"Nggak bisa di bandingkan, saya dan mereka sahabatan dari zigot. Kalau bapak saya ketemu udah besar, dari rentang waktu aja udah beda. Bukan perbandingan yang pas." Jelas gadis itu.
"Kalau begitu tidak usah di bandingkan."
Mau pecah kepala Dhika bicara sama Coa, gadis ini nggak paham perumpaan dan harapan yang ada dalam hatinya.
Setelah beberapa saat diam karena berpikir setelah itu Cia berkata, "bapak itu laki-laki pertama yang mengenalkan saya sama pelukan lawan jenis, ciuman, tidur seranjang, terus buatin saya sarapan tiap pagi dan masih ada beberapa hal lain juga. Intinya bapak pria pertama dalam beberapa hal, itu berarti juga buat saya."
"Hanya sebatas itu?" Alis Dhika naik sebelah.
Cia ngangguk, "lalu apalagi? Kan belum cinta. Kalau suka pun hanya sebatas nggak benci."
Dalam hati Dhika berdo'a untuk menambah stok kesabarannya. Jangan sampe dia khilaf dan menarik Cia sekarang juga untuk mengesahkan pernikahan mereka.