"Kenapa? Apa yang kita lakukan wajar. Kamu akan mengerti seiring berjalannya waktu."
Dhika menarik Cia dalam pelukkannya, "harusnya kamu itu masih lemah karena banyak kehilangan tenaga, tapi di lihat dari caramu marah. Sepertinya, tenagamu sudah pulih, syukurlah. Jangan malu, saya suamimu. Apa yang kita lakukan normal. Paham?"
"Tapi beneran saya malu. Seumur hidup nggak pernah ngebayangin kalau saya bakal melewati ini semua di usia muda, mana ilmunya belum banyak."
Dhika semakin mengeratkan pelukkannya, "dan saya siap mengajarimu."
Cia menarik napas pelan, "kayaknya bapak suka banget ya?"
Bibir Dhika berkedut, dia mencari kalimat sederhana untuk mengekspresikan rasa sukanya, "lebih ke bersyukur karena pada akhirnya saya bertindak layaknya pria sejati bukan bajingan."
Cia melerai pelukkannya, "bajingan?"
Dhika tersenyum tipis, "di masa lalu saya bertindak seperti bajingan. Dan itu cukup membuat saya sadar bahwa sekarang saya harus bertindak layaknya pria sejati."