Xing Jiu'an tidak terlalu terlambat pada saat dia tiba di tempat itu. Saat ini, waktu belum menunjukkan pukul 6 sore. Seharusnya pada saat ini adalah waktu makan malam. Namun dia tidak lapar, tapi untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, dia makan sedikit.
Dulu, tanpa pengawasan kakak seperguruannya, kondisi perutnya menjadi sangat buruk. Xing Jiu'an sering berbaring di atas tempat tidur sambil menahan rasa sakit, tapi tidak ada seorang pun yang menyuruhnya minum lebih banyak air dan membelikan obat untuknya.
Xing Jiu'an membeli teh telur untuk mengisi perutnya. Dengan hati-hati dan pelan, dia mengupas dan memakannya, lalu pergi ke tempat yang sudah disepakati.
"Bos, cepat sekali kamu datang!" Seorang pemuda tampan melambaikan tangannya kepada Xing Jiu'an. Saat tersenyum, wajahnya menunjukkan lesung pipi, yang membuatnya tampak ceria dan tampan.
Xing Jiu'an membalasnya dengan senyuman dan bertanya, "Apa mobilnya sudah disiapkan?"
"Tentu saja. Aku harus lebih pintar kalau melakukan sesuatu untuk bos," jawab pemuda itu sambil bergurau.
Xing Jiu'an mengerucutkan bibirnya, lalu tersenyum. "Antar aku, aku mau melihatnya…"
"Beres!"
Pemuda itu pun berjalan di depan, menunjukkan jalan kepadanya. Xing Jiu'an mengedarkan pandangan matanya ke semua tempat di dekatnya. Dia sudah lama tidak datang ke tempat ini. Saat melihat tempat yang sangat dikenal olehnya dengan baik, ingin sekali dia melihat untuk yang kedua kalinya.
Pemuda itu adalah Bai Jing, pemilik klub ini. Dia membuka klub ini saat usianya 18 tahun dan kini sudah berjalan lima tahun. Dia dibantu oleh keluarganya untuk merintis dan mengembangkan klub ini. Jika tidak, mana mungkin dia punya uang sebanyak itu. Dia bertemu Xing Jiu'an dua tahun lalu. Saat itu, Xing Jiu'an baru berusia 17 tahun.
Xing Jiu'an masih belum dewasa dan baru saja pulang dari luar negeri. Mu Xing menjemputnya, namun dalam perjalanan pulang, mobil yang mereka naiki tergores. Orang yang menggores mobil Mu Qing adalah Bai Jing. Kemudian mereka saling mengenal dan menjadi teman baik. Mungkin Bai Jing saat itu tidak akan menduga bahwa dia kelak menyapa gadis kecil yang bisa menjadi adiknya itu dengan sapaan 'bos'.
Bai Jing mempersiapkan sebuah mobil Ferrari berwarna merah untuk Xing Jiu'an. Mobil itu dihiasi dengan garis-garis halus yang indah, yang sangat cocok dengan kepribadian Xing Jiu'an yang cantik. Xing Jiu'an mengamati mobil di hadapannya dengan seksama. Dia menyukainya, lalu berjalan mendekat dan bertanya, "Lumayan juga. Kamu memodifikasinya?"
"Ini standar tertinggi, Bos… Jangan khawatir," jawab Bai Jing sambil memberi isyarat tangan.
Xing Jiu'an mengulurkan tangannya dan berkata, "Kuncinya?"
Bai Jing pun melemparkan kunci mobil Ferrari itu. Xing Jiu'an hanya berniat untuk berlatih. Alasan mengapa dia memintanya ke sini adalah untuk melihat dan memeriksa mobil ini. Sekarang dia telah melihatnya, dia juga sangat puas dan dia sudah bersiap untuk meminta Bai Jing pergi meninggalkannya.
"Aku tidak mengkhawatirkanmu. Biar aku menunggumu saja…"
"Aku bisa membuat orang lain khawatir."
Bai Jing menatap gadis itu lekat-lekat, lalu berkata, "Suasana hatimu hari ini sepertinya agak tidak biasa."
Bai Jing menepuk bahu Xing Jiu'an lagi. Tubuh Xing Jiu'an langsing dan kurus. Dia mengenakan jaket berwarna hitam dan topi bisbol. Saat mereka sama-sama berdiri, Bai Jing seperti seorang kakak yang sedang menghibur adiknya.
"Kalau ada hal yang tidak kamu sukai, jangan ditahan. Beri tahu adikmu ini," ucap Bai Jing.
Xing Jiu'an tersenyum dan membalasnya, "Aku akan mengendarainya dua lap."
Saat Xing Jiu'an hendak membuka mobil dengan kunci di tangannya, Bai Jing mendadak menepuk jendela mobil, "Bos … "
Bai Jing terlihat ragu. Xing Jiu'an pun bertanya, "Ya?"
"Tak apa-apa. Pergilah…"
Bai Jing memundurkan langkahnya saat Xing Jiu'an menyalakan mesin mobil. Dalam sekejap mata, mobil yang dikendarai Xing Jiu'an melesat jauh seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Bai Jing hanya berdiri dan menunggu Xing Jiu'an kembali. Rute yang dilalui Xing Jiu'an adalah jalanan yang berkelok-kelok di gunung dan tidak terbuka untuk umum.
Xing Jiu'an ingin balapan. Para saudara seperguruannya pun mengumpulkan uang untuknya dan membeli tempat ini, mereka memberikannya kepadanya agar dia bisa bermain. Xing Jiu'an mengemudikan mobilnya, membiarkan angin meniup rambutnya. Dia sudah melepaskan topi bisbolnya sejak awal. Rambut abu-abu keperakannya terbang bebas ditiup angin, membuat suasana hatinya lambat laun menjadi lebih tenang.
Xing Jiu'an tampaknya telah kembali ke hari-harinya yang ceria dan nakal. Meskipun dia sudah lama tidak mengendarai mobil, tapi dia masih mahir mengemudikannya. Ketika dia mulai menyalakan mesin mobil, sepertinya memori yang jauh terkubur dalam dirinya kembali bangkit. Di jalanan pegunungan yang curam dan berkelok-kelok, dia mengemudikan mobil sendirian. Tikungan demi tikungan semakin cepat dilaluinya.
Xing Jiu'an jelas gugup, namun dia justru sangat tenang dan menginjak pedal gas lebih dalam lagi. Barulah pada saat ini, dia sadar bahwa dirinya lahir kembali. Dia kembali ke musim panas di mana dia berusia 19 tahun. Saat ini, masih tidak terjadi apa-apa. Dia masih bisa bersantai dan melakukan apa saja yang dia inginkan.
Bai Jing sedang menunggu Xing Jiu'an kembali. Namun, dia tidak menyangka justru ada dua orang yang datang. Dia pun bertanya, "Kenapa kalian datang?"
Orang yang datang adalah Mu Qing dan Lu Mingxi. Mereka tidak menyapa ataupun menjawab pertanyaan Bai Jing, melainkan menatap sebuah mobil merah yang melaju dengan kecepatan tinggi di kejauhan. Bai Jing juga sepertinya sadar bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang bodoh. Dia tidak perlu memikirkan alasan mengapa kedua orang ini datang ke sini. Pastilah mereka datang demi gadis kecil itu. Mu Qing menganggap kehadiran Xing Jiu'an sangat penting di hidupnya dan Bai Jing sudah sudah lama mengetahuinya.
Xing Jiu'an tidak bermain terlalu lama karena dia merasa agak lelah. Dia bermain hanya sekitar satu jam. Awalnya, dia menduga Bai Jing sudah meninggalkannya. Namun dia tidak mengira saat dia kembali ke tempat asal, yang awalnya hanya ada satu orang, sekarang ada tiga orang. Mu Qing berjalan mendekatinya dan menyerahkan sebotol air mineral kepadanya. Dia merasa tersanjung dengan sikapnya dan mengambil botol itu. Lalu, dia ingat bahwa kakak seperguruannya ini memperlakukannya dengan sangat baik dulunya.
Xing Jiu'an menyesap air dari botol mineral itu, sedangkan Mu Qing memakaikan jaket kepadanya. Meskipun sekarang musim panas dan Xing Jiu'an mengenakan jaket, tapi tetap saja tidak boleh gegabah. Suhu udara di tempat ini begitu rendah dan baru saja Xing Jiu'an terkena angin cukup lama. Xing Jiu'an akan merasa lebih baik jika kembali dan mandi dengan air hangat.
Dalam perjalanan pulang, Lu Mingxi mengemudikan mobil, sedangkan Xing Jiu'an dan Mu Qing duduk di kursi belakang. Bai Jing kembali sendirian. Xing Jiu'an tidak membutuhkan bantuannya lagi, sehingga dia tidak mau mengganggu pria itu lagi. Dia yang sudah dianggap sebagai adik laki-laki Bai Jing merasa dirinya menarik.
***
"Jiu'an, apa kamu marah karena hari ini aku tidak membawakanmu hadiah? Aku … "
"Bukan begitu." Xing Jiu'an memotong kata-kata Mu Qing.
Mu Qing menjadi bingung bercampur sedih. Dia lalu bertanya, "Kalau begitu, kenapa kamu bersikap begitu dingin padaku?"
"Aku hanya ingin menjadi lebih penurut. Aku tidak ingin kamu merasakan sikapku yang dulu," jawab Xing Jiu'an dengan jari-jari yang gemetar. Bisa dikatakan bahwa dirinya tumbuh besar dalam pengawasan Mu Qing. Mana mungkin dia mengabaikan pria ini. Mu Qing adalah keluarganya.
"Aku tidak memperlakukanmu dengan dingin," sahut Xing Jiu'an.
"Jiu'an…" Mu Qing sepertinya hendak mengatakan sesuatu, tapi dia tidak tahu bagaimana harus mengatakannya.
"Kakak seperguruan, kamu memperlakukanku dengan sangat baik. Kalau aku… membangkang, apa mungkin kamu tidak menginginkanku lagi suatu saat nanti?" tanya Xing Jiu'an. Dia ingat di kehidupan terakhirnya dia berpisah dengan Mu Qing dan itu membuatnya sangat tidak nyaman.
Lu Mingxi yang duduk di depan tetap fokus mengendarai mobil. Sepertinya, dia tidak mendengar percakapan Mu Qing dan Xing Jiu'an yang duduk di belakangnya. Dia tetap menatap lurus ke depan. Mobil itu melewati pemandangan demi pemandangan. Mu Qing menghela napas panjang, dia begitu tertekan, seolah tak berdaya.
"Kenapa kamu berpikir begitu? Siapa yang mengatakannya padamu dan apa yang dikatakannya?" tanya Mu Qing. Kemudian dia bicara lagi, seolah mengucapkan janji, "Jiu'an, tidak akan ada lagi orang yang melarangku memperlakukanmu dengan baik."
"Aku melihatmu tumbuh dewasa. Kamu harus tahu, mana mungkin aku tidak menginginkanmu."