"Cape bicara sama Papah dan Mamah. Intinya Papah dan Mamah jangan berharap lebih dengan hubungan Aksa dan Cantika."
Setelah itu Aksa langsung pergi meninggalkan Mamah dan Papahnya. Aksa memilih untuk pergi ke kamarnya. Karena Aksa sudah malas untuk bertengkar dengan kedua orangtuanya.
"Aksa, Aksa," teriak Papahnya memanggil Aksa.
"Udah lah Pah. Kita biarin dulu Deon mau seperti apa sekarang. Namanya juga orang lagi jatuh cinta. Pasti lagi di butakan dengan cintanya. Nanti lama kelamaan dia juga paham kalo apa yang dilakukan oleh kita itu emang untuk kebaikannya."
"Tapi anak itu udah kurang hajar, Mah. Beran-beraninya dia bicara seperti itu di depan orangtuanya."
"Udah, Pah. Sabar."
Akhirnya Papah Aksa bisa lebih tenang sedikit setelah di tenangi oleh istrinya. Setelah itu Mamah dan Papah Aksa melanjutkan mengerjakan pekerjaan mereka berdua. Karena mereka berdua memang selalu di sibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing. Sampai-sampai mereka lupa ada anak yang harus mereka perhatikan.
Dari kejauhan ternyata sudah ada asisten rumah tangga mereka yang mendengar keributan antara Aksa dan kedua orangtuanya. Bi Inah yang sudah mengurus Aksa sejak bayi merasa kasihan dengan Aska. Apalagi Bi Inah tahu jika selama inii Aksa dan kedua orangtuanya sendiri tidak pernah akur. Selalu ada saja permasalahan yang mereka bertiga ributkan.
"Kasihan banget si Aden. Pasti Aden sedih banget sama semua ini. Aku tau kalo Den Aksa pasti mencintai Cantika memang tulus dari hatinya. Tapi sayangnya Tuan dan Nyonya justru malah memanfaatkan keadaan ini demi keuntungan mereka berdua. Kalo gitu aku bawain Den Aksa makanan dan minuman kesukaan dia deh. Siapa tau juga si Aden butuh teman cerita," pikir Bi Inah di dalam hatinya.
Kemudiaan Bi Inah segera menyiapkan makanan dan minuman kesukaan Aska. Bi Inah sudah sangat hafal dengan apa yang tidak di sukai Aksa dan yang menjadi kesukaannya. Bahkan Mamah dan Papahnya justru malah tidak mengetahuinya. Setelah itu Bi Inah langsung membawakannya ke kamar Aksa.
Tok... Tok... Tok...
"Aden. Ini Bibi, Den," panggil Bi Inah.
Karena Aksa sudah merasa sangat nyaman dengan Bi Inah, Aksa selalu mengizinkannya untuk masuk ke dalam kamarnya. Walaupun sekarang ini keadaan Aksa sedang tidak baik-baik saja.
"Masuk aja Bi. Pintunya ga di kunci kok."
"Baik, Den."
Setelah mendapatkan izin dari Aksa untuk masuk ke dalam kamarnya, Bi Inah pun langsung masuk. Ternyata di dalam kamarnya Aksa sedang memainkan gitarnya sambil duduk di atas kasur dengan wajah yang sangat muram. Membuat Bi Inah semakin merasa kasihan dengannya.
"Ini, Den. Bibi udah bawain makanan kesukaan Aden," ucap Bi Inah.
"Makasih, Bi. Tapi seharusnya Bibi ga usah repot-repot. Soalnya saya juga lagi ga nafsu makan," jawab Aksa tanpa semangat sedikit pun.
"Aden jangan begitu. Biar bagaimana pun, apapun itu masalahnya, Aden harus tetap makan. Karena yang peduli sama tubuh kita itu ya diri kita sendiri. Aden harus bisa menjaganya untuk orang-orang yang Aden sayang."
Bi Inah justru memberikan nasihat kepada Aksa dengan sangat lembutnya. Tetapi tanggapan Aksa hanya diam saja seribu bahasa tanpa menjawabnya satu kata pun. Membuat Bi Inah merasa tidak enak karena sudah lancang menasihati anak boss nya sendiri.
"Aduh, maaf ya Aden. Bibi jadi sok tau kaya gini. Bibi jadi nasihat Aden kaya gini. Maafin Bibi ya, Den. Bibi ga maksud untuk menggurui kamu," sambung Bi Inah kembali.
"Ga apa-apa, Bi. Bibi ga salah. Makasih ya, Bi. Karena Bibi selalu ingatin Aksa kebaikan terus. Bahkan Mamah dan Papah aja ga pernah seperti ini ke Aksa."
"Makasih, Den. Bibi ngerti kok perasaan Aden Aksa sekarang seperti apa. Tadi ga sengaja Bibi dengar semua percakapan antara Aden, Tuan dan Nyonya. Bibi ngerti gimana perasaan cinta kamu ke Non Cantika Pasti sangat tulus kan? Kalo Non Cantika itu memang kebahagiaan untuk Aden dengan Non Cantika yang apa adanya, maka lanjutkan saja, Den. Karena mencari kebahagiaan itu lebh sulit daripada mencari harta."
"Apa yang Bi Inah bilang benar banget. Kenapa si malah Bi Inah yang selalu bisa ngertiin gua. Kenapa Mamah sama Papah gua malah selalu ga sependapat sama gua," ucap Aksa di dalam hatinya.
"Maaf ya Den, Bibi udah lancar lagi bicara seperti itu sama Aden. Bibi cuma mau liat Aden bahagia tanpa beban. Karena Aden itu udah Bibi anggap sebagai anak Bibi sendiri. Gimana engga. Aden udah Bibi rawat dari Aden baru lahir sampai sebesar ini. Hehehe," sambung Bi Inah.
"Iya, ga apa-apa, Bi. Bibi benar kok. Bibi emang selalu ngertiin perasaan Aksa. Kalo Aksa bisa pilih di lahirkan dari rahim siapa, Aksa akan lebih memilih untuk di lahirkan dari rahim Bibi daripada dari rahim Mamah."
"Huss. Aden ga boleh bicara seperti itu ah. Ga baik. Biar bagaimana pun Nyonya itu adalah Ibu kandung Aden. Nyonya dan Tuan juga sebenarnya sayang banget sama Aden. Cuma penyampaiannya aja yang salah. Nyonya juga kan selama ini udah kasih ASI ke kamu, udah ngelahirin kamu. Jadi kamu harus bersyukur telah di lahirkan dari rahim wanita hebat seperti Nyonya."
"Iya, Bi. Bibi emang terbaik. Sini Bi, peluk dulu."
Tiba-tiba saja Aksa langsung memeluk Bi Inah tanpa seizinnya terlebih dahulu. Entah kenapa juga pelukan Bi Inah terasa sangat hangat. Bahkan Aksa tidak pernah merasakan pelukan hangat dari Ibu kandungnya sendiri. Karena sudah terlalu lama Aksa tidak bisa berada di sisi Mamahnya akibat Mamahnya terlalu sibuk bekerja. Dengan alasan semua itu demi kebaikan Aksa. Padahal belum tentu Aksa merasa baik dengan apa yang sudah dilakukan olehnya.
"Yaudah kalo gitu Bibi keluar ya, Den. Jangan lupa di makan makanannya. Kalo ada apa-apa panggil Bibi aja ya, Den," ucap Bi Inah.
"Iya, Bi. Sekali lagi makasih banyak ya, Bi."
"Iya, Den. Sama-sama."
Setelah selesai berpelukan, Bi Inah pun langsung pergi keluar dari dalam kamar Aksa. Karena Bi Inah juga mengerti bagaimana perasaan Aksa saat ini. Pasti Aksa sedang membutuhkan waktu sendirian untuk menenangkan pikiran dan juga emosinya. Setelah itu Aksa juga langsung memakan makanan yang sudah di buatkan oleh Bi Inah. Ketika Aksa sedang makan, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Aksa yang tidak pernah ketinggalan dari handphonennya pun langsung mengeceknya.
"Cantika?" ucap Aksa.
Ternyata yang menelleponnya kali ini adalah Cantika. Calon istrinya kelak. Tanpa berpikir panjang lagi sudah pasti Aksa langsung mengangkat telepon darinya. Karena mendapatkan telepon dari Cantika adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi Aksa. Sebuah kebagaiaan yang sederhana. Betapa pentingnya Cantika di mata Aksa.
-TBC-
"Apa yang Bi Inah bilang benar banget. Kenapa si malah Bi Inah yang selalu bisa ngertiin gua. Kenapa Mamah sama Papah gua malah selalu ga sependapat sama gua," ucap Aksa di dalam hatinya.
"Maaf ya Den, Bibi udah lancar lagi bicara seperti itu sama Aden. Bibi cuma mau liat Aden bahagia tanpa beban. Karena Aden itu udah Bibi anggap sebagai anak Bibi sendiri. Gimana engga. Aden udah Bibi rawat dari Aden baru lahir sampai sebesar ini. Hehehe," sambung Bi Inah.
"Iya, ga apa-apa, Bi. Bibi benar kok. Bibi emang selalu ngertiin perasaan Aksa. Kalo Aksa bisa pilih di lahirkan dari rahim siapa, Aksa akan lebih memilih untuk di lahirkan dari rahim Bibi daripada dari rahim Mamah."
"Huss. Aden ga boleh bicara seperti itu ah. Ga baik. Biar bagaimana pun Nyonya itu adalah Ibu kandung Aden. Nyonya dan Tuan juga sebenarnya sayang banget sama Aden. Cuma penyampaiannya aja yang salah. Nyonya juga kan selama ini udah kasih ASI ke kamu, udah ngelahirin kamu. Jadi kamu harus bersyukur telah di lahirkan dari rahim wanita hebat seperti Nyonya."
"Iya, Bi. Bibi emang terbaik. Sini Bi, peluk dulu."
Tiba-tiba saja Aksa langsung memeluk Bi Inah tanpa seizinnya terlebih dahulu. Entah kenapa juga pelukan Bi Inah terasa sangat hangat. Bahkan Aksa tidak pernah merasakan pelukan hangat dari Ibu kandungnya sendiri. Karena sudah terlalu lama Aksa tidak bisa berada di sisi Mamahnya akibat Mamahnya terlalu sibuk bekerja. Dengan alasan semua itu demi kebaikan Aksa. Padahal belum tentu Aksa merasa baik dengan apa yang sudah dilakukan olehnya.
"Yaudah kalo gitu Bibi keluar ya, Den. Jangan lupa dimakan makanannya. Kalo ada apa-apa panggil Bibi aja ya, Den," ucap Bi Inah.
"Iya, Bi. Sekali lagi makasih banyak ya, Bi."
"Iya, Den. Sama-sama."
Setelah selesai berpelukan, Bi Inah pun langsung pergi keluar dari dalam kamar Aksa. Karena Bi Inah juga mengerti bagaimana perasaan Aksa saat ini. Pasti Aksa sedang membutuhkan waktu sendirian untuk menenangkan pikiran dan juga emosinya. Setelah itu Aksa juga langsung memakan makanan yang sudah di buatkan oleh Bi Inah. Ketika Aksa sedang makan, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Aksa yang tidak pernah ketinggalan dari handphonennya pun langsung mengeceknya.
"Cantika?" ucap Aksa.
Ternyata yang menelleponnya kali ini adalah Cantika. Calon istrinya kelak. Tanpa berpikir panjang lagi sudah pasti Aksa langsung mengangkat telepon darinya. Karena mendapatkan telepon dari Cantika adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi Aksa. Sebuah kebagaiaan yang sederhana. Betapa pentingnya Cantika di mata Aksa.
"Hallo, Cantika. Kenapa? Tumben kamu telepon aku."
"Emangnya ga boleh ya kalo aku telepon kamu? Yaudah deh nih aku matiin lagi aja ya?"
"Eh, eh, bencanda sayang. Jangan ngambek dong."
"Lagian si...."
Aksa dan Cantika berpacaran seperti layaknya anak muda pada umumnya. Yang terkenal dengan alay, emosian dan baperan. Wajar saja, karena cinta mereka berdua bisa dibilang sebagai cinta monyet. Walaupun mereka berdua sudah berniat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius nantinya.
"Iya, iya maaf. Jadi kenapa kamu telepon aku?"
"Hmm, ga apa-apa si. Kamu lagi ngapain?"
"Ga lagi ngapa-ngapain si. Aku lagi di kamar aja. Soalnya aku juga lagi ada sedikit masalah sama Mamah dan Papah aku."
"Ohh gitu. Yaudah kalo gitu udah dulu ya. Sampai ketemu besok sayang. Byee..."
"I... Iya. Bye..."
Tiba-tiba saja Cantika memutuskan sambungan teleponnya di saat Aksa sedang ingin menceritakan masalahnya dengan kedua oragtuanya. Padahal saat ini Aksa sedang sangat membutuhkan sosok Cantika yang bisa mendengarkan curahan hatinya. Perlakuan Cantika kali ini membuat Aksa berpikiran yang berlebihan tentangnya.
"Cantika kenapa ya? Kenapa kayanya dia ga mau banget dengarin cerita gua? Apa dia emang ga mau ya dengarin keluh kesah gua? Tapi kenapa?" pikir Aksa di dalam hatinya.
Tetapi walaupunbegitu, Aksa tetap berpikiran positfif tentang Cantika. Aska menghempaskan segala pemikirannya yang jelek-jelek tentang Cantika.
*****
Hari sudah berganti. Hari ini adalah hari Senin. Dimana kebanyakan dari para murid tidak suka dengan yang namanya hari Senin. Selain karena setelah liburan dua hari kemarin membuat mereka malas kembali sekolah, juga karena mereka sangat malas untuk mengikuti upacara di sekolah. Karena mereka semua harus berpanas-panasan di lapangan sekolah hingga berjam-jam. Belum lagi harus mendengarkan pidato yang sangat membosankan. Tetapi titu semua tidak berlaku bagi Aksa. Di hari apapun Aksa akan tetap bersemangat bersekolah. Karena Aksa semangat untuk bertemu dengan Cantika di sana.
Ketika Aksa hendak pergi, ternyata masih ada Mamah dan Papahnya di rumah. Mereka berdua sedang sarapan bersama. Tetapi Aksa mengabaikannya begitu saja.
"Aksa. Makan dulu sini sayang," panggil Mamahnya yang tidak mendapatkan jawaban apapun dari Aksa. Aksa langsung keluar rumahnya begitu saja tanpa berpamitan terlebih dahulu dengan Mamah dan Papahnya.
"Kamu liat tuh anak kamu. Apa sopan dia seperti itu sama orangtua?" ucap Papahnya Aksa.
"Mungkin dia masih kesal sama kita gara-gara yang kemarin, Pah. Lagian pagi ini pasti Aksa juga mau jemput Cantika. Udah lah biarin aja."
"Terserah kamu."
Kemudian setelah itu Mamah dan Papah Aksa melanjutkan sarapan mereka berdua tanpa Aksa. Setelah itu baru mereka akan berangkat ke kantor mereka masing-masing untuk bekerja.
*****
Aksa melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Selain karena kali ini Aksa masih kesal dengan Mamah dan Papahnya, tetapi karena Aksa juga ingin cepat sampai di rumah Cantika. Supaya Cantika dan dirinya tidak telat sampai di sekolah. Setelah melakukan perjalanan selama beberapa menit, kini akhirnya Aksa tiba di rumah Cantika. Dan di rumahnya ternyata Cantika sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Hanya tinggal menunggu kekasihnya untuk menjemput ke rumahnya pagi ini.
Setelah tiba di rumah Cantika, Aksa langsung masuk ke dalam rumah Cantika. Di sana sudah ada Cantika an Mamahnya. Sedangkan Papahnya tidak terlihat pada pagi ini.
"Permisi. Tante, Cantika," ucap Aksa.
Aksa memang selalu bersikap manis dan sopan santun ketika bertamu ke rumah Cantika. Bukan karena Aksa sedang mengambil perhatian kedua orangtua Cantika, tetapi menurutnya keluarga Klarybel memang wajib untuk di hormati. Karena mereka semua adalah orang-orang baik. Dan baginya, Mamah Papahnya sendiri tidak mencerminkan jika mereka adalah orang baik.
"Eh, Aksa. Masuk sini, nak. Kamu udah sarapan belum? kalo belum, sarapan dulu sini," jawab Mamahnya Cantika.
"Makaish, Tante. Tadi Aksa udah sarapan di rumah. Om kemana Tante? Kok ga keliatan?" jawab Aksa dengan berbohong.
"Papahnya Cantika udah berangkat ke kantor barusan."
"Oh gitu..."
"Mamah sama Papah kamu gimana? Mereka sehat kan?" tanya Mamahnya Cantika.
Mendengar pertanyaan dari Mamah Cantika membuat wajah Aksa sedikit muram. Karena sekarang ini hubungan Aksa dengan kedua orangtuanya sedang tidak baik. Mamah Cantika yang sudah bertanya seperti itu pun merasa tidak enak dengan Aksa.
-TBC-
您可能也喜歡