Asheel sudah selesai merindukan Daevon, dan sekarang dia melanjutkan jalannya mendaki bukit. Omong-omong, Asheel jarang mengakses Dimensional System karena Daevon yang menciptakan sistem itu, dan wanita itu sangat licik karena mampu melacaknya.
Padahal untuk melacak seorang Chaos seharusnya mustahil karena koordinatnya yang terus berubah. Seperti Ophis yang harus mencari keberadaannya dengan susah payah saat masih di dimensi sebelumnya, tapi Daevon mampu melakukannya dan bahkan mengawasinya. Asheel sejak awal sudah mengira jika itu karena Dimensional System miliknya.
Gelarnya yaitu Dewa System memang bukan hanya nama. Dia bisa memprogam sistem sesuka hatinya.
Asheel terus berjalan, dan setelah beberapa saat, dia sampai di tempat tujuan.
Di depannya terdapat sebuah bangunan yang nampak seperti tabung, tapi dari luar itu membentuk tampilan gelas yang biasanya digunakan untuk meminum alkohol. Di sampingnya terdapat piringan yang melayang, dengan tempat itu digunakan sebagai kawasan luar ruangan. Benar-benar gaya bangunan yang menarik.
Tepat di dinding luar bangunan itu terdapat tulisan "Boar Hat".
Lampu Boar Hat menyala terang, banyak orang keluar masuk karena bangunan itu merupakan sebuah Bar. Kebanyakan pelanggan adalah warga desa yang tinggal di luar dinding Liones.
Asheel berjalan mendekat dan membuka pintu.
Blak!
Sunyi....
Yang menyambutnya hanyalah kesunyian saat semua orang menoleh ke arahnya. Beberapa orang disana menjadi tegang ketika melihatnya.
Asheel tidak mempedulikannya dan berjalan mendekati konter, memilih duduk di depan meja bartender.
"Beri aku minuman yang bisa membuatku mabuk." Asheel langsung memesan.
"...."
Ban yang bertugas sebagai koki, dengan canggung menatapnya dari dekat.
'Situasi apa ini?' Dia bertanya-tanya dalam benaknya.
Orang didepannya adalah orang yang sama yang membuat kelompoknya putus asa beberapa saat yang lalu, dan sekarang orang itu mampir di markasnya dan dengan santai memesan minuman.
Membutuhkan waktu cukup lama untuk Ban keluar dari linglungnya. Dia segera melihat sekeliling dengan panik dan menengok kanan kiri seolah mencari sesuatu. Pada saat itulah dia menyadari jika Escanor yang biasanya bertindak sebagai bartender sedang terbaring di tempat tidur.
Merasakan suasananya begitu tegang, para pelanggan lain tidak berani ribut dan hanya bisa menelan ludah.
Suara pijakan tangga terdengar, lalu Elizabeth dan Meliodas muncul diikuti oleh Diane dan King. Gowther yang bekerja sebagai pelayan dari tadi hanya dengan bingung melihat Ban yang sedang panik.
Saat Ban akan menganggapinya dengan satu atau dua kata, seruan suara muncul dan menenangkannya:
"Hei, pria tampan disana. Maaf saja, tapi pesananmu mungkin akan sulit. Bartender kebanggaan kami terluka karena mencoba berkelahi dengan pria nakal. Apakah pesanan biasa tidak apa-apa?" Merlin berkata dengan nada menggoda.
'Nice Merlin!' Dosa lainnya diam-diam mengacungkan jempol padanya meski mereka baru saja meragukannya.
Sejak kebangkitan Asheel, posisi Merlin di Tujuh Dosa Mematikan menjadi canggung, dan sekarang Merlin sedang dihukum yang membuatnya melayani pelanggan dengan seragam pelayan.
Asheel mendongak dan melihat Merlin yang mengenakan seragan pelayan khas Boar Hat, yaitu pakaian tanpa lengan dan berumbai, dan karena betapa ketatnya pakaian itu, bagian perut sedikit terlihat hingga memperlihatkan titik pusarnya. Bagian bawahnya berupa rok pendek yang serasi dengan pakaian atasnya.
Merlin datang dengan membawa nampan di tangannya.
Asheel tertegun sejenak saat dia memeriksa Merlin dari atas ke bawah. "Wanita penghibur?"
"Brengsek!" Merlin langsung melayangkan nampan di tangannya ke kepala Asheel.
Asheel akan menangkisnya dengan tangan, tapi lupa karena tangan kirinya tidak ada lagi, membuat nampan itu mendarat tepat di wajahnya.
Tujuh Dosa Mematikan, Elizabeth, dan Elaine yang baru saja melayani pelanggan langsung menjadi lebih panik ketika menyaksikannya.
"Oho, lelaki berlengan satu. Pasti sulit ya mencari nafkah dengan keadaanmu itu. Mungkin itu karmamu karena membuat beberapa orang kesulitan, Tuan Pelanggan." Merlin tersenyum main-main.
Asheel tidak segera meresponnya saat dia melambaikan tangannya. Satu set pakaian muncul, dan ketika Merlin melihat itu dia langsung mundur selangkah.
"Maaf, tapi aku tidak tertarik menjadi Gadis Penyihir."
Asheel menggelengkan kepalanya sambil menyerahkan set pakaian itu ke depan, "Ini set Bunny Girl."
"...Itu lebih buruk!"
"Aku akan mengabulkan satu permintaanmu jika kamu mengenakan ini untuk satu malam." Asheel menawarkan sambil mengangkat jari telunjuknya.
"....." Merlin ragu-ragu sejenak, harga dirinya dipertaruhkan disini, tapi tawarannya tidak buruk sama sekali. Itu penawaran menguntungkan dari sang Pencipta itu sendiri!
Pada akhirnya, dia setuju: "B-Baiklah..."
Mengambil set pakaian itu dengan tangan bergetar, Merlin langsung lari ke suatu ruangan.
"....."
Suasana menjadi sunyi sekali lagi ketika Asheel melihat sekeliling, memperhatikan penghuni Bar ini dengan sekilas. "Kalian terlihat tidak asing...."
Dia sudah melupakan orang-orang yang baru saja dia buat derita, dan itu adalah kebiasaannya. Dia tidak akan repot-repot untuk mengingat orang atau sekelompok orang yang dia binasakan, kecuali orang itu memberi kesan yang mendalam padanya.
Pada akhirnya, Meliodas melangkah maju dengan waspada. "Apa yang kau lakukan disini?"
Asheel memandangnya sejenak, diam-diam menghitung dalam benaknya sudah berapa kali dia melupakan bocah ini...
Akhirnya dia mengingat Meliodas gara-gara merasakan aura akrab yang terkandung padanya. Tapi dia bingung dengan pertanyaan Meliodas:
"Tempat ini benar-benar sebuah Bar, kan?" Dia melihat sekeliling ruangan. "Apa yang bisa dilakukan oleh orang yang pergi ke Bar? Tentu saja untuk minum!"
'Bukan itu!' Tujuh Dosa Mematikan memikirkannya secara bersamaan.
"Apa kau serius mengatakan itu setelah apa yang kau lakukan pada kami?" Meliodas menganggapinya dengan serius.
"Oh, yang tadi siang. Soalnya kalian menghalangi kebersamaanku bersama Merlin, jadi jangan salahkan aku, ya." Asheel melambaikan tangannya dengan santai.
"....."
Cuma karena itu? Rasanya penderitaan yang mereka rasakan menjadi sia-sia...
"Kalian adalah teman Merlin, kan?" Asheel memandang mereka.
"Y-Ya..." Elizabeth melangkah maju sambil berkata dengan gugup.
"Aku ingin mengucapkan: Terima kasih karena telah menjaga Merlin selama ini, tapi ... kurasa kalian lah yang telah merepotkan Merlin."
Kenyataan itu menusuk seperti panah yang menembus hati mereka. Tapi situasi ini sangat aneh, mereka sudah memandang Asheel sebagai musuh terburuk bagi Britannia, yang bahkan Raja Iblis dimusnahkan olehnya hanya dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Itu membuat suasana menjadi canggung kembali, dan setelah beberapa saat mereka saling pandang satu sama lain dalam pengertian, mereka akan mengajukan lebih banyak pertanyaan tapi terganggu oleh suara disekitar mereka.
"Woah....!"
Kerumunan tiba-tiba menjadi ricuh saat para pelanggan bersiul menyaksikan keindahan sejati muncul dari balik pintu.
Merlin keluar sambil menjelma menjadi Bunny Girl. Dia berjalan dengan menggoyangkan pinggangnya menuju Asheel. "Kau harus menepati janjimu!"
Asheel seperti tidak mendengarkan ketika perhatiannya sepenuhnya terfokus pada memandangi Merlin, memperhatikannya dengan cermat tanpa meninggalkan celah sedikitpun. Tangan yang tersisa digunakan untuk mengelus dagunya.
"Hm, sangat luar biasa. Keinginanku untuk mendorongmu ke bawah pada saat ini juga memuncak!"
"....." Merlin tidak bisa berkata-kata sejenak saat dia memeluk tubuhnya sendiri. "Tahan nafsu birahimu!"
Tapi dia menjadi tidak bisa berkata-kata sekali lagi ketika Asheel tiba-tiba memeluk pinggangnya, menggosok pipinya ke tubuh Merlin.
"Ini efektif."
"Efektif pantatmu, dasar sialan!" Merlin langsung memukul kepalanya.
Asheel bangun sambil memegangi kamera yang tiba-tiba muncul di tangannya. "Aku perlu mengabadikan momen ini."
"Aku tidak ingin kau mengambil gambarku dalam keadaan ini!" Merlin meronta ingin merebut kamera, tapi Asheel hanya mendorongnya.
"Kau harus mematuhiku."
Asheel menjentikkan jarinya, dan tiba-tiba ruang terdistorsi....