Kiara melihat sekelilingnya, semua mata melihat ke tempatnya berada. "Kenapa orang-orang melihat ke sini?" tanyanya dalam hati. "Jangan-jangan cowok brengsek ini?" hatinya terus bertanya-tanya. Kiara secara reflek melihat ke samping, melihat Leo.
Leo tersenyum melihat raut wajah Kiara yang bingung dan juga terkejut, senyumnya mengembang di sudut bibir Leo. Matanya menembus tajam, menusuk ke dalam iris mata Kiara. "Jangan memasang wajah seperti itu, ini hanya sebagian kecil dari rahasia seorang Leonardo," bisiknya pelan di telinga Kiara.
Kiara diam seribu bahasa, seujung rambut pun dia tidak pernah menyangka, Leo ternyata orang nomor satu di SAW. Tatapan Kiara beralih ke Monika. "Kenapa aku begitu bodoh, bukankah waktu di Rumah Sakit kak Monika bilang kalau Leo adalah Bosnya berarti kak Monika ini sekretaris pribadinya. Bodoh, bodoh, kenapa aku baru mengerti sekarang," Kiara mengomeli dirinya sendiri di dalam hati. "Bisa-bisanya sekarang aku duduk dengan mereka di sini. Kiara bodoh, sangat bodoh," tidak hentinya Kiara merutuki dirinya sendiri di dalam hati.
Leo berdiri, membetulkan sebentar jasnya lalu melangkah maju ke depan. Di depan nampak jajaran direksi, para pemegang saham dan klien sudah menunggu dengan senyum lebarnya. Dari arah samping, perlahan muncul kue tart dengan ukuran yang cukup besar di dorong beberapa orang maju ke depan. Leo dengan gagahnya berdiri paling depan di antara mereka semua.
"Kiara, lihatlah betapa berkharismanya Pak Leo. Dia adalah Presdir di perusahaan ini, orang tuanya adalah pendiri SAW, nama SAW sendiri di ambil dari mendiang Papanya, Tuan Smith Albert Winston. Masih muda, tampan, pintar dan satu lagi belum menikah." Monika tidak henti-hentinya memuji Leo.
"Satu lagi, kurang ajar. Ciuman pertamaku di ambil olehnya," Kiara menambahkan pujian dari Monika tetapi hanya berani bicara di dalam hati. "Tolonglah aku, bagaimana caranya aku bisa pindah dari meja ini," Kiara terus-terusan bicara di dalam hatinya.
"Kiara, kenapa diam saja. Aku mengajakmu bicara dari tadi tetapi kamu seperti orang bingung. Kamu sakit?" tanya Monika mengerutkan alisnya.
"Tidak kak Monika, aku sedikit gugup saja. Tidak terbiasa mengikuti acara seperti ini." Kiara meminum kembali air putih yang hanya tersisa sedikit di meja.
"Coba lihat Pak Leo, sangat gagah bukan? Wanita mana yang tidak bertekuk lutut di kakinya untuk mengemis menjadi kekasihnya," ucap Monika penuh dengan kekaguman kembali melihat ke depan, menatap Leo sangat dalam.
Hanya pujian dan pujian yang ke luar dari bibir Monika membuat Kiara menjadi penasaran. "Kak Monika menyukai Pak Leonardo?" tanya Kiara.
"Kenapa bertanya seperti itu?" Monika balik bertanya dengan wajah yang sedikit memerah.
"Tidak apa-apa. Dari tadi Kak Monika memujinya terus." Kiara tersenyum manis memperlihatkan deretan giginya yang rapih.
"Benarkah? Aku memujinya karena Pak Leo adalah Bosku dan aku sekretaris pribadinya." Monika mencoba mengelak dengan memberikan jawaban yang masuk akal.
Kiara hanya tersenyum tidak menanggapi, di dalam hatinya dia tahu kalau Monika menyukai Pak Leo. Dia bukan anak bau kencur yang tidak mengerti tentang perasaan wanita ke laki-laki.
"Jadi itu Presdir Leonardo, bos Papa. Masih muda dan gagah sekali," puji Bagas.
"Iya, umurnya sudah 30 tahun tetapi wajahnya terlihat masih muda. Pak Leo ini punya pemikiran yang brilian, beberapa kali Papa pernah ikut meeting dengannya. Banyak yang bilang, sosok Leonardo tidak semanis penampilannya."
"Maksudnya?" tanya Bagas penasaran.
"Kamu masih kecil untuk memahami hal seperti itu, di dalam dunia bisnis banyak hal yang tidak kamu pahami. Kamu harus mengenal siapa lawan dan siapa kawan. Yang kuat yang akan bertahan."
Semua tamu undangan di minta untuk berdiri pada saat Presdir memotong kue tart. Suara tepuk tangan terdengar menggema di ruangan, senyum kemenangan nampak terlihat jelas di wajah Leo. Dirinya merasa bangga telah berhasil berada di puncak seperti sekarang.
Kiara mau tidak mau akhirnya ikut berdiri juga dan bertepuk tangan. "Kapan acara ini selesai, kenapa aku jadi terjebak di sini? Dimanakah Bagas?" Ucapnya di dalam hati. Kiara mengedarkan pandangannya ke sekeliling tetapi tidak terlihat keberadaan kekasihnya karena terhalang orang-orang yang berdiri.
Selesai memotong kue, satu per satu para tamu memberikan ucapan selamat. Beberapa klien juga terlihat memberikan cindera mata. Musik yang dimainkan dari awal acara, ikut memberikan warna di malam itu.
Semua orang nampak bahagia di acara perayaan tersebut kecuali laki-laki yang berdiri di dekat jendela, dengan dua orang bodyguard di samping kanan dan kirinya. Matanya menatap tajam penuh kebencian. "Leonardo, tunggulah kehancuran dirimu. Nyawa di balas nyawa. Sebelum waktu itu tiba, nikmatilah hari-harimu dengan sebaik-baiknya. Aku akan membuatmu hancur perlahan-lahan sampai kamu tidak menginginkan kehidupan lagi." Laki-laki tersebut lalu melangkah ke luar di ikuti dua bodyguardnya.
"Kiara, ayo ikut denganku ke depan. Kita juga harus memberikan ucapan selamat," ajak Monika. "Lihatlah, para tamu sudah mulai berkurang di depan. Ayo."
"Kakak duluan saja, nanti aku menyusul," Kiara menolak secara halus. Pandanganya menyapu ke seluruh ruangan, sampai akhirnya dia melihat Bagas sedang bersama orang tuanya.
"Kamu yakin tidak mau ikut ke depan?" tanya Monika ulang untuk memastikan.
"Iya kak, duluan saja. Aku harus menemui seseorang. Aku ke sana dulu kak." Kiara buru-buru pergi, menghampiri Bagas dan orang tuanya.
Di depan, Leo sibuk menerima ucapan selamat di dampingi beberapa orang. Nampak juga di samping Leo, Pak Bayu sahabat sekaligus orang kepercayaannya ikut serta mendampingi.
"Pak Leo, selamat atas keberhasilannya. Semoga perusahaan kita semakin bertambah jaya." Monika memberi ucapan selamat ke Leo.
"Terima kasih, Monika," jawab Leo datar, matanya seperti sedang mencari seseorang.
Monika hanya mendapat jawaban datar seperti itu, cuma bisa tersenyum pahit padahal di acara ini khayalannya sudah berekspektasi tinggi. Dia berharap hubungannya dengan Leo bukan sekedar pelepas nafsu saja. Angan hanyalah tinggal angan saja, Monika kembali harus tersadar kalau dirinya sama sekali tidak ada artinya di dalam hati Leo.
"Di mana temanmu?" tanya Leo ke Monika.
"Teman? Siapa?" Monika balik bertanya karena di sini hampir semuanya teman kantor.
"Kiara," jawab Leo.
Bayu yang mendengar percakapan Leo dan Monika, ikut menimpali, "Kiara siapa? aku baru mendengarnya."
"Teman baruku, gadis muda. Dia masih sekolah," jawab Monika. "Tadi dia pergi buru-buru, aku tidak melihatnya ke mana. Karena aku juga akan ke sini."
Hati Leo kesal, padahal dari tadi dia berharap Kiara akan datang dan memberinya ucapan selamat. Selama berada di depan, pandangannya terus saja melihat ke tempat di mana Kiara berada. Terkadang matanya bertemu dengan iris mata Kiara yang menimbulkan jantungnya berdetak dengan cepat.
"Apa Kiara salah satu anak dari tamu undangan atau anak karyawan di sini?" tanya Bayu penasaran karena dia tahu kalau Leo sampai menanyakannya berarti seseorang itu istimewa.
"Aku tidak tahu, tidak sempat menanyakannya," jawab Monika.
Leo merapatkan badannya ke Bayu dan berbisik, "Tugasmu sekarang mencari tahu siapa Kiara. Aku ingin mendapatkan informasi tentang dia secepatnya."
Bayu menatap Leo heran. "Siap Bos besar, perintah di laksanakan." Bayu tersenyum penuh arti.
Alunan musik yang melankolis, membuat suasana yang tadi sempat ramai sekarang menjadi tenang. Malam mulai beranjak ke tengah malam, acara berganti menjadi lebih syahdu.
Jangan lupa tinggalkan komentar atau vote di setiap chapter