"Siapa dia"
"Aku juga baru melihatnya!".
"Tampan sih! Tapi sombong!"
"Sepertinya dia sedang mencari seseorang!".
"Lihat gayanya!".
"Ya ampun! Aku sudah tak tahan melihat ini!"
"Aih sebaiknya aku masuk saja melihat wajah tersenyum Arsen lebih menyegarkan dari pada melihat wajah sombong itu!".
Tiba-tiba "Hei kau!" Pria yang mereka bicarakan akhirnya bersuara "Kau yang sedang berjalan!".
Nesa yang tadinya akan pergi ke kelas untuk melihat wajah tampan Arsen mendadak berhenti dan melotot tajam pada cowok itu "Bicara denganku!".
Cowok tampan sombong itu mengangguk dan berjalan mendekati Nesa dengan angkuh, Nesa merasa bisa melihat hidungnya mengarah ke langit. "Tadi aku mendengar kau menyebutkan Arsen!" Cowok itu mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah foto "Apa Arsen yang kau maksud itu.. Dia?!".
Nesa diam wajahnya masih berkerut kesal tidak ingin bicara.
"Siapa kau!?"
"Aku!" tanya cowok sombong itu! "Kakaknya!"
Nesa terdiam tapi sebuah suara menghentikan perdebatan mereka "Aku tidak memiliki kakak!" Nesa melihat kedatangan Arsen yang sepertinya tidak menyukai orang yang menyebutnya sebagai kakak itu. melihat hubungan dua orang itu tidak baik, Nesa memilih pergi meninggalkan mereka berdua saling menatap tajam "Kenapa kau di sini!"
Cowok tampan sombong itu terkekeh "Apakah aku harus memiliki alasan untuk bertemu dengan adik ku sendiri?"
"Sudah aku bilang! Aku tidak memiliki kakak! Ibuku hanya melahirkan satu anak dan itu adalah aku!" kata Arsen dingin. Elise yang kebetulan berada tidak jauh dari sana melihat dan mendengar pembicaraan mereka.
"Kau sangat keras kepala! Padahal apa salahnya menuruti keinginan ibu! Kau akan hidup mewah dan nyaman dari pada seperti ini belum tentu kau akan berhasil!"
Arsen mengepalkan tinjunya "Pergi dari sini! Bukankah tempat ini tidak selevel dengan gaya mu!" sindir Arsen. Membuat cowok tampan itu melotot tidak suka pada Arsen.
Sambil menunjuk wajah Arsen dia melangkah pergi dan meninggalkan ancamannya "Tunggu dan lihat saja! Kau tidak akan bisa pergi ke sana!"
Alea yang super penasaran datang mendekat "Siapa dia! Sombong sekali!"
"Anak pelayan ibuku! Yang naik pangkat karena menikah dengan ayahku!" kata Arsen datar tanpa menutupi apa pun dari Alea.
Alea mengangguk "Ooo.. orang kaya baru! Ada apa dengannya!"
"Entah lah!" Arsen tidak ingin membahas masalah keluarganya pemuda itu segera beralih dan melihat Elise yang berdiri tidak jauh darinya. Seketika pemuda itu tersenyum lebar wajah kesalnya hilang seketika.
Elise yang melihat itu mengerut kening sambil berkata "Aneh!"
"Elise...kau mau pergi ikut makan bersamaku?" tanya Arsen gembira.
"Tidak minat!" Elise hendak berlalu pergi.
Arsen mengerucutkan bibirnya membuat kening Elise semakin berkerut "Hari ini ulang tahunku."
Elise menghentikan langkahnya, gadis itu menghela napas "Kau ingin makan apa?!"
Seketika senyum lebar terkembang di bibir Arsen sebelah tangannya mengepal sambil berbisik 'yes'. Dan Alea yang juga melihat itu mengacungkan jempolnya pada Arsen tidak lupa memberinya semangat.
"Cumi pedas manis!"
Tanpa kata Elise memutar langkahnya keluar dari komplek kursus menuju warung makan tempat biasa mereka nongkrong. Sampainya di sana Elise memesan cumi pedas manis keinginan Arsen.
"Kau ingin minum apa?!"
"Minum cintamu.."kata Arsen asal. Elise seketika melotot, pemuda itu terkekeh "Sama kan denganmu.."
Elise merasa aneh, selama satu minggu lebih ini, dia belum pernah melihat Arsen memesan menu cumi pedas manis. Apakah dia ketularan dirinya yang suka makan cumi pedas manis?
"Ini, makanlah.. apa kau juga menginginkan kue dengan lilin di atasnya?" tanya Elise lagi.
Arsen tersenyum lalu menggeleng sambil berkata dengan tatapan lembut pada Elise "…Tidak! Aku hanya butuh kau! Melihatmu duduk nyata di hadapanku itu sudah cukup."
Arsen menatap cumi pedas manis di hadapannya ragu-ragu. Elise berkata "Kenapa? Bukankah kau ingin cumi pedas manis kenapa tidak di makan?"
Arsen menggesernya ke dapan Elise "Kau makanlah, ini hadiah ulang tahunku untuk mu!"
"Tapi?"
"Tidak apa-apa! Aku masih ingin melakukan sesuatu bersama mu! Dan tidak ingin hari ini rusak begitu saja." Meskipun bingung Elise tetap mengambil cumi pedas manis dan memakannya. Sedangkan Arsen hanya menikmati minuman dinginnya, dan terus menatapnya.
"Kau ingin hadiah apa dariku?" tanya Elise kemudian setelah menghabiskan cumi pedas manisnya.
"…Kau.. bisakah.. bersamaku selama tiga hari?"
"Kenapa?"
"Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu selama tiga hari?"
"Kenapa?"
"Karena itu adalah hadiah ulang tahun ku darimu?"
"Kenapa?"
Arsen bingung karena Elise hanya bertanya kenapa? Dan kenapa? Padanya. "Apa maksudmu kenapa?"
"Kenapa kau membutuhkan waktu hanya tiga hari? Apakah setelah itu kau akan menghilang?"
Arsen tersedak minuman yang sedang ia nikmati, matanya gelisah "Bagaimana mungkin aku bisa menghilang! Di saat aku sedang berusaha mengejar calon pacar masa depanku!"
Elise tersenyum tipis "Baik! Kita mulai hari ini, kemana kau akan pergi!"
"Taman Kilisuci!" jawab Arsen semangat.
Elise ingat taman terbuka hijau itu, banyak orang yang datang ke sana sekedar melepas penat dari rutinitas yang padat, bahkan ia sendiri pun juga pernah pergi ke sana sendirian meninggalkan Alea, dan akhirnya setelah kembali ia di omelin habis-habisan. Lebih enak lagi jika ke sana di pagi hari maka udara sejuk akan sangat terasa. Elise melihat jam di pergelangan tangannya. Jam lima sore. Apakah mereka akan melihat pemandangan khas malam dengan cahaya lampu yang berpendar warna warni?
"Kita ke sana pakai apa? Aku tidak mau jalan kaki, terlalu jauh, dan aku juga tidak bisa naik sepeda karena tidak bisa mengendarai nya!"
"Aku akan memboncengmu, kau duduk di belakang dan pegangan padaku."
Elise mengikuti kata-kata Arsen tapi dia hanya memegang baju Arsen saja, membuat cowok itu menghela napas, apakah begitu sulit membuka hatinya. Arsen menarik tangan Elise sampai memeluk pinggangnya "Nah, pegang yang erat seperti ini kau tidak akan terjatuh!"
Arsen tersenyum senang sedangkan Elise kaku tidak ada perubahan apa pun di wajahnya. Arsen mulai mengayuh sepedanya tidak terlalu kencang juga tidak terlalu lambat, angin berhembus di wajah bayi Elise, gadis itu mulai menikmati perjalanan mereka menuju taman.
Sampainya di tempat parkiran Elise turun dan melihat sekeliling semakin ramai dan banyak orang. Sebenarnya dia tidak suka keramaian tapi karena itu adalah permintaan Arsen untuk hadiah ulang tahunnya, ia tidak punya pilihan untuk menolak.
"Baiklah kita sudah sampai! Kemana kau ingin pergi?" tanya Elise.
Arsen melihat sekeliling kemudian menarik tangan Elise masuk ke dalam taman. Elise menatap tangannya yang di pegang oleh Arsen. Elise seperti orang linglung. Arsen berhenti di dekat sebuah air mancur dia melepaskan genggaman tangannya pada Elise mengeluarkan ponselnya.
"Ayo kita berfoto bersama."
"Huh!"
"Berfoto bersama!" kata Arsen mengulang ucapannya, dan menarik bahu Elise untuk mendekat dengannya, kini Arsen seperti sedang memeluk Elise dari samping. Elise menatap wajah Arsen yang tersenyum lebar begitu dekat dengan wajahnya, seketika itu pula Arsen menatap wajah Elise dan… klik!
Satu foto di ambil dengan latar air mancur saat mereka saling menatap.
Elise sedikit mendorong Arsen menjauh, ia hendak memilih sebuah kursi untuk duduk menenangkan jantungnya tapi Arsen kembali menarik tangan Elise membuat mereka kembali saling menatap.
Wajah mereka sangat dekat, semburat cahaya kuning dari sinar matahari yang hampir terbenam membuat pemandangan itu seperti di sebuah adegan film.
Arsen tersenyum tipis "Kau tahu.. ciuman pertamaku telah ku berikan padamu! Dan aku tidak bisa mencium orang lain lagi karena mu.."
Kening Elise berkerut "Apa hubungan ciuman pertama dan mencium orang lain dengan ku?"
"Tentu saja ada!" Arsen semakin mendekatkan wajahnya pada Elise hingga ujung hidung mereka hampir bersentuhan. "… Karena selanjutnya aku hanya akan memberikan ciumanku pada orang yang mengambil ciuman pertamaku!"
Dan detik itu pula Arsen mencium pipi Elise membuat gadis itu terperangah dengan mata melotot. Arsen yang melihat ekpresi Elise tertkekeh dengan mengacak-acak rambut gadis itu, Arsen sedikit menjauh dari Elise dan siap untuk mengambil foto yang lain dengan pemandangan yang semakin menyenangkan mata.
Tanpa sadar sebelah tangan Arsen terangkat dan menyentuh bibirnya kemudian ia tersenyum seperti orang bodoh."Kenapa aku mencium pipinya!" gerutu Arsen dalam hati. Sebenarnya dia ingin mencium bibir Elise tapi karena dia takut mengejutkan gadis itu akhirnya dia hanya mencium pipinya.
Kenyataannya Elise benar-benar terkejut oleh tindakan Arsen.