下載應用程式
4.21% GIVE ME LOVE / Chapter 10: Bayangkan jika kamu jadi dia

章節 10: Bayangkan jika kamu jadi dia

Di sosial media kini sudah ramai yang memposting foto Rafandra yang menjadi barista kedai camilan di tempat Nadia bekerja walaupun hanya sesaat. Memang siapa lagi yang mengunggahnya jika bukan salah satu dari dua mahasiswi yang tadi berada di kedai.

Siapa yang menyangka kalau dua mahasiswi itu adalah gadis yang cukup populer di sosial media, jadi foto Rafa dan Nadia bisa langsung tersebar luas begitu saja. Dan beberapa dari postingan sosmed itu di lihat oleh Yuna yang kebetulan bersama dengan Lia.

"Eh, ini... Ini..."  Yuna heboh hingga memukul-mukul tubuh Lia yang sedang menikmati coklat panas.

"Akh... Sakit tau, kenapa sih ya ampun sampe tumpah kan coklat gue," Pekik Lia kesal lalu mengusap meja yang kotor karena coklat itu dengan tissue.

"Lihat ini deh ..."

Yuna menunjukkan postingan foto Rafa yang berdiri menyiapkan pesanan kopi. Dan di sampingnya ada Nadia. Keduanya terlihat seperti sedang mengobrol dan itu benar-benar tampak sangat alami.

"Rafa?? sama Nadia kan ini?" Lia kaget hingga melongo.

Yuna mendorong dagu Lia agar mulut ya tertutup. Gadis itu mengerjapkan matanya cepat merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan.

"Sudah jelas. Kenapa masih tanya?" dengus Yuna.

"Wuah... Yang benar saja. Bagaimana kalau Bianca tau tentang ini?" Lia menatap Yuna sambil mengerjapkan matanya cepat.

"Kenapa lo tanya sama gue?" sahut Yuna.

"Seharusnya lo udah bisa ngebayangin nya kan?" lanjut Yuna sambil menscrolling layar ponselnya.

"Ck, malang sekali nasib mu Nadia.." lirih Lia.

"Apa perlu ya gue kasih tau ini ke Bianca? Kira-kira tuh anak udah tau tentang ini belom sih?" tanya Yuna sambil fokus melihat postingan itu.

"Lo udah gila ya? Atau lo udah nggak punya perasaan?!" bentak Lia spontan.

Gadis cantik berambut hitam panjang itu menatap temannya dengan lekat. Yuna pun langsung mengalihkan perhatiannya juga ikut menatap Lia. Kedua gadis cantik itu kini saling bertatapan satu sama lain.

"Bianca bisa marah banget sama Nadia kalau lo kasih tau foto ini ke dia. Biarin aja dia tau sendiri nya tentang foto ini," sambung gadis itu.

"Kenapa lo jadi perduli banget sama Nadia? Lo kasihan sama cewek itu? Jangan ngaco lo. Kalau Bianca tau lo belain dia, bisa kena marah habis-habisan lo," sahut Yuna.

Lia memicingkan matanya ke arah Yuna.

"Lo sama sekali nggak pernah punya pemikiran jauh ya? Gimana kalau seandainya yang ada di posisi Nadia itu lo? Lo bisa bayangin perasaan dia atau enggak?" tanya Lia dengan raut wajah serius.

Yuna terdiam tak bisa berkata.

"Kadang gue berpikir kalau Bianca itu udah keterlaluan banget sama Nadia. Dia bahkan sama sekali gak kasih Nadia hak untuk bahagia. Kalau gue boleh ngomong dengan jujur, Bianca itu terlalu kejam," ucap Lia sambil mendengus pelan.

"Tapi mau bagaimana lagi? Gue juga sama takutnya sama si Nadia itu. Kalau gue coba buat hentikan dia, yang ada bisa-bisa gue bakalan di kirim ke pemakaman sebelum waktunya," sambung Lia sambil menggelengkan kepalanya ngeri.

"Jadi, sebenarnya lo kasihan pada Nadia?" Tanya Yuna.

"Ya lo bayangin aja seperti apa perlakuan Bianca sama Nadia selama ini. Cuma orang yang nggak punya perasaan yang nggak punya rasa kasihan sama Nadia!" tegas Lia.

Dan setelah mendengar itu, Yuna sama sekali tidak bisa berkata apa-apa lagi karena apa yang dikatakan oleh Lia itu benar adanya. Selama ini apa yang sudah dilakukan oleh Bianca kepada Nadia benar-benar  melampaui batas dan bisa dikatakan bahwa Bianca itu sangat kejam kepada saudara tirinya.

Namun tidak ada yang bisa mereka berdua lakukan selain diam dan menuruti apa yang diperintahkan oleh Bianca. Bahkan terkadang mereka kembali berpikir apakah Nadia dan Bianca itu benar-benar bersaudara satu darah atau tidak. Sebab di antara kepribadian keduanya benar-benar saling bertolak belakang, dan mereka benar-benar tidak bisa berpikir apa alasan sifat Kedua saudara itu saling bertolak belakang.

Bianca dengan sifat keras kepalanya dan juga sangat egois, sedangkan Nadia dengan sifatnya yang lemah lembut dan selalu mengalah dalam keadaan apapun dan sesulit apapun selalu bersabar tidak pernah menyalahkan keadaan atau siapa pun ketika dirinya menghadapi segala masalah.

****

Sesampainya di rumah, Rafa masuk sambil senyum-senyum sendiri. Hingga ia tidak menyadari bahwa ada Mama dan Kakak nya yang sedang bersantai di ruang tengah. Melihat Rafa yang tersenyum tanpa sebab membuat kedua orang dewasa itu saling berpandangan sesaat.

"Hoho... Sepertinya ada yang habis berkencan," suara Kakak Rafa sukses mengejutkan anak laki-laki yang berjalan menuju kamar nya itu.

"Kak Mark!" pekik Rafa sambil mengelus dadanya.

"Itu lagi mikirin apa sampai nggaj sadar kalau ada Mami nya?" goda Siska -Mama Rafa dan Mark-.

"Ehehe, bukan apa-apa kok, Ma..." Sahut Rafa sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Bo'ong banget!" seru Mark.

"Apasih, Kak!" ketus Rafa.

"Mulai berantem nya... Apa perlu Mama bawain alat buat tawurannya?" sela Siska sambil menatap kedua putranya dengan tajam secara bergantian.

"Mama!" decak Mark dan Rafa bersamaan.

"Ahaha... Bercanda sayangnya mama,"

Siska tertawa kecil melihat tingkah laku kedua putranya yang masih seperti anak-anak, padahal usia Mark sudah mau menginjak 22 tahun, sedangkan Rafa sudah berusia 18 tahun bulan lalu.

"Udah sana mandi, habis itu makan. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu," sambung Mami Siska.

"Makasih Mama... Lop yu.." Rafa memberikan flying kiss untuk Mama nya dan berlalu begitu saja.

Siska menghela nafas dan menggeleng pelan. Kini perhatiannya beralih pada Mark yang sedang cengengesan melihat ponselnya. Siska mengerutkan keningnya sambil memandang Mark dengan heran dan kebingungan.

"Kamu kenapa, Kak?" tanya Siska pada putra sulungnya itu.

Mark mengalihkan perhatiannya sebentar untuk melihat maminya, kemudian bergeser mendekati sang mama.

"Lihat ni, Ma..." Mark menyodorkan ponselnya.

"Ada apa?" Siska mengambil ponsel Mark dan melihat sebuah postingan seorang gadis yang ber- foto bersama putra bungsunya .. Rafa.

"Apa ini? Dia bekerja jadi pelayan di kedai camilan?" tanya Siska pada Mark.

Mark menggeleng dan men- scroll layar ponselnya. "Lihat yang ini,"

Terpampang foto Rafa sedang bersama seorang gadis yang tidak terlihat wajahnya itu melayani pelanggan. Siapa lagi kalau bukan Nadia Arsa Wijaya.

"Pasti dia yang jadi alasan kenapa Rafa bisa jadi pelayan kedai. Dia nggak kerja, Ma. Cuma lagi PDKT aja," jelas Mark pada mama nya itu.

Siska mengangguk paham. "Ah, anak itu selalu ada saja cara untuk mendekati gadis incarannya. Ck,"

"Dia sudah cukup paham untuk urusan seperti ini. Iya kan, Ma?" Mark menyengir kuda.

"Lalu? Kamu? Kapan membawa kekasih mu ke rumah? Apa kamu ingin di kalah kan oleh adikmu?" goda Siska.

Benar, selama ini Mark belum pernah sekalipun mengajak seorang gadis untuk di kenalkan pada Mama nya itu. Mark sedang mencari seseorang, seorang gadis yang sama ketika ia pertama kali bertemu dengannya. Jadi, Mark masih menunggu cinta pertama nya yang masih ia cari.

"Belum saat nya, Ma... Nanti Mark pasti kenalin ke Mama kok. Mark masih harus fokus untuk kuliah dulu, jangan khawatir. Jodoh Mark udah ada, cuma masih nyasar doang. Ehe.."

Siska mendengus ketika mendengar pernyataan dari anak pertamanya itu. Ini bukan kali pertamanya Mark berbicara seperti itu kepadanya. Ketika Mark di tanya mengenai pacar, maka jawabannya pasti sama dan ia selalu mementingkan pendidikannya terlebih dahulu.

Mark memang memiliki cita-cita yang cukup tinggi, ia ingin menjadi seorang dokter ahli bedah sebelum usianya menginjak 25 tahun. Dan semua itu memang perlu perjuangan, sebab di keluarga mereka hanya Mark yang bisa di andalkan ketika mamanya nanti sudah tidak bisa bekerja lagi.

Awalnya yang tinggal di Jakarta hanya Mark saja karena harus menempuh pendidikan di universitas ternama, namun seiring berjalannya waktu Siska juga harus di pindahkan ke Jakarta karena urusan pekerjaan. Alhasil ia juga ikut menemani Mark di Jakarta dan mengizinkan putra bungsunya untuk masuk sekolah umum supaya bisa mendapatkan teman yang lebih banyak.

"Ya sudahlah, sepertinya masih lama harapan Mami untuk menggendong cucu..." Siska merengut palsu.

"Mama... Jangan menggoda Mark!!" decak Mark yang kesal ketika mamanya itu meminta cucu. Padahal pacar saja Mark tidak punya.

Sementara Mama nya itu terkekeh geli dengan tingkah putra nya. Siska memang senang menggoda putra sulungnya itu karena Mark masih memiliki sifat yang sangat manja, bahkan lebih manja dari sifat adiknya sendiri. Namun, hal itulah yang menjadikan Siska begitu sayang dengan kedua putranya yang selama ini menjadi penyemangat hidupnya.

***

Rafa menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk kamarnya. Senyum di wajahnya tak kunjung mereda. Anak itu masih terus tersenyum tanpa alasan. Sebenarnya bukan tanpa alasan, hanya saja ia senang karena tadi bisa menemani Nadia walaupun tidak lama.

Ada sedikit rasa kecewa di benak Rafa, tetapi Rafa masih tetap berpikir positif dan meyakinkan dirinya kalau Nadia bukanlah orang yang sedingin itu.

"Arghhh... Bisa gila aku jika seperti ini terus-menerus. Kenapa wajahnya selalu membayangi pikiran ku? Sadar Rafandra, Sadar!" gerutunya gemas, lalu berguling-guling tak jelas di atas kasur.

Tingg!!

Bunyi notifikasi dari ponselnya Rafa. Satu pesan dari nomor tidak di kenal. Rafa pun menggeser layar ponselnya dan membuka pesan itu. Bisa Rafa lihat ada nomor yang tidak ia kenali.

Isi pesan itu ..

"Jadi, tadi janjiannya sama Nadia ya?"

Rafa mengerutkan keningnya bingung. "Ini Bianca?" gumamnya.

.


章節 11: Apa yang ku rebut darimu?

Rafa mengernyit bingung ketika membaca pesan itu. Beberapa detik kemudian, ia mengingat sesuatu. Tidak ada orang lain yang tahu bahwa Rafa memiliki janji dengan seseorang kecuali Bianca. Jadi, kemungkinan besar orang yang telah mengirim pesan itu pastinya adalah Bianca.

"Ah, ini pasti Bianca," Ucap nya ketika ia mengingat kejadian tadi pagi yang beralasan ketika di ajak pergi oleh Bianca.

Sebenarnya Rafa merasa tidak enak hati karena Bianca tau dia hanya beralasan saja supaya tidak jadi keluar bersama gadis itu. Namun mau bagaimana lagi? Rafa memang tidak menyukai sosok Bianca dari awal. Rafa justru lebih tertarik pada Nadia yang terlihat lemah lembut dan baik hati.

"Aku harus bilang apa sama Bianca? Dia salah paham atau enggak ya? Kalau dia salahin Nadia karena aku yang udah nolak permintaan dia buat iku ke toko sepatu gimana? Kan nanti jadi masalah sama Nadia nya kasihan," monolog raga sambil memandangi layar ponselnya yang menampilkan chat dari Bianca.

Rafa hanya takut jika kesalahpahaman dari Bianca menyeret Nadia juga, sebab sebenarnya Rafa sendiri sudah sedikit tau kalau sebenarnya hubungan antara Bianca dan Nadia itu tidak cukup baik. Meskipun Rafa masih belum tau apa alasannya, tapi yang jelas bisa Rafa lihat kalau memang Bianca tidak terlalu menyukai Nadia.

"Lebih baik aku jelasin dulu ke Bianca daripada semuanya jadi kacau. Kasihan Nadia," putus Rafa lalu mulai mengetikkan sesuatu di layar benda pipih itu.

Ketika ia hendak membalas pesan Bianca, tiba-tiba ponselnya mati. Baterainya habis. Alhasil, Rafa tidak bisa membalas pesan yang dikirim oleh Bianca itu, dan mungkin saja Bianca yang saat ini di seberang sana merasa di abaikan oleh Rafandra.

"Ck, lupa charger lagi..." Gerutu Rafa.

Dengan ogah-ogahan, Rafa mengecas ponselnya lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Hingga entah karena terlalu lelah atau bagaimana akhirnya, Rafa terlupa untuk membalas pesan Bianca, dan justru tertidur.

***

Di sisi lain, Bianca merengut sambil memandangi ponselnya. "Cuma di baca aja? Ck, menyebalkan sekali. Apa dia pikir, dia setampan dan sepopuler itu sampai kau berani mengabaikan pesanku? Dasar!" umpat Bianca lalu melempar ponselnya ke sembarang arah. Gadis cantik itu kemudian keluar dari kamarnya sambil merengut kesal.

Sementara Nadia yang baru sampai rumah, langsung masuk ke kamarnya untuk istirahat dan juga membersihkan diri. Seharian bekerja membuat tubuhnya lengket. Setelah mandi, Nadia keluar dari kamar mandi dengan rambut nya yang masih basah terbalut handuk. Manik cantiknya itu menangkap sesosok gadis yang duduk di tempat tidurnya.

"Kamu lupa sama apa yang udah aku peringatkan sama kamu waktu itu?" Bianca membuka suara. Pandangan gadis itu seperti hendak menerkam Nadia saat itu juga.

Nadia sudah tau apa yang di maksud oleh Bianca saat ini, sudah tentu Bianca tau kalau tadi sore ia bersama dengan Rafa di kedai camilan. Meski hanya sebentar, jika Bianca sudah tau Nadia bersama dengan Raka, maka Bianca tidak akan pernah perduli ataupun mau tau berapa lama mereka bersama.

"Jangan salah paham, Bianca..." lirih Nadia, gadis cantik itu berjalan mendekati adiknya.

"Tidak, aku tidak pernah salah paham padamu. Aku memang sudah mengenal sifat mu, Nadia Arsa Wijaya!" sahut Bianca ketus dengan senyum smirk nya.

"A-apa maksudmu?" Nadia tidak paham, yang Nadia tau Bianca saat ini sudah jelas sangat marah dan kecewa padanya.

"Apa kamu tidak sadar diri selama ini? Kamu selalu merebut setiap hal yang aku inginkan, Nadia!" Kini nada bicara Bianca naik beberapa oktaf, membuat manik cantik Nadia berbinar seketika karena menahan tangis.

Nadia memekik terkejut. Gadis itu memejamkan matanya ketakutan. Sementara Bianca beranjak dari duduknya, dan berjalan perlahan mendekati Nadia.

"A-aku? Aku merebut apa? Apa yang kamu inginkan?" tanya Nadia dengan tatapan sendu bercampur dengan rasa gugup luar biasa.

"Segalanya... Kamu merebut segalanya dari aku. Termasuk kebahagiaan ku," jawab Bianca dengan nada gemetar.

Tidak seperti biasanya ketika Bianca marah pada Nadia, jika Bianca marah maka Nadia sudah tau persis adiknya itu akan membentaknya ataupun memukulnya. Tapi kali ini, Bianca terlihat menahan tangis. Ada apa dengan Bianca sebenarnya?

"Bianca... Katakan, apa yang aku rebut. Jangan seperti ini, aku benar-benar tidak mengerti maksud mu, Bianca..." Nadia berusaha meraih pergelangan tangan Bianca.

"Jangan sentuh aku!" Dengan kasar, Bianca menepis tangan Nadia.

"Kamu tau apa yang membuat aku sangat-sangat tidak menyukai mu?" tanya Bianca pada kakak tirinya.

Nadia diam, ia tidak tau harus menjawab bagaimana. Bahkan untuk menatap mata sang adik saja ia tidak sanggup. Saat ini Bianca benar-benar terlihat sangat marah padanya, namun kemarahan Bianca kali ini sangat berbeda dari kemarahan Bianca sebelum-sebelumnya. Gadis itu tidak menampar atau memukul kakaknya seperti yang biasa ia lakukan, Bianca justru diam dan hanya menatap Nadia yang tidak berani menatap dirinya.

"Jika kamu ingin tau, maka jawabannya adalah wajahmu. Wajah cantik mu itu," lanjut Bianca dengan nada tegas dan begitu menusuk di dada Nadia.

Nadia mematung mendengar pernyataan dari Bianca. Bagaimana mungkin Bianca yang terkenal dengan pesona dan kecantikan nya itu mengatakan hal seperti ini? Padahal juga tidak banyak orang mengatakan kalau Bianca itu lebih sempurna dari Nadia, Bianca bahkan juga tidak kalah pandai dengan Nadia sendiri.

"K-kenapa kamu berkata seperti itu, Bianca? Apa yang salah dengan mu? K-kamu bahkan lebih cantik dari aku," ucap Nadia tergagap. 

Kini Bianca tak sanggup menahan tangis nya. Air mata gadis itu menetes perlahan. Nadia begitu terkejut melihat Bianca meneteskan air matanya. Ini adalah kali pertama Bianca melihat itu.

"Tapi, daripada itu semua... Aku lebih membenci sifatmu!" pungkas Bianca.

Gadis itu pergi begitu saja dari kamar Nadia sambil mengusap kasar air mata yang jatuh di kedua pipinya. Berjalan cepat dan membanting pintu kamar Nadia. Sementara Nadia tidak mengerti dengan maksud Bianca. Dengan tak berdaya, Nadia jatuh terduduk di atas kasurnya. Air matanya pun tidak bisa ia tahan. Ini kali pertama ia melihat Bianca yang marah hingga menangis.

"Apa salah ku, Ca? Kenapa kamu selalu bersikap seperti ini padaku? Kenapa kamu berubah? Aku merindukan Aca ku yang dulu..." ucap Nadia dengan suara parau nya.

Nadia memandang pintu kamarnya yang tertutup. Gadis itu kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memejamkan matanya. Namun air mata itu terus keluar dari pelupuk mata cantiknya. Hingga mungkin karena terlalu lelah dan juga beban pikirannya yang tidak karuan, tanpa sadar Nadia tertidur.

Namun lain hal di kamar Bianca saat ini. Gadis cantik berambut cokelat itu menangis sesenggukan di samping ranjangnya. Sebenarnya ia tidak tega mengucapkan kata-kata kasar seperti tadi pada kakaknya, namun ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membuat kakaknya itu menjadi wanita yang kuat dan hebat.

Bianca melakukan ini supaya kakaknya menjadi orang yang tidak mudah di tindas oleh orang lain. Namun, sudah hampir 10 tahun Bianca melakukan ini kakaknya itu masih saja menjadi orang yang mengalah dan baik hati. Bianca tidak mau itu terjadi karena suatu saat mamanya pasti akan menjatuhkan Nadia.

Sementara Bianca sendiri memiliki janji untuk ia tepati pada Bunda kandung Nadia sebelum wanita itu meninggalkan putri kandungnya.

"Bunda, Bianca sudah berusaha. Tapi, Kak Nadia tetap tidak berubah. Dia tetap jadi kakak Bianca yang baik hati. Bagaimana cara Bianca mengatakan pada Kak Nadia kalau dia harus berusaha melawan? Sebentar lagi Kak Nadia akan berusia 18 tahun. Mama pasti akan melakukan sesuatu untuk melenyapkan Kak Nadia. Bianca harus bagaimana, Bunda?" lirih gadis itu sambil terus menangis dan menenggelamkan wajahnya di antara keduanya lututnya.

Dan ya, janji Bianca itu hanya untuk membuat Nadia merubah sifatnya lebih tegas dan tidak selalu mengalah. Entah karena itu sifat asli Nadia atau bagaimana, tetapi yang jelas semakin lama Bianca sendiri sudah semakin tidak tahan jika harus terus menerus berpura-pura jahat pada kakaknya.

Jujur saja, Bianca sudah lelah untuk menutupi segala kasih sayangnya pada sang kakak dengan perbuatan kasarnya. Bianca rindu akan kebersamaan antara dirinya dan sang kakak.

"Apa aku harus jujur sama dia tentang semuanya?" gumam Bianca yang sudah frustasi.

.


Load failed, please RETRY

禮物

禮品 -- 收到的禮物

    每周推薦票狀態

    批量訂閱

    目錄

    顯示選項

    背景

    EoMt的

    大小

    章評

    寫檢討 閱讀狀態: C10
    無法發佈。請再試一次
    • 寫作品質
    • 更新的穩定性
    • 故事發展
    • 人物形象設計
    • 世界背景

    總分 0.0

    評論發佈成功! 閱讀更多評論
    用推薦票投票
    Rank 200+ 推薦票榜
    Stone 0 推薦票
    舉報不當內容
    錯誤提示

    舉報暴力內容

    段落註釋

    登錄

    tip 段落評論

    段落註釋功能現已上線!將滑鼠移到任何段落上,然後按下圖示以添加您的評論。

    此外,您可以隨時在「設置」 中將其關閉/ 打開。

    明白了