下載應用程式
2.75% AIR MATA PENGABDIAN SEORANG ISTRI / Chapter 10: AMARAH ANTI

章節 10: AMARAH ANTI

Batin Jaya berteriak, tatkala kedua kakinya berpijak di rumah sang Mama. Sangat membingungkan harus memulai semuanya dari mana. Jaya hanya ingin antara menantu dan mertua saling akur.

Pria bertubuh jenjang itu mengimbangi langkah Papanya masuk ke rumah. Mencari keberadaan Anti guna meminta maaf. Sebenarnya ia juga kesal dengan kebohongan yang Anti ciptakan. Namun, lebih baik ia mengalah daripada keadaan semakin runyam.

"Hebat kamu ya, Mas! Tidur di mana tadi malam, hem?"

Begitu keduanya sampai di ruang tamu, tiba-tiba saja suara Anti terdengar kesal. Dan kerap sekali wajah kecut itu ia tampilkan.

Atmosfir rumah terasa panas, meskipun sudah dilengkapi dengan AC. Hardi menancapkan sedotan pada mulut aqua cup yang tersedia di meja. Sementara itu, Jaya tampak gelisah. Belum berbicara saja, Mamanya sudah seperti singa kebakaran jenggot.

"Mas kan sudah bilang kalau ingin bermalam di rumah Jaya. Kau tidak membaca pesan, ya?" Hardi berusaha tampil setenang mungkin. Ia menyilangkan sepasang kaki.

Gegas Anti mengecek ponsel yang kebetulan sedang tergenggam di tangannya. Sungguh ia tidak tahu jika Hardi mengirimkannya sebuah pesan. Andai saja Anti membacanya lebih dulu, pasti lah ia tak akan mengizinkan suaminya menginap di rumah orang lain. Sengaja ia menunggu Hardi menghubungi. Nyatanya wanita itu terjebak dalam egonya sendiri. Menyesal, karena tidak melihat chatt yang dikirimkan oleh suaminya.

Memimpikan rumah tangga yang mulus sepertinya tak akan mungkin tercapai. Anti merasa hubungannya dengan Hardi semakin keruh semenjak kehadiran Rubi di tengah-tengah mereka. Agaknya Hardi sudah terlampau berlebihan karena bermalam di rumah orang lain tanpa didampingi istri.

"Kau gila apa, Mas? Di sana ada Rubi dan dia orang asing," lagi-lagi Anti terpancing emosi.

Hardi menegakkan badannya sejenak, meletakkan aqua cup yang nyaris tandas tersebut di atas meja. Lama-lama tingkah Anti semakin aneh. Masak menginap di rumah putra kandungnya saja pun sudah tidak boleh. Lagipula, kenapa Anti pakai acara merajuk segala? Kalau tidak, pasti dia akan diajak juga oleh Hardi.

"Jangan membuat masalah lagi, ya. Mas sedang lelah," ucapnya seraya menarik napas dalam.

"Oh, hahaha. Kau lelah karena menjaga menantu sialanmu itu,"

"Ma. Jangan bicara begitu," tiba-tiba saja telinga Jaya berdengung saat mendengar istrinya kembali dikata-katai.

"Apa? Kalau kedatanganmu hanya untuk memojokkan Mama lagi, lebih baik pulang saja sana,"

"Tidak boleh begitu, Anti. Masak anaknya datang diusir. Kalau Jaya tidak mau mengunjungi kita lagi, bagaimana?" Hardi mencoba menengahi.

Wanita paruh baya itu berjalan mendekati suami dan putranya. Benar-benar keras kepala, pikir Anti. Kapan mereka akan sadar bahwa Rubi itu hanyalah penjual cilok keliling yang menumpang hidup pada Jaya?

"Bisa tidak kalian ini memahami maksudku? Rubi itu tidak pantas untuk keluarga kita,"

Obrolan kembali panas. Anti menatap tajam ke arah Hardi dan Jaya. Dua tangannya terkacak di pinggang. Semakin kesal apabila wajah Rubi mendadak terbayang.

Perlahan Jaya menggiring Mamanya untuk ikut duduk di sofa bersama mereka.

"Mama," ucapnya lirih sambil memegang punggung tangan Anti. "Maafkan aku yang telah membuat Mama emosi, ya. Aku sama sekali tidak bermaksud melawan. Hanya saja, aku ingin Mama dan Rubi akur, layaknya seorang ibu dengan anak kandung. Apa Mama mau anak Mama ini terus-terusan dimanfaatkan oleh gadis di luaran sana, hem? Papa juga tidak berniat untuk membuat Mama sedih. Papa hanya memposisikan dirinya sebagai mertua dari Rubi," sambungnya dengan nada yang dibuat selembut mungkin.

Hingga tanpa sadar, air mata Anti nyaris saja menetes mendengar ungkapan panjang lebar Jaya. Spontan ia menaikkan kepala, menatap langit-langit rumah. Cairan asin itu tidak boleh jatuh. Dia harus kelihatan tegar di depan suami dan putranya sendiri.

"Benar yang dikatakan oleh Jaya. Cobalah buka hatimu untuk Rubi. Dia itu gadis baik-baik. Mas juga tidak pernah bermaksud untuk membuatmu tersinggung, Sayang,"

Betapa Anti sangat diistimewakan oleh Hardi dan Jaya, sekalipun ia telah berbuat salah. Keduanya duduk di sisi Anti, menenangkan wanita itu agar tidak diliputi gejolak api.

Tadinya Anti berniat untuk menangkis tangan Jaya. Namun, ia teringat dengan perkataan Melani. Anak gadisnya itu meminta agar Mamanya tidak banyak emosi. Mereka bisa menyelesaikan secara diam-diam. Mau tak mau Anti mengindahkan perkataan Hardi dan Jaya. Ia berharap kedua lelaki itu tak lagi salah paham dengan dirinya. Namun, bukan berarti Anti akan berhenti membenci Rubi. Hingga titik darah penghabisan pun, Anti tak akan pernah bisa menyayangi anak satu itu.

"Baiklah, tapi jangan pernah kau hadirkan Rubi di rumah ini lagi," Anti masih egois.

"Loh. Kenapa begitu? Ini kan rumah suaminya juga," Hardi meneliti wajah istrinya. Apakah wanita itu sedang bergurau?

Belum sempat Hardi menemukan jawaban, tiba-tiba saja Anti sudah bangun dari duduknya dan kembali ke kamar.

"Sudahlah, Pa. Mungkin Mama masih diliputi emosi. Yang penting, sudah tidak seperti kemarin," Jaya berusaha menenangkan.

***

Keesokan harinya, Jaya membangunkan Rubi yang masih tertidur pulas. Wajah menggemaskan Rubi membuat Jaya ingin menjawil pipi perempuan itu. Namun ia urungkan niat, mengingat kondisi Rubi yang masih belum stabil.

"Perlu kubantu untuk mandi?" Jaya bersuara.

Sepasang netra Rubi membola. Gegas ia menyembulkan diri ke dalam toilet. Jangan sampai suaminya ikut andil dalam masalah ini. Bukannya mandi, yang ada mereka malah senam lima jari di dalam sana.

Seusai membersihkan tubuh, dara itu menemui suaminya yang sudah duduk di meja makan untuk sarapan pagi. Banyak sekali menu yang telah disiapkan oleh Mbok Ijah. Rubi sampai heran melihatnya.

"Siapa yang akan memakan semua ini?" Rubi memilih duduk di sebelah Jaya.

"Kita berdua,"

Rubi harus mengembalikan seluruh energinya yang terkuras seusai dilanda sakit. Oleh karena itu, Jaya sengaja meminta Mbok Ijah untuk menyediakan asupan yang bergizi untuk wanitanya tersebut.

"Kau harus menghabiskannya. Kalau tidak, lihat saja apa yang akan kulakukan nanti malam," Jaya mengancam. Membuat Rubi mau tak mau melahap semua menu yang telah tersedia.

"Ugh! Dasar otak mesum," perempuan itu mencibir dalam hati.

Bingung harus memulai dari mana, akhirnya Rubi memilih roti panggang telur sebagai menu pembuka. Makanan yang mengandung biji-bijian tersebut memang cocok untuk dijadikan santapan sarapan pagi. Akan lebih nikmat jika ditambahkan dengan bubuk cabai agar memiliki sensasi pedas di mulut.

Selanjutnya, Rubi mendaratkan sendok pada sup sayur bening. Makanan ini tak kalah sehat dan cocok untuk orang sakit seperti Rubi. Masakan yang terdiri dari buncis, wortel, kentang dan daun bawang tersebut dapat memberikan asupan nutrisi yang cukup. Tak lupa pula Mbok Ijah menambahkan ayam di dalamnya. Membuat kuahnya menjadi semakin berlemak dan lezat.

"Bagaimana sarapan pagi ini? Menyenangkan, bukan?" Jaya mengulum senyum, saat mendapati istrinya yang begitu lahap.

***

Bersambung


Load failed, please RETRY

禮物

禮品 -- 收到的禮物

    每周推薦票狀態

    Rank -- 推薦票 榜單
    Stone -- 推薦票

    批量訂閱

    目錄

    顯示選項

    背景

    EoMt的

    大小

    章評

    寫檢討 閱讀狀態: C10
    無法發佈。請再試一次
    • 寫作品質
    • 更新的穩定性
    • 故事發展
    • 人物形象設計
    • 世界背景

    總分 0.0

    評論發佈成功! 閱讀更多評論
    用推薦票投票
    Rank NO.-- 推薦票榜
    Stone -- 推薦票
    舉報不當內容
    錯誤提示

    舉報暴力內容

    段落註釋

    登錄