Kau siapa berani-beraninya." Elis bergumam saat pencahayaan menerobos masuk ke dalam retina melihat sosok tubuh pria tegap yang ia maki.
Elis bergegas bangkit dari tidur wajahnya lelah dan letih seharian mengerjekan pekerjaan rumah dan sekarang ia harus melihat pria sombong ini. Elis memegang handuk yang basah.
"Berani-beraninya kau tidur tidak meyambutku! Cepat berdiri!" perintah Adinata kesal pria itu berjalan ke depan meja terdapat cermin.
"Maaf, Tuan, tadi saya ketiduran."
"Keringkan rambutku cepat."
Elis bergegas mendekati pria ia sesekalli menguap pekerjannya seharian yang menguras tenaga ditambah lagi list yang di kirim Sekretaris Nayla menyuruhnya melakukan ini dan itu.
"Perhatikan caramu mengeringkan rambutku! Kau kira dengan loyo begitu dapat mengurang hutang keluargamu."
Elis tersentak kaget sampai kana Adinata akan membuatnya jantungan kadang jadi diam kadang membentak cukup keras.
"Maafkan saya, Tuan, saya akan melakukannya dengan benar."
"Mulai sekarang belajar yang benar, jika tidak aku bisa saja menghancurkan keluargamu itu," ancam Adinata
Elis terkaget tangannya gemetar, "Saya minta maaf atas keteledoran saya, Tuan. saya mohon jangan hukum keluarga saya."
Elis tak peduli jika harga dirinya sudsh jatuh lebih baik begitu dari pada nanti Adinata semakin marah gadis itu menunduk lalu duduk di atas lantai memegang tangan Adinata memohon
"Aku bisa saja membuat masa depan adikmu itu hancur dan keluargamu akan hidup gelandangan."
"Jangan ... jangan lakukan itu Tuan saya mohon." Tangan Elis semakin bergetar begitu bibirnya
Mata Elis berubah sembam matanya meminta harap.
"Jangan hukum keluarga saya, saya akan melakukan apapun yang Tuan perintahkan."
"Singkirkan tangan dekilmu itu!" Adinata berkata sarkas ia merasa jangal melihat gadis di hadapannya ini takut padahal ia hanya tes saja ternyata nyalinya cuman bisa memaki dalam hati.
"Terimakasih kebaikan anda tuan saya sangat minta maaf. Tolong jangan hukum keluarga saya."
Elis menautkan tangan matanya berkaca-kaca sangat takut.
Adinata berdehem lelaki itu lalu beranjak naik ke atas ranjang
"Aku mau tidur matikan lampu, atau kau masih mau jadi patung di situ."
Adinata mengibaskan selimut menutup seluruh tubuhnya hanya terlihat pucuk rambut.
Rasa takut itu masih singgah Elis berusaha mati-matian menahannya namun tetap saja ia gagal. Elis ikut berbaring di atas membelakangi punggung Adinata yang hanya ada bantal sebagai pemisah
"Selamat tidur Tuan, semoga hari anda menyenangkan.".
Elis memejamkan matanya perlahan bersamaan dengan tetesan embun menyeruak perasaannya hancur ia tak ada jalan pilihan.