下載應用程式
70.45% LOROLOJO: Lord Rord Lort Journey / Chapter 31: Vol II 5『Latihan Fisik itu Berat Tahu』

章節 31: Vol II 5『Latihan Fisik itu Berat Tahu』

Langit tampak cerah, benar, seperti masa depanku.

Itu adalah kata-kata yang selalu kubuat dalam pikiranku untuk menyemangati diriku sendiri dikala aku sedang jatuh.

Maksudku, semua orang pasti pernah jatuh, kan? Terkadang jatuh ke bawah dan kembali naik ke atas jika masanya sudah datang.

Tapi, aku bisa memastikan jika diriku berbeda dengan mereka.

Aku tidak berada di bawah, tempat mereka yang jatuh ataupun di atas, tempat mereka yang sedang berada dalam performa terbaik dalam kehidupannya.

Aku berada di tengah-tengah. Sebelumnya, aku sudah mengumpulkan niat untuk naik ke atas, tapi pada saat aku ingin memulainya, itu semua sudah terlambat.

Itu benar, aku telah dipanggil ke dunia lain.

Mungkin itu terdengar aneh menurutmu karena itu tidak terlalu memperjelas apapun. Namun, aku yakin setidaknya seseorang pasti akan paham maknanya.

"..."

Memang sudah terlambat untuk memikirkannya setelah itu terjadi, tapi aku tidak pernah bisa berhenti untuk memikirkannya meskipun aku tahu itu adalah hal yang sia-sia.

"Menjadi lebih kuat itu... kira-kira bagaimana caranya, ya?"

Itu terlintas di pikiranku.

Dua orang yang sedang bersantai yang duduk di dekatku merespon dengan tatapan.

Tidak dengan satu orang lagi, Rord, yang kelihatannya sedang tidak ingin melakukan apapun untuk hari ini.

Dia terlihat lelah sejak tadi meskipun kami belum memulai apapun hari ini. Ada sesuatu yang aneh dengannya.

Dua orang tersebut adalah Lucia dan Senya.

Berbeda dengan Lucia yang hanya meresponnya dengan tatapan, Senya menambahkannya dengan ekspresi bingung yang terpasang di wajahnya, entah itu merupakan sesuatu yang disengaja atau tidak, atau itu memang warna kulit aslinya.

"Eh? Bukankah sebelumnya kamu sudah pernah melakukan enhance pada senjatamu, Lort?"

"Ya, aku memang sudah pernah melakukannya, tapi hasilnya tidaklah terlalu memuaskan. Yah, meskipun berkat itu aku dapat mendapatkan beberapa pengalaman baru, sih."

"Begitu. Aku senang kamu bisa memanfaatkan kesempatan yang ada dengan baik dan tidak menyia-nyiakannya. Anak baik, anak baik."

Sambil berkata begitu, Senya pun membelai rambutku selagi dalam prosesnya.

Itu adalah hal nomor dua yang sangat kuinginkan sejak melihat Rord dengannya tadi.

Meskipun terkesan kekanak-kanakan, ini selalu merasa menenangkan setiap kali ia menyentuhku.

Aah... nyamannya...

Beberapa detik kemudian setelah dia selesai melakukannya, Senya mengambil gelas yang berisikan teh di hadapannya dan meminumnya.

Dia meneguk teh hangat itu secara perlahan-lahan layaknya seorang tuan putri yang anggun.

Yah, walaupun kurasa kata-kata itu tidak terlalu cocok dengannya karena dia memang sudah terlihat sangat anggun dari sejak awal kami bertemu.

"Di samping itu, bagaimana kamu bisa mengetahuinya, Senya? Seingatku, aku belum pernah memberitahunya padamu."

Dalam sekejap kata-kataku itu selesai, Teh yang sedang ia teguk itu pun menyembur ke luar dari dalam bibirnya yang menggoda itu.

Membuat wajahku yang berada di hadapannya menjadi basah kuyup karena teh yang ia muncratkan.

Akan lebih baik jika sesuatu yang lain lah yang ia muncratkan padaku... itu terlintas dalam pikiranku.

Aku tarik kata-kataku yang sebelumnya. Kurasa Senya memanglah manusia biasa seperti kami.

Yah, setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Itu juga salahku karena telah melebih-lebihkan dirinya sejak awal.

Sepertinya tenggorokannya menjadi kesakitan karena serangan yang tiba-tiba itu sehingga dia sampai jadi batuk-batuk begitu.

Wajah Senya nampak merah merona, mungkin itu disebabkan oleh serangan yang barusan.

Semoga dia baik-baik saja.

Dari kantungku, aku mengambil sapu tangan dan mengulurkannya pada Senya.

Senya yang sedang memejamkan matanya karena masih batuk-batuk belum menyadari niatku untuk meminjamkannya sapu tangan.

Namun, aku terdahului oleh Lucia yang ada di sebelahnya yang langsung memberikannya seraya Senya membuka matanya.

"A--Ah, terima kasih."

Yah, aku bukanlah tipe orang yang akan marah karena hal sepele seperti ini. Jadi dia tidak perlu khawatir.

Sesudah menyembuhkan rasa sakit di tenggorokannya, Senya pun mengalihkan pandangannya padaku dan kembali menatapku.

Dia terlihat seperti hendak mengatakan sesuatu...

"E--Ehem. Ehem. Ja--Jadi, tadi kamu mengatakan sesuatu soal bagaimana cara menjadi lebih kuat, kan?"

Senya mengedipkan salah satu matanya sembari menyilangkan tangannya ke dadanya dan balik bertanya padaku.

Dia masih mencoba untuk terlihat anggun. Bahkan dalam situasi yang baru saja terjadi.

Padahal sebelumnya ia terlihat biasa-biasa saja saat sedang mengobrol...

Apa pertanyaanku yang tadi lah yang telah menjadi pemicunya?

Dan juga, mengapa dia terburu-buru untuk berusaha merubah suasananya?

"Ya--Ya, benar. Aku memang bilang seperti itu tadi."

"Pertama-tama sebelum menjadi sosok yang seperti itu, aku perlu memastikan sesuatu padamu."

Memastikan sesuatu?

Apa menjadi lebih kuat memerlukan sesuatu seperti itu?

"Tujuan. Apa tujuanmu untuk menjadi lebih kuat?"

"Tujuan?"

"Ya. Kamu mungkin sudah pernah atau belum memikirkannya sama sekali. Melakukannya tanpa sebuah tujuan akhir hanya akan membawamu pada ketiadaan. Sia-sia. Bahkan aku juga pernah kesulitan untuk mencarinya, tetapi yang kita bahas sekarang bukanlah diriku, jadi aku tidak akan membahasnya."

Senya mengedipkan kedua matanya dan menunjuk jari telunjuknya ke langit-langit dari atap guild membuat jari telunjuknya terlihat seperti angka satu.

Saat dia bertanya seperti itu, tentu saja aku sudah memikirkan jawabannya.

Yaitu, mengalahkan raja ibli--

--eh?

Apa aku benar-benar pernah memikirkannya?

Maksudku, apa yang kulakukan selama ini bahkan belum bisa dibilang sebagai pencapaian yang luar biasa.

Aku merasa tidak yakin untuk benar-benar bisa mengalahkan iblis.

Memikirkannya, tatapan mataku terasa kosong seolah-olah sedang buntu akan sesuatu.

Senya yang melihatku sedari tadi menyadarinya dan kembali mengedipkan salah satu matanya.

"Kamu mungkin pernah berpikir jika hal seperti ini tidaklah penting sebelumnya. Namun, bahkan seorang pedagang masih memiliki sebuah tujuan akhir yang bahkan tidak berkaitan dengan profesinya. Kamu harus memikirkan ini dengan baik-baik atau kamu akan berakhir tanpa arah dalam ruangan yang kosong, penuh dengan ketiadaan."

Aku tidak pernah benar-benar memikirkannya... alasan yang membuatku tetap bertahan.

Tidak, mungkin aku sudah pernah memikirkannya, tapi aku selalu berusaha untuk tidak menyadarinya.

Tapi...--

"--Semua makhluk hebat dalam satu hal. Namun, tidak dalam segala hal."

Senya mencolek pipiku dengan ujung jari telunjuknya.

Sensasinya terasa sangat lembut. Seperti sesuatu yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

Itu artinya... bahkan seorang Senya yang kukira sempurna pun masih--

"Yah, tidak usah memasang wajah usang seperti itu. Walaupun kamu masih belum memilikinya, tapi tentu saja kamu masih bisa melakukannya, latihan."

"Latihan?"

Aku sampai lupa jika ada hal yang seperti itu.

Ini bukanlah video game.

Yang artinya, tentu saja kau masih bisa mendapatkan kekuatan dari sesuatu yang bernama latihan.

Entah itu merupakan latihan menggunakan pedang, melatih kecepatan dan kekuatan lenganmu dalam menebas.

Ataupun pisau, melatih menghilangkan keberadaanmu dan bergerak secara diam-diam.

"Yah, lebih tepatnya mungkin latihan fisik, sih."

Fisik, ya...

Dalam sepersekian detik setelah aku mendengarnya, semangatku menjadi hilang seketika.

Sejak kecil, aku memiliki fisik yang terbilang lemah dibandingkan anak-anak seumuranku.

Maka dari itulah aku selalu merasa tidak percaya diri saat membicarakan sesuatu yang berkaitan dengannya.

Namun, ini adalah dunia lain.

Tidak menutup kemungkinan jika kemampuan fisikku telah berkembang semenjak datang ke sini.

"..."

Membicarakan hal ini mengingatkan diriku ketika sedang magang dulu...

Aku yang terlalu bekerja keras pada akhirnya mengalami stres dan memutuskan untuk tidak masuk keesokan harinya dengan alasan sedang sakit.

Niatku sih begitu agar aku bisa bermalas-malasan pada keesokan harinya.

Namun, yang terjadi aku malah benar-benar jatuh sakit pada hari ke dua.

Apa itu adalah karma untukku...?

Yah, memikirkannya sekarang tidak akan ada gunanya.

"Ka--Kalau begitu, ayo, kita langsung saja melakukannya. Mumpung semuanya juga sedang ada di sini."

Lucia beranjak dari duduknya dan ikut menyilangkan kedua tangannya seperti Senya.

Mengapa kau terburu-buru begitu, Tuan Putri...?

"Kalau begitu sudah diputuskan, ya."

Tunggu. Aku tidak pernah berkata jika aku setuju soal ini.

Mengikuti suasananya, aku pun ikut beranjak dari kursi untuk pergi ke pintu masuk guild sama seperti Lucia dan Senya yang sudah pergi lebih dulu meninggalkanku di belakang.

Sesaat aku hendak berjalan mengikuti mereka, aku menyadari Rord yang tidak ikut berdiri dan hanya duduk termenung saja di kursinya.

"Apa kau tidak ingin ikut, Rord?"

"Untuk kali ini, aku 'Pass' dulu. Entah mengapa rasanya panas sekali belakangan ini di luar..."

Rord meletakkan kepalanya di meja, membuat dirinya terlihat lemas dibandingkan dirinya yang biasa kulihat.

Padahal biasanya dia akan memaksa untuk ikut bersamaku pergi kemanapun, aku sedikit heran mengapa dia tiba-tiba mengubah sikapnya seperti ini.

Sudah kuduga jika memang ada sesuatu yang aneh dengannya...

***

Kami bertiga akhirnya pergi keluar dari guild dan berakhir di tanah lapang yang letaknya lumayan dekat dengan guild.

Kami berdiri di tempat masing-masing dan membuat jarak yang cukup jauh antara satu sama lain.

Namun, entah mengapa aku merasa jika jarak di antara Lucia dan Senya masih terlihat cukup berdekatan...

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, latihan yang akan kita lakukan adalah latihan fisik. Yang artinya, tangan kosong. Kita tidak akan menggunakan benda apapun sebagai senjata."

"Namun, kita masih diperbolehkan untuk menggunakan kaki kita, kan?"

Lucia memegang pinggulnya dengan salah satu tangannya sebagai senderan dan menanyakan hal itu pada Senya.

"Yah, tentu saja, itu diperbolehkan. Baik itu tinju-mu ataupun tendangan-mu, kamu masih diperbolehkan untuk menggunakannya."

"Jadi, artinya kita bebas menggunakan apapun selagi itu masih merupakan anggota badan yang kita miliki?"

"Ya, kira-kira seperti itu.

Senya menjelaskan peraturan yang ada dan Lucia kembali menanyakan sesuatu untuk memastikan lebih lanjut.

Mungkin mereka dengan sengaja melakukannya untuk menghindari bahaya yang bisa saja terjadi ketika latihan nanti.

Itu benar, Senya memang terasa cocok untuk menjadi seorang guru.

Aku harap aku bisa belajar lebih banyak darinya nanti. Entah itu merupakan ilmu pedang ataupun hal-hal yang tidak berkaitan sama sekali dengannya.

"Kalau begitu, mari langsung saja kita mulai, ya. Apa kalian sudah siap?"

"Ya! Aku siap kapan saja!"

"Ya--Ya."

Latihannya benar-benar akan dimulai, ya...

Setelahnya, Senya memberikan aba-aba untuk memulai latihan.

"Tiga! Dua--!"

Sudah kuduga jika diriku akan merasa gugup pada akhirnya meskipun aku sudah mencoba untuk menahannya sejak tadi.

Gawat. Jantungku berdebar-debar...

"--Satu!"

Namun, aku tidak perlu khawatir. Lagi pula, ini adalah pertarungan FFA. Mereka pasti akan mengincar satu sama lain lebih dulu--

( Note: Free For All )

--eh?

Ke--Kenapa mereka berdua berlari ke arahku? Bukankah posisi mereka saling berdekat-dekatan?

A--Apa?! Apa yang sebenarnya terjadi?!

Apa mereka berdua dengan sengaja mengincarku lebih dulu, maka dari itu mereka bekerja sama?!

Licik sekali.

Senya-lah yang sampai lebih dulu ke dekatku.

Dia lebih cepat. Jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan Lucia.

Tanpa basa-basi, ia langsung mengeluarkan tinjunya yang ia telah lemaskan lebih dulu.

Meskipun aku berterima kasih karena ia telah memberikanku sedikit keuntungan, tapi tetap saja aku masih berpikir jika ini tidak adil!

Namun, untung saja aku mampu untuk bereaksi dan menahan serangannya dengan punggung lenganku.

Be--Berat...!

"Apa kau tahu, Lort? Semua hal akan menjadi adil dalam hal yang berkaitan dengan cinta dan perang."

"Te--Tentu saja aku tahu!"

Senya melepaskan tinjunya dariku dengan mudah dan melompat menjauh.

Saat kupikir masalah sudah selesai, masalah baru pun muncul.

Kini, Lucia lah yang datang kepadaku.

Sepertinya, Senya sudah menduga itu sebelumnya, maka dari itulah dia dengan segera langsung menjauhiku.

Lucia melancarkan tendangannya ke pinggulku, tapi untungnya aku masih bisa berhasil untuk menahan serangan tersebut dengan salah satu lenganku.

"Ada apa? Apa kau hanya bisa bertahan?"

Kurang ajar! Jadi dari awal dia memang sudah berniat untuk menendangku, ya!?

Masih dalam posisi yang sama, Senya kembali datang padaku dan langsung melancarkan serangannya dengan tinjunya.

"Ooi, tunggu--!"

Pinggul kiri dan kananku kini terhimpit oleh masing-masing salah satu dari kaki mereka.

Si--Sial...! Ini bukanlah 'Footjob' yang kuimpi-impikan...!

Aku pikir tak ada cara lagi untuk kabur. Namun, tanpa kuduga aku berhasil melepaskan diri dengan melemaskan badanku dan turun ke tanah dengan sendirinya.

Aku langsung berlari menjauh dari mereka.

Kupikir, aku telah berhasil untuk melepaskan diri, tapi aku salah.

Mereka berdua yang jauh lebih cepat dariku segera menyusulku tanpa basa-basi dan berniat untuk melakukan serangan dari titik butaku.

Namun, untung saja aku berhasil menyadarinya dan langsung berbalik badan.

Tidak seperti sebelumnya, Senya kini menyamakan kecepatannya dengan Lucia.

Mereka tidak menyiapkan tinjunya, aku berpikir jika mereka berdua berniat untuk kembali menendangku, hanya saja secara bersama-sama agar membuat serangannya lebih terasa.

Tanpa kusadari, mereka berdua sudah berada di hadapanku.

Tendangan pun mereka lancarkan ke atas dengan masing-masing salah satu dari kaki mereka.

Sama seperti sebelumnya, aku kembali mencoba untuk menahan serangan itu dengan kedua lenganku.

Be--Berat...!

Ini terasa dua kali lipat-- tidak, sepuluh kali lipat lebih kuat daripada yang sebelumnya.

Sepertinya itu merupakan dampak dari serangan yang dilakukan secara bersamaan.

"Oh, boleh juga kau bisa menahannya."

"Sudah kuduga dari Lort, kau benar-benar luar biasa."

Mereka berdua memasang sebuah senyuman pada wajahnya.

Senya masih seperti biasanya, ia selalu memancarkan aura positif dari senyuman indahnya dalam keadaan apapun.

Berbeda dengan Senya, Lucia dengan senyuman licik, sepertinya ia merasa senang karena bisa berbuat seperti ini padaku.

Si--Sial... apa yang harus kuperbuat? Aku tidak bisa kabur dari situasi ini.

Namun...

CELANA DALAM MEREKA KELIHATAN!

Masing-masing salah satu dari kaki mereka ada di atas lenganku, membuat bagian bawah dari rok mereka dapat terlihat dari sudut pandangku.

Ini benar-benar menganggu fokusku.

Apa mereka berdua tidak menyadarinya...?

Aku mencoba untuk perlahan menaikkan pandanganku dari celana dalam ke wajah mereka.

Ti--Tidak. Sepertinya mereka tidak menyadarinya...

Aku kembali melihat ke pusaka suci mereka.

Lucia, masih sama seperti sebelumnya. Ia masih memakai celana dalam putih dengan motif polos.

Yah, kurasa itu memang terlihat cocok dengannya jadi aku tidak akan terlalu mempermasalahkannya.

Namun...

Senya... tidak terduga jika ia ternyata memakai pakaian dalam yang terlihat cukup dewasa seperti ini...

Celana dalam berwarna biru 'Lingerie' yang memiliki warna yang sama dengan warna stockingnya.

Itu sepertinya terbuat dari kain yang halus, tipis, dan elastis.

Itu berhasil membuatku tidak tertahankan meskipun hanya dengan melihatnya saja.

"..."

Aku melepaskan pertahananku dan membuat kaki mereka jatuh ke bawah.

Tekanan kuat dari kaki mereka yang jatuh berhasil membuat mereka ikut terjatuh ke tanah.

Mereka yang terjatuh pun mengeluarkan suara desahan yang amat dapat membuat seseorang salah paham.

Yah, untungnya tidak ada orang lain di sini kecuali kami, jadi kurasa ini tidak apa-apa.

Aku yang berhasil menghindar dari tendangan mereka pun berlari untuk pergi menjauh dan menyusun rencana.

Ba--Bagus. Posisi kami sekarang sudah memiliki jarak yang cukup jauh...

Ba--Baiklah. Aku harus membuat rencana...

Lucia yang jatuh pun segera bangkit dan kembali berlari ke arahku untuk menyerang.

Sedangkan Senya masih berada di atas tanah dan masih mencoba untuk bangkit dengan tergesa-gesa.

Si--Sial. Aku kehabisan napas.

Namun, aku yakin juga mereka setidaknya juga merasa kelelahan walaupun hanya sedikit saja.

Re--Rencana... rencana... pikirkanlah sebuah rencana...

Saat aku memikirkan itu, pandanganku mulai buyar.

Terjadi sesuatu yang aneh dengan diriku, tapi aku tidak mengetahui apa itu.

Lucia yang sudah berada di hadapanku segera melancarkan tendangan pada wajahku sembari meneriakkan sesuatu yang tidak kupahami.

"--XXX--XXXXX"

A--Apa? Apa yang dia katakan?

Aku tidak bisa mendengarnya... tidak, lebih tepatnya mungkin aku tidak memahami maksud dari kata-kata yang ia ucapkan.

Kata-kata tersebut rasanya tidak familiar bagiku.

Kupikir mungkin itu adalah logat bahasa yang berasal dari kampung halamannya yang secara tidak sengaja ia ucapkan karena telah terbawa arus.

Tendangan yang ia lancarkan pun akhirnya sampai dan mengenai wajahku.

Sensasi dari tendangan itu terasa lebih lambat seolah-olah aku tidak terlalu merasakan apapun.

Namun, meskipun tidak berasa, dampak dari tendangan itu tetap membuatku terjatuh ke tanah.

Eh...? Ini aneh...

Aku telah terjatuh ke tanah, biasanya aku akan merasakan sakit ataupun berteriak karena mengeluh akibat dari rasa sakitnya.

Anehnya, aku tidak melakukan satupun dari hal tersebut dan hanya berdiam diri saja.

Lucia yang baru saja melakukan serangan pun merasa ada yang aneh denganku dan langsung mendekatiku.

"X--XX--Lort?"

Aku mendengar suara seseorang dari kejauhan.

"XX--XXX XXXX---XXX--Lucia!"

Senya tiba-tiba saja datang dan muncul di hadapanku.

A--Aneh. Aku tidak bisa mengucapkan sesuatu...

Pandanganku terfokus pada Senya yang baru saja datang.

Wajahnya terlihat sedikit memiliki luka. Sepertinya itu dikarenakan dirinya yang terjatuh tadi.

...!

Terjadi hal yang sama dengan Lucia, dapat terlihat di wajahnya beberapa luka goresan yang sepertinya juga berasal dari perbuatanku.

A--Aku ingin meminta maaf--

--tidak bisa.

Aku tidak bisa mengucapkan satu patah kata pun.

Pandanganku semakin terasa samar-samar.

Ekspresi khawatir yang muncul dari wajah mereka berdua membuatku ikut khawatir.

Lucia dan Senya saling bertatap-tatapan, mereka berdua terlihat seperti sedang membicarakan sesuatu dengan bahasa yang tidak kupahami.

Ke--Kenapa? Apa yang sedang terjadi?

Wajah panik mereka membuatku takut.

Aku merasa seperti seorang-- sebuah boneka yang tiba-tiba hidup dan tidak bisa melakukan apapun kecuali melihat dan mendengar.

Setelahnya, Senya nampak segera menjauh dari pandanganku dan membuatku tidak bisa melihatnya lagi. Dia terlihat tergesa-gesa.

Pandanganku tiba-tiba saja teralihkan pada Lucia yang berada tepat di sisi kanan wajahku. Mungkin itu disebabkan karena Senya yang telah hilang dari jangkauan pandanganku.

"XXX--XX?"

Dari mata kanannya, Lucia mulai mengeluarkan setetes air mata dan semakin membuatku merasa bingung akan situasi yang sedang terjadi.

Me--Mengapa dia mulai menangis...?

Gawat. Kesadaranku mulai memudar...

I--Ini menyeramkan...

Rasanya sama seperti saat kau hendak tertidur... hanya saja... dalam keabadian.


創作者的想法
Napid Napid

I bet you didn't see that coming.

Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C31
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄