Duar … duar …
Suara ledakan seketika terdengar di sertai dengan getaran gedung yang cukup hebat membuat semua orang yang berada di sana begitu panik. Mereka berhamburan keluar dari aula pernikahan.
Aula pernikahan yang tadinya begitu megah, di hiasi dengan bunga-bunga, di sertai dengan dekorasi ruangan yang cukup cantik kini berubah menjadi kacau. Bunga-bunga yang menghiasi aula kini telah terinjak-injak oleh tamu undangan.
"Gempa… gempa… ada gempa…" ucap salah seorang dari para tamu undangan, membuat mereka yang lain ikut berhamburan.
Seluruh tamu undangan yang hadir di sana begitu panik.
"Ini bukan gempa," ucap salah seorang tamu undangan yang merasa getaran yang di rasakannya berbeda dari sebuah gempa. salah seorang memberitahu jika getaran yang mereka rasakan bukanlah sebuah gempa.
"Bu—bukan? Te—terus, ini—"
"Ada bom… Ada bom. Cepat keluar dari sini," salah seorang yang lain seketika berteriak dari arah luar.
Mendengar kata Bom membuat mereka begitu panik, bagaimana tidak
"Bom?" tanya seseorang yang lain.
"Iya, bom. Cepat, segera keluar dari sini…"
Kegaduhan pun terjadi, para tamu undangan, dan beberapa tamu yang tengah berada di dalam gedung itu, pun segera berhambur keluar. Bahkan beberapa di antaranya sampai saling tabrak menabrak, tidak lagi memperdulikan keselamatan orang lain. Hanya terpikirkan untuk menyelamatkan diri sendiri.
Noey yang mendengar kegaduhan itu, terfokus pada Aleana yang tengah di ruang ganti yang lain dari ruangannya.
"Kau mau pergi kemana?" tanya Tae Hee, menarik lengan Noey yang akan pergi.
Pria itu begitu panik, wajah bahagia kini berubah menjadi sebuah perasaan takut dengan sangat. Ia tidak pernah bepikir kekacauan terjadi tepat di hari pernikahannya. Bagaimana itu bisa terjadi? Ia ingin mengumpat, tapi keselamatan kekasihnya adalah yang terbaik.
Bebeberapa saat yang lalu …
Salju baru saja turun, malam itu. Suasana natal baru saja terjadi, di Negara Gingseng. Laulang pejalan kaki, mulai berkurang karena malam telah menuju pada pergantian tahun. Suasana negeri Gingseng, seperti terasa sunyi, banyak yang memilih untuk berkumpul bersama dengan keluarganya.
Noey tengah memperbaiki dasi miliknya, sambil bercermin. Sesekali dia melemparkan pandangannya, pada Momo—putrinya, yang baru berusia beberapa hari itu.
Huft!
Nafas berat tengah di hembuskannya, sambil kembali merapikan dasi kupu-kupu yang tengah berada di kerah bajunya itu.
Nafasnya tampak berat, ada rasa gugup di dalam hatinya saat itu. Hari ini adalah hari pernikahannya, entah mengapa dia lebih gugup.
"Lihatlah siapa yang sebentar lagi akan menjadi pengantin baru," tegur salah seorang dari pria yang masuk.
Bugh!
Sebuah senggolan di salah satu bahu pria yang baru saja datang!
"Kamu sedang bergosip apa, Tae Hee,"
Ketua tim tengah masuk sambil mencegah salah satu anggota timnya untuk mengoceh tentang hal yang tidak-tidak.
"Wae… apa aku salah berucap sesuatu?" Tanya pria itu, sambil melihat ke arah juniornya.
Juniornya, hanya mengangkat kedua bahunya, pertanda tidak tahu apa-apa yang sedang terjadi.
"Momo…" seru ketua tim sambil mendekat ke arah Momo, gadis kecil yang tengah tidur, dengan pakaian dress bayi berwarna pink muda.
"Cute… pipinya terlalu chubby," kata ketua tim sambil menyentuh pipi milik putri Noey.
Dan, bayi itu pun bergerak karena sentuhan di pipinya, membuat wajahnya yang tengah tertidur bertambah gemas.
"Lihatlah, entah ikut siapa wajahnya ini. Pipinya, hidungnya, matanya," kata Ketua tim sambil menyentuh bagian tubuh
"Arsen… Mengapa aku tidak melihatnya?" Tanya Noey ketika melihat junior yang tengah di carinya tidak ikut menemuinya.
"Sepertinya dia pergi ke toilet," kata Tae Hee memberikan alasan.
Tae Hee, berjalan ke arah Noey sambil mencoba untuk memperbaiki dasi, yang sejak tadi membuat Noey nampak risih.
"Aku pun gugup di hari pernikahanku," ucap Tae Hee sambil tersenyum pada Noey, tangannya tidak luput memperbaiki dasi kupu-kupu milik Noey. "Tenang saja, semua pasti baik-baik saja kok," kata Tae Hee. "Nah, sudah," kini dasi milik Noey telah rapi, berpadu dengan jas berwarna hitam.
Matanya melirik ke arah putrinya Momo, sambil tersenyum.
"Ah, aku harus melihat Aleana," ucap Noey.
"Nanti saja, lagi pula kalian akan segera bertemu. Kenapa terburu-buru sih," Ketua Tim ikut dalam pembicaraan.
"Hmm, benar juga," ucap Noey sambil menghela nafasnya dengan kasar.
Di ruangan lain, tepatnya di ruang hias pengantin wanita. Tidak banyak datang saat itu, bahkan tidak ada teman yang mendampinginya, wajah lesu, dan guratan kesedihan yang terpancar dari ruat wajahnya.
Sesekali dia melihat ponsel flip jadul miliknya, sambil melihat ke arah luar. Berharap seseorang datang saat itu.
Gaun pengantin begitu cantik melekat di tubuh indahnya, perpaduan warna yang sempurna dengan kulit halus, cerah, di tambah dengan polesan make up tipis, namun terlihat begitu cantik di permukan kulit wajahnya, tidak lupa dengan lipstick berwarna merah muda yang melengkapi lekuk bibir tipis miliknya.
Hingga sebuah ledakan membuat semuanya menjadi kacau.
Noey mencari keberadaan sang kekasih yang saat ini tengah berada di ruang pengantin.
"Al—aleana. Aleana… Aku harus—" focus Noey seketika buyar, yang terpikirkan olehnya hanya Aleana. "Aku harus pergi mencarinya…" kata Noey sambil pergi meninggalkan mereka yang ada di ruangan.
"Sialan pria itu, pergi dan meninggalkan putrinya," umpat Ketua Tim ketika itu.
Seketika pria itu segera melepaskan jasnya, dan memasukan Momo ke dalam jasnya dan bergegas keluar.
"Kalian bantu mereka yang terjebak," perintah Ketua Tim pada anggotanya.
"Baik,"
Noey tengah menuju ruangan tempat Aleana.
Duar… Duar…
Suara ledakan terdengar, beruntun di hadapan Noey.
"Andwea… Aleana…" kata Noey sambil mempercepat langkah kakinya ke arah ruangan Aleana.
Debu-debu terlihat mengepul di seisi ruangan itu. Beberapa barang telah hancur, ruangan itu tidak layak di sebut ruangan, lebih tepatnya di sebut puing-puing karena beberapa tembok telah hancur.
"Aleana… Aleana…" panggil Noey dengan panik. "Alea… jawab aku... Apa kau ada di sana?" suara Noey begitu terlihat ketakutan
Sebuah suara serine ambulance terdengar di jalanan Seoul, memecah keheningan malam di negara itu. Membuat suasana jalanan dini hari begitu mencengkam.
Genggaman tangan yang tidak pernah terlepas, tengah terlihat.
Suara roda hospital bed, tengah melaju di lantai rumah sakit, darah mengucur di lantai marmer putih rumah sakit saat itu.
"Siapkan ruang operasi segera. Palli," teriak seorang dokter yang baru saja dating, sambil memasang stestoskop yang tengah melingkar di lehernya.
"Ne," jawab seorang perawat sambil berlari, mempersiapkan apa yang di perintahkan padanya.
Tes… tes… tes…
Darah menetes, ke lantai sepanjang perjalanan dari pintu ruang UGD sampai dengan pintu ruangan operasi.
"Andwae… Andwae…" suara lirih terdengar.
"Maaf, keluarga mohon untuk tetap di sini," kata salah satu perawat, sambil menutup ruang operasi.
Bersambung …