"Hallo, ada apa lo hubungi gue?" tanya Prisya to the point setelah menerima panggilan telepon dari orang itu.
"Lo lagi baik-baik aja?" tanya orang itu dengan nada bicara yang terdengar santai, tapi mengandung sebuah kegelisahan di dalam pertanyaannya.
Mendapatkan pertanyaan yang seperti ini membuat Prisya mengernyitkan alisnya tanda tanya. "Kenapa lo tanya gue lagi baik-baik aja tau enggak?" Prisya tanda tanya kenapa orang itu bisa sampai bertanya apakah dirinya sedang baik-baik saja atau tidak.
"Gak papa, gue mendadak keinget lo aja."
Dengan seketika Prisya terdiam sambil bengong. Prisya semula memang sedang berada dalam suasana hati yang tidak baik, tapi dirinya hanya mencoba untuk menahan semuanya sendirian.
"Sya?" panggil Marsell.
Sepertinya Marsell hanya satu-satunya orang yang memilih untuk memanggil Prisya dengan panggilan 'Sya', tidak seperti yang lainnya yang memanggil Prisya dengan panggilan 'Cha'.
Sebelumnya Prisya merasa sedikit aneh dan sempat mengatakan kalau akan lebih baik memanggil dirinya dengan sebutan yang sama dengan yang lainnya, tapi Marsell tidak mau dan sampai sekarang Marsell lebih memilih untuk memanggilnya dengan panggilan yang dia inginkan.
"Iya, kenapa?" tanya Prisya dengan santai.
"Lo lagi ada masalah ya? Masalah apa? Cerita?" tanyaa Marsell lagi.
Sekarang Marsell benar-benar merasa kalau ada sebuah masalah yang sedang menghampiri Prisya, terlebih Prisya yang sempat terdiam lama membuat dirinya merasa semakin yakin kalau Prisya sedang tidak baik-baik saja.
"Gue memang lagi ada masalah, tapi gue juga sedang malas untuk menceritakan masalah yang sedang gue alami sekarang." Prisya berucap dengan penuh kejujuran, karena memang rasa malas yang dirinya miliki ketika di hadapkan untuk menceritakan masalahnya cukup besar.
"Gue lagi di Bar, lo mau ke sini?" tanya Marsell.
Prisya sedikit mengernyit bingung. "Lo lagi ngapain di sana? Lo lagi mabuk lagi?" Prisya merasa curiga dengan hal ini.
Terdengar Marsell yang tertawa kecil. "Mau ke sini? Gak ada tempat lain yang bisa gue kunjungi saat gue sedang ada masalah," jelas Marsell.
Marsell bukan orang yang suka menyendiri, hanya saja untuk masalah pribadi, Marsell lebih memilih untuk memendamnya sendiri dan melampiaskannya pada Alkohol, dibandingkan haarus bercerita pada teman-temannya.
Beberapa saat Prisya terdiam sambil berpikir. "Gue lagi gak pengen mabok, tapi gue pengen makan. Mau nemenin gue? Di Cafe aja biar lo bisa sekalian ngopi dan lain-lain." Prisya kali ini sedang tidak ingin mengonsumsi Alkohol.
"Boleh, mau di mana?" tanya Marsell dengan cukup ennteng.
"Di Cafe yang gak jauh dari tempat lo aja. Lo udah mabok belum?" tanya Prisya.
"Belum. Oke, nanti gue share lokasinya."
*****
"Ada hal yang udah lama gue pendam," ujar Marsell setelah mereka sudah selesai makan. Sebenarnya kalau dibilang selesai sepenuhnya belum, tapi sekarang suasananya sudah mulai santai karena sudah tidak terfokus pada makanan serta minuman masing-masing.
"Pendam? Kenapa gak diungkapkan coba? Memendam sesuatu hal itu tidak akan membuat suasana menjadi baik. Justru akan lebih baik kalau lo mengungkapkan hal itu, karena nanti diri lo akan merasa lega setelah mengungkapkannya."
Prisya merasa kalau memendam sesuatu hal itu cukup berat, karena dirinya sering merasakan yang namanya sakit serta sesak saat harus memendam sebuah masalah, terlebih kalau masalah itu cukup besar.
Marsell menganggukkan kepalanya. "Iya, sekarang gue akan mengungkapkan apa yang selama ini gue pendam." Marsell sudah tidak bisa memendam hal ini lebih lama lagi.
"Ya udah silakan ngukapkan, gue akan mendengarkan semuanya." Prisya tahu bagaimana rasanya ditemani saat punya masalah dan didengarkan saat sedang menceritakan masalah.
Hal itu akan memberikan sebuah kesan yang lebih baik pada orang yang sudah bercerita, karena saat bercerita tapi tidak didengarkan, hal itu hanya akan menambah sebuah beban dalam diri. Rasanya jauh lebih berat lagi setelah bercerita, tapi tidak mendapatkan respons.
Dengan begitu intens, Marsell menatap tepat pada bola mata Prisya. Memperhatikan setiap keindahan yang ada di wajah Prisya. Tatapan yang nyaman di Marsell, ternyata malah membuat sebuah kesan tanda tanya yang cukup dalam di diri Prisya.
"Kenapa lo natap gue kayak gitu?" Prisya merasa heran dengan maksud dari tatapan Marsell. "Jangan kelamaan natapnya, entar lo suka." Prisya berucap dengan nada yang begitu enteng, bahkan disertai dengan sebuah tawaan yang menyatakan kalau kalimatnya adalah sebuah candaan.
"Gue udah suka sama lo."
Dengan seketika Prisya terdiam dengan tatapan yang membulat. Prisya merasa begitu tanda tanya dengan kalimat yang sudah Marsell ucapkan. Ada sebuah perasaan bingung yang menyertai diamnya sekarang.
"Lo suka sama gue?" tanya Prisya. Marsell menganggukkan kepalanya dengan tatapan yang cukup serius. "Kok bisa lo suka sama gue?" tanya Prisya yang merasa tidak percaya dengan apa yang sudah Marsell ucapkan.
Sebuah senyuman mendadak terukir di bibir Marsell. "Dari awal gue liat lo, gue udah merasa tertarik. Ada sebuah hal yang entah apa itu yang membuat gue suka sama lo. Gue merasa kalau lo berbeda dari perempuan yang sudah gue temui sebelumnya," jawab Marsell yang menjelaskan sebuah alasan yang membuat dirinya bisa suka pada Prisya.
"Bedanya?" Prisya benar-benar bingung dengan semua ini, terlebih Marsell mengatakan kalau dirinya berbeda dari perempuan yang sudah Marsell temui sebelumnya. Memangnya hal apa yang ada di dirinya dan berbeda dari perempuan yang lain?
Sebuah senyuman mendadak terukir. "Gue ngerasa nyaman sama lo. Gue mendapatkan ketenangan yang sulit gue dapatkan dan itu saat bersama dengan lo. Gak ada kalimat penjelas lainnya yang bisa menjelaskan apa yang gue rasakan. Intinya gue suka sama lo." Marsell tidak ingin ribet dengan semua ini, karena yang jelas dirinya suka pada Prisya.
"Hm, iya deh terserah lo." Prisya merasa bingung bagaimana melanjutkan pembahasan ini, karena memang dirinya masih merasakan yang namanya bingung dengan apa yang sudah Marsell ucapkan.
Marsell menatap Prisya dengan tatapan yang mengandung arti yang begitu dalam. Diperhatikan oleh Marsell dengan tatapan yang seperti membuat sebuah perasaan yang sulit untuk Prisya definisikan timbul. Prisya menatap balik Marsell.
Memperhatikan wajah laki-laki yang sudah dengan begitu ringan dan merasa tidak bersalah mencium dirinya di tempat umum yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang, sehingga tidak heran jika beberapa hari setelah itu dirinya menjadi topik perbincangan anak-anak Medika Kencana sebab dia sudah berciuman dengan Most Wanted Sma Medika Kencana.
Kenapa gue merasa kalau hati gue mendadak berdebar dengan kencang?
Prisya merasa begitu heran saat sekarang ia merasa ada sebuah detakan yang dirasa berbeda dari biasanya, sebab detakan ini terasa begitu kencang dan perasaan yang dia rasa aneh kembali dia rasakan dengan begitu jelas.
"Lo mau jadi cewek gue?" tanya Marsell dengan tatapan yang begitu serius. Memandangi Prisya tepat pada manik mata Prisya yang membuat kedua pandangan mereka bertemu dan saling memperhatikan.
Apakah Prisya akan menerima Marsell sebagai pacarnya?