"Jadi Zel, apa yang terjadi pada warga kota Nakasam?" tanya Master Lummy yang masih terjaga di kamarnya.
Seorang lelaki tampan dengan rambut kuning yang duduk di tepian ranjang Master Lummy pun buka mulut.
"Parah sekali, Master! Aku kira terjadi kericuhan seperti biasa. Tapi yang ini justru lebih gila! Sepertinya ini juga ada sangkut pautnya dengan penyerangan di guild."
Kakek tua yang mempunyai gelar Master Guild itu mendongakkan wajahnya menatap langit. Atap kamarnya yang sudah tak ada membuatnya bisa kapan saja melihat pemandangan indah di langit malam. Tak lama kemudian si Kakek Master menatap Zel kembali.
"Coba jelaskan lebih rinci mengenai kejadian yang tadi. Aku ingin mengetahuinya," pinta Kakek Lummy.
Zel menghela napasnya panjang lantas memegang keningnya. Dia sendiri bingung hendak menjelaskan dari mana, terlebih setelah tahu sikap dan kepribadian kakek Lummy.
"Cepat jelaskan, Zel. Jangan membuat pak tua ini menunggu dan penasaran," tuntut si Kakek Master.
"Baiklah, baiklah, tapi Kakek Master jangan terkejut atau menyesal setelah mendengar penjelasanku, ya."
Kakek Lummy hanya berdeham pelan.
"Para warga kota Nakasam terkena pengaruh sihir hitam yang membuat nafsu binatang dalam diri mereka keluar dengan buas. Untuk itu, kami berupaya menyadarkan mere...."
Brak! Tiba-tiba saja ranjang yang sedang ditempati Kakek Lummy ambruk. Zel yang menerangkan dengan rinci terhentikan oleh suara itu. Dia melihat Kakek Master meunduk dengan kedua tangan yang mengepal kuat.
"Belum juga selesai penjelasannya, padahal sebelumnya sudah dibilang jangan terkejut atau menyesal," ujar Zel yang tahu perasaan Kakek Lummy saat itu.
"Aku tak terkejut bahkan tak merasa menyesal sedikit pun. Hanya saja marah terhadap sakit punggungku sehingga tak bisa melihat surga dunia seperti itu!" jelas Kakek Lummy dengan kepala masih menatap ke kasurnya.
Zel yang ada di situ hanya menahan tawanya melihat sikap mesum Master Guild itu. Sedang si Master Guild berusaha menenangkan diri beberapa saat.
"Lantas Zel, kau dan yang lainnya berhasil menyadarkan mereka kembali, kan? Apa ada perangkat sihir yang membuat mereka jadi seperti itu?" tanya Kakek Lummy ingin tahu kelanjutannya.
"Benar, Master. Aku menemukan 2 perangkat sihir yang diduga inang milik musuh yang membuat para warga jadi kena pengaruhnya," terang Zel kemudian mengeluarkan 2 perangkat sihir yang dimaksud.
Zel menunjukkan rambut panjang dan batu pelangi itu di hadapan Kakek Master. Master Lummy pun mengambil satu per satu untuk dicek secara bergantian.
"Kedua perangkat sihir ini jelas sihir hitam. Besok pagi kau dan Freeya ikut denganku ke Menara Suci untuk melaporkan peristiwa ini," kata Kakek Lummy memberi perintah.
"Ck! tempat itu lumayan jauh. Andai saja ada dia yang punya sihir ruang. Kita tak perlu repot-repot jalan kaki," decak Zel mengungkapkan keluhannya.
"Dia sedang dalam perjalanan misi yang sulit. Ya sudah, kembali ke kamarmu dan beristirahatlah! Aku juga hendak istirahat," kata Kakek Lummy lalu merebahkan tubuhnya yang tadinya duduk.
"Tunggu, Master. Lantas bagaimana dengan 3 bocah kembar itu? Mereka bertiga sudah membantu cukup banyak seharian ini. Aku lihat juga mereka bertiga punya potensi yang lumayan. Sayang saja belum berusia genap 15 tahun," Zel meminta saran mengenai Trigonometri pada Kakek Master. Kakek Master yang sedikit tertarik pun angkat bicara.
"Kau benar, Zel. Aku juga sekilas melihat mereka bertiga seperti orang yang hebat di masa depan nanti. Tapi mau bagaimana lagi? Mereka bertiga harus menunggu sampai usia 15 tahun kalo masih ingin bergabung dengan guild penyihir."
"Aturan yang diterapkan oleh Kaisar Sihir langsung beberapa tahun yang lalu. Cukup baik agar nantinya para petualang cilik yang bergabung dalam guild tak banyak yang mati sia-sia. Apa aku boleh minta izin Master untuk membawa mereka bertiga ke tempat itu untuk menjadi lebih kuat lagi?" tanya Zel menuangkan idenya.
"Tempat itu? Tempat yang dulu aku bawa kau serta anak-anak lain berlatih pada teman lamaku?" tanya balik Kakek Master untuk memastikan.
"Yah! Aku rasa mereka bertiga cocok untuk dilatih di sana selama tiga tahun. Itu pun kalo mereka bertiga ingin menjadi lebih kuat lagi sembari menunggu bergabung ke dalam guild. Bagaimana menurut Master?"
"Terserah kau saja, Zel. Aku tak bertanggung jawab atas 3 anak itu. Aku mau istirahat. Jangan lupa tutup pintunya saat kau keluar," ucap Kakek Master lalu berkemul dengan selimutnya.
"Baik, Master. Aku izin keluar kamar dulu. Sekedar mengingatkan, tapi kamar ini sudah tak mempunyai pintu," ujar Zel lantas bangkit dari duduknya dan keluar kamar Master Guild guna kembali ke kamarnya.
"Sialan! Aku sampai lupa dengan hal itu! Fiero sialan! Masuk dengan menghancurkan pintu masuk kamarku!" batin Kakek Master merasa geram.
"Seperti itu ceritanya, Sin, Tan," ucap Feeeya yang telah selesai bercerita masa kecilnya pada Sin dan Tan.
Tan menguap lebar karena sudah tak bisa menahan kantuknya. Sedang Sintri masih segar membuka matanya.
"Sudah selesai kan, Tante? Aku mengantuk. Aku tidur dulu ya," ujar Tan langsung menuju ranjang kamar.
"Sin, kamu juga tidurlah. Sudah larut malam, kamu pasti capek juga seharian ini. Nanti Tante menyusul," ujar Freeya yang begitu perhatian pada Sin dan Tan.
"Baiklah, Tante. Sin sama Tan tidur dulu ya, selamat malam," kata Sin ikut merebahkan tubuhnya di samping Tan.
Krieettt... bertepatan dengan itu, Zel masuk ke kamarnya sendiri. Namun dirinya mendapati Freeya yang masih duduk di lantai beralaskan karpet itu dan 2 anak perempuan yang baru saja dibicarakan olehnya sudah memejamkan matanya. Freeya mengisyaratkan Zel untuk tidak berisik. Zel pun berbicara lirih pada Freeya agar tidak membangunkan Sin dan Tan yang baru saja terlelap.
"Di mana Cos?" tanya Zel yang tak melihat adanya anak lelaki dari 3 bersaudara itu.
"Katanya sudah tidur di kamar Wod dan yang lainnya. Ada apa?" tanya balik Freeya yang tahu kalo suaminya akan memberikan informasi padanya.
"Besok pagi kita temani Master ke Menara Suci untuk melaporkan kejadian ini. Dan setelahnya, kita antar 3 bersaudara itu ke tempat latihan kita dulu. Kau masih ingat tempatnya, kan?" terang Zel.
"Hah? Kau serius akan mengirimnya ke sana?! Apa mereka bertiga berniat untuk menjadi lebih kuat lagi? Kita harus memastikan itu terlebih dahulu agar nantinya mereka bertiga tidak menyesalinya!" kata Freeya yang agak kaget dengan ucapan Zel.
"Aku sudah dapat izin dari Master. Selebihnya tergantung mereka bertiga. Besok kuta tanyakan saja langsung. Tapi setelah aku melihat dan mengamatinya seharian ini, sudah pasti mereka teringin menjadi lebih kuat lagi dari sekarang. Terlebih lagi Cos yang sangat aneh itu."
"Ya sudah kalo begitu. Untuk malam ini kau tidurlah di kamar yang satunya. Mumpung 3 orang dari tingkat SS yang lain belum pulang," kata Freeya lalu mendorong Zel keluar kamar.
Cahaya bulan mulai tertutupi oleh awan hitam yang menggulung-gulung. Bintang-bintang yang memancarkan sinarnya pun mulai meredup dan perlahan hilang. Angin bertiup agak kencang di malam yang gelap gulita itu setelah para anggota guild Lumiere kembali ke guild.
Dua iblis yang biasa disebut incubus dan succubus bernama Thrower dan Serong itu telah sampai terlebih dahulu di tempat perjanjian. Mereka berdua tengah menunggu kedatangan seorang lagi di atap sebuah bangunan tua yang berada di atas gunung tepat di tengah hutan lebat yang seakan tak pernah dijamah oleh manusia.
"Cih! Lama betul si Fiero datangnya! Oi, Serong! Kau pun sudah merasakan hilangnya koneksi sihir dengan rambut-rambutmu itu sedari tadi, kan? Sudah pasti ada seseorang yang telah mengetahuinya dan mencabut semuanya," ucap Thrower membuka obrolan.
"Kau betul, Thrower. Jelas dia bukan orang biasa yang bisa dengan cepat dan mudah menemukan inang dari kekacauan tersebut. Lantas bagaimana ini, Thrower? Kita bisa saja dilacak dan diburu oleh para manusia itu!" ujar Serong menanggapi ucapan Thrower dengan gelisah.
Iblis bernama Thrower yang mempunyai kedua bola mata berwarna pelangi itu mengalihkan pandangannya menatap langit. Angin bertiup semakin kencang dan langit pun sudah sangat gelap. Rambut pirang Thrower yang agak panjang berkibar-kibar.
"Tenanglah, Serong. Sudah saatnya kita melakukan itu agar mereka tak bisa melacak dan mengorek informasi dari perangkat sihir kita. Kau tahu kan caranya?"
Serong yang dalam wujud perempuan cantik itu menampilkan mimik wajah yang masih saja menawan. Dia pun menanggapi lagi saran dari Thrower.
"Itu? Melakukan 'Bimas Pehir'?" tanya Serong memastikan.
Thrower hanya menjawab singkat tanpa memalingkan pandangannya dari langit, "Ya, betul!"
Bimas Pehir adalah sebuah istilah yang biasa digunakan dalam dunia sihir saat seseorang pemilik perangkat sihir di mana perangkat sihir itu terhubung langsung dengan si pemiliknya, lalu si pemilik itu hendak menghilangkan perangkat sihir yang ada dalam jarak jauh. Biasanya Bemas Pehir hanya bisa dilakukan oleh penyihir yang sudah ahli yang juga bertarung dengan mengandalkan perangkat sihirnya.
Penyihir yang menggunakan perangkat sihir saat menggunakan ES miliknya akan selalu terhubung dengan perangkat sihir miliknya itu. Sehingga mereka bisa merasakan ES yang masih mengalir atau kondisi yang dialami oleh perangkat sihirnya dari jarak jauh. Banyak kelebihan dan kekurangan bagi para penyihir pengguna perangkat sihir.
Dalam keadaan seperti yang dialami oleh Thrower dan Serong yang menduga bahwa perangkat sihir mereka berdua telah diketahui oleh seseorang, dengan cepat bertindak untuk melakukan Bimas Pehir. Yakni dengan cara membakar habis perangkat sihir milik mereka berdua dari jarak jauh sampai tak tersisa untuk meninggalkan barang bukti.
Dari satu atap yang sama, dua iblis itu melakukan persiapan untuk melakukannya. Thrower yang tadi duduk pun kini berdiri sambil memegangi kedua matanya menggunakan dua telapak tangan. Sedang Serong yang masih berdiri di tempatnya juga melakukan persiapan.
Usai mengalirkan ES secara besar-besaran untuk ditempatkan pada satu titik yakni kedua mata yang berwarna pelangi miliknya, Thrower melanjutkan dengan merapalkan mantranya.
"Ishkoledus Ambus Fero Regetomeiki Sombro, Bimas Pehir!"
Tiap satu penyihir dengan penyihir yang lain merapalkan mantra Bimas Pehir berbeda tergantung dengan perangkat sihir yang dimiliki. Jangankan perapalannya, tata caranya pun dilakukan sesuai dengan perangkat sihir masing-masing. Boleh dikata, keuntungan paling besar yang didapat dari penyihir pengguna perangkat sihir yakni bisa menghilangkan barang bukti mereka saat dalam kondisi terdesak dengan melakukan Bimas Pehir.
Sementara itu, Serong pun melakukan tata caranya sendiri. Dia mengikat rambut panjangnya dengan rapi lalu menaruhnya di depan bahunya. Serong mengelus-elus rambutnya itu 3 kali dengan lembut dari atas ke bawah sampai ujung rambut. Dalam elusan yang ketiga atau terakhir, Serong meremas ujung rambutnya itu dengan keras dan mengalirkan ES secara besar-besaran pada rambutnya itu lalu merapalkan mantranya.
"Kapoleeus Termino Wegrezirede Fergo, Bimas Pehir!"
Bertepatan dengan Thrower dan Serong yang melakukan Bimas Pehir untuk menghilangkan perangkat sihirnya, di guild Lumiere di mana perangkat sihir kedua iblis tersebut yang berjumlah banyak dan disimpan oleh Zel dalam satu gerobak penuh di gudang guild langsung terbakar habis tak tersisa. Sedang di kamar, Zel yang seorang diri tengah mengamati lagi rambut panjang dan batu pelangi dari ranjangnya kaget bukan kepalang saat dua perangkat sihir itu langsung terbakar dengan sendirinya di tangan Zel. Langsung saja Zel melemparnya ke lantai.
"Apa ini?! Kenapa terbakar dengan sendirinya?!" tanya Zel kebingungan. Dirinya tak berani menyentuh api itu sampai api itu lenyap dengan sendirinya.
Namun sayang, saat api tersebut lenyap, dua perangkat sihir yang diambil Zel saat kekacauan di kota pun ikut lenyap tak membekas. Zel tak tahu apa yang terjadi pada keduanya. Anehnya, api yang membakar dua perangkat sihir itu tak berkesan pada lantai. Lantai kamar tak ikut terbakar dan masih bersih.
Dengan segera Zel pun mengecek ke dalam gudang guild di mana dirinya menaruh satu gerobak penuh perangkat-perangkat sihir tersebut. Sekali lagi Zel dikejutkan dengan sangat terkejut atas hilangnya semua perangkat sihir itu tanpa bekas.
"Gawat! Apa yang terjadi tadi?! Ke mana hilangnya semua perangkat sihir itu?! Padahal kami sudah susah payah menyadarkan kembali para warga Kota Nakasam dan menemukan bukti kejahatannya! Sialan! Aku harus mengecek juga perangkat sihir yang tadi diminta oleh Kakek Master. Ikut hilang juga tidak, ya?" kata Zel berbicara seorang diri lalu masuk kembali ke dalam guild dan langsung masuk ke kamar Master Guild dengan tergopoh-gopoh.
"Master!" pekik Zel yang tengah panik.
Di kamarnya, Kakek Lummy masih tertutup selimut namun belum tertidur. Mendengar suara Zel, Kakek Lummy pun membuka selimutnya dan menampakkan diri. Zel yang masih mematung di depan pintu kamar yang gaib itu memberanikan diri melangkah mendekati ranjang Kakek Lummy. Zel duduk kembali ke kursi yang ada di dekat ranjang.
"Aku sudah tahu kenapa kau kembali ke sini, Zel."
Belum juga Zel mengungkapkan maksudnya, Kakek Lummy menerkanya terlebih dahulu. Zel hanya terdiam menunggu kalimat selanjutnya dari mulut si Kakek.
"Lihatlah ke dalam kolong ranjang dan ambil kotak yang ada di dalamnya," perintah Kakek Lummy.
Tanpa pikir panjang Zel langsung menurutinya. Tangan kanannya merogoh masuk ke kolong ranjang di mana Kakek Master masih duduk santai di atas ranjangnya. Kotak hitam yang berbentuk persegi panjang itu pun segera diambil oleh Zel dan diletakkannya di ranjang Kakek Master.
"Apa ini, Master?" tanya Zel penasaran.
"Kalo kau memang penasaran dengan isinya, bukalah dan lihat baik-baik. Aku sudah menduga hal yang barusan terjadi pada semua perangkat sihir yang kaubawa."