Hugo menganga. Ia masih mencerna apa yang dikatakan Illona.
"Jangan bicara seperti itu. apa kamu tahu? Sekarang ini kamu benar-benar terlihat cantik," ucap laki-laki itu. beberapa kalimat pujian yang kemudian keluar dari bibir Hugo, membuat Illona merasa nyaman dan jauh lebih tenang.
"Terima kasih, Hugo!" Illona tersenyum senang. Ia kemudian mengajak laki-laki itu untuk segera berangkat dan dia pun mendapat respon anggukan dari Hugo.
Kedua remaja itu pergi menuju pusat perbelanjaan dengan menaiki bus. Karena bagaimanapun juga, mereka masih berada dalam usia yang tidak diperbolehkan berkendara sendiri.
Selama perjalanan Illona tidak berhenti tersenyum. Selain senang karena dapat pergi berdua saja dengan Hugo, ia juga senang karena itu pertama kalinya ia pergi keluar setelah sekian lama.
Illona memang tidak pernah pergi jalan-jalan. Seumur hidupnya ia hanya pernah keluar beberapa kali karena dipaksa oleh Sarah. Itu pun sudah berlalu beberapa tahun silam. Jadi saat ini, gadis yang seolah menyerupai burung yang keluar dari sangkarnya, benar-benar merasa bahagia.
"Kamu senang?" tanya Hugo sembari memiringkan kepalanya agar dapat melihat gadis yang duduk di sampingnya.
"Apa terlihat jelas?" Illona berbalik bertanya. "Sejujurnya, ini kali pertamaku pergi bukan untuk bekerja atau sekolah," imbuh gadis yang menorehkan senyum manis di wajahnya.
"Benarkah? Jadi sebelum aku, siapa orang beruntung yang bisa mengajak gadis cantik ini pergi?" Hugo tersenyum polos tanpa tahu kalau kata-katanya berhasil membuat Illona malu dan senang karena pujiannya itu.
Dengan wajah tersipu Illona menjawab, "Namanya Sarah. Dia satu-satunya sahabatku. Orang yang selalu di sampingku saat orang lain menjauhiku."
Karena pembahasan itu, Illona pun jadi menceritakan tentang Sarah kepada Hugo. Ia bercerita dengan penuh semangat hingga membuat laki-laki yang duduk di sampingnya mendengarkan dengan penuh antusias. Bahkan tidak jarang Hugo sampai terkekeh atau hanya sekadar memperlihatkan senyum manis di wajah tampannya.
Kisah yang Illona ceritakan terpaksa berakhir saat bus yang mereka naiki sudah berhenti di halte tempat tujuan. Karena baru menyadarinya, Illona pun salah tingkah dan meminta maaf pada Hugo karena sepanjang perjalanan harus mendengarkan ceritanya yang membosankan.
Hugo tertawa. Ia berkata bahwa dirinya justru senang bisa mendengar Illona bercerita. Terlebih lagi menurut Hugo, ini pertama kalinya ia mendengar gadis itu berbicara panjang lebar.
Wajah Illona memerah. Ia merasa malu karena memang apa yang Hugo katakan benar adanya.
"Lalu di mana sahabatmu itu? Dia tidak satu sekolahan dengan kita?" tanya Hugo agar pikiran Illona teralihkan dan membuatnya lebih tenang.
Gadis itu menggeleng. Sembari berjalan menuju bioskop, Illona menjawab pertanyaan Hugo. "Dia di luar negeri. Jadi ... sekarang aku tidak punya siapa-siapa di sini."
Hugo menghentikan langkah hingga membuat Illona melakukan hal yang sama. Laki-laki itu kini bergegas berdiri tepat di hadapan Illona.
"A-ada apa, Hugo?" tanya Illona gugup. Ia menatap sekitar karena banyak mata yang memandang ke arah mereka. Bagi Illona yang tidak pernah berduaan dengan lelaki, ia merasa gugup dan juga takut kalau-kalau ada orang yang memarahinya dan Hugo. Padahal sejak tadi ia sudah melihat pasangan remaja lain yang bermesraan.
Sembari menggapai tangan Illona, Hugo berkata, "Jangan bilang begitu! Kamu tidak sendiri. Ada aku di sini!"
Lagi-lagi wajah Illona memerah. Bukan hanya karena perkataan Hugo, tetapi juga karena semakin banyak mata yang memandang ke arahnya. Hal itu pun membuat Illona menepis tangan Hugo dan membuat laki-laki itu terkejut.
Mata Illona membulat. "Ma-maaf, Hugo! Aku tidak sengaja," ucap Illona dengan suara bergetar. Gadis yang tengah panik dengan segera menjelaskan alasannya menepis tangan laki-laki itu. Sebab, ia tidak mau ada kesalahpahaman di antara mereka.
"Tidak apa-apa Illona, aku hanya terkejut saja," sahut Hugo. Laki-laki itu lantas mengajak Illona untuk melanjutkan kembali langkah mereka.
Setibanya di bioskop, kedua remaja itu berdiri berdampingan dan melihat daftar film apa yang akan mereka tonton. Baik Illona maupun Hugo sama-sama tidak melihat jadwal film sebelumnya, sebab keduanya sepakat ingin melakukannya bersama-sama, seperti yang mereka lakukan saat ini.
Keputusan yang dipikir akan baik-baik saja ternyata tidak sesuai harapan. Jadwal film di hari itu hanya ada sedikit dan beberapa di antaranya adalah film dengan rating dewasa yang tidak mungkin mereka tonton. Sedangkan film lain yang aman untuk usia Illona dan Hugo adalah film horor dan kartun.
Kedua remaja itu kini saling tatap dengan wajah memerah.
"Ma-maaf, Illona. Seharusnya aku mengecek jadwalnya sejak kemarin," ucap Hugo yang merasa bersalah.
Illona tersenyum. Ia tidak mau membuat Hugo merasa bersalah, karena bagaimanapun dirinya juga salah karena tidak mengecek sebelumnya.
"Tidak apa-apa Hugo, tenang saja. Kan masih ada film lain," sahut Illona. Sejujurnya, dia sama paniknya dengan Hugo. Namun, gadis itu sedang berusaha tenang agar laki-laki yang bersama dengannya tidak semakin merasa bersalah.
"Film lain?" ucap Hugo lirih. Ia kembali melihat ke arah jadwal film. "Kartun? Tidak mungkin 'kan? Pasti berisik karena banyak anak-anak yang datang."
Mendengar perkataan Hugo, Illona terdiam sembari berkedip tegang. Memang, suasana bioskop kali ini dipenuhi oleh anak-anak karena banyak kartun yang tayang. Namun, Illona yang tidak berani menonton horor, berharap Hugo tidak akan memilihnya.
"Jadi, kita nonton horor?" tanya Hugo sembari menatap ke arah Illona. Laki-laki itu berkedip dan dia pun mulai menyadari raut Illona yang tampak tidak baik. "Apa kamu takut? Apa kita lihat yang lain saja? Ah, atau mau pergi ke tempat lain?" tanya Hugo lagi. Ia sadar bahwa dirinya asal mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan bagaimana usulan Illona.
"Ah, ti-tidak! Aku tidak takut!" Meski berkata demikian, suara Illona terdengar jelas sedang bergetar.
"Benar? Tidak masalah jika kita pergi ke tempat lain," sahut Hugo. Ia masih merasa kalau Illona hanya mencoba tenang saja. Namun, karena gadis itu bersikeras, akhirnya Hugo menurutinya.
Laki-laki itu meminta Illona untuk menunggu di ruang tunggu, sedangkan dia sendiri akan pergi membeli minuman dan popcorn serta tiket. Awalnya gadis itu ingin ikut, tetapi karena ramai, akhirnya dia pun menuruti perkataan Hugo dan memilih menunggu.
"Hah, memang lebih baik aku menunggu di sini. Tapi bagaimana ini, aku tidak bisa tenang. Jantungku berdetak kencang sekali," gumam Illona dengan tangan yang terasa dingin.
Saat gadis itu tengah gugup, ia menyadari bahwa sejak tadi ada beberapa mata yang menatap ke arahnya. Illona tidak tahu alasan mereka melihatnya. Mungkin karena ia seorang diri di tengah keramaian, begitu pikirnya.
Karena pikiran positif tersebut, Illona pun memutuskan untuk mengabaikan mereka. Ia juga merasa bahwa itu hak mereka untuk melihat apa yang tertangkap oleh mata. Akhirnya, gadis itu pun kembali menenangkan diri di tengah keramaian yang berlalu-lalang di sekitar.