Setelah tiba di rumah, Ganjar langsung memasukan motor ke dalam rumah dan langsung pamit kepada ibunya untuk segera berangkat ke perkebunan. "Bu, Ganjar ke ladang dulu yah." Ganjar meraih tangan sang Ibu lalu menciumnya.
"Mau bawa makanan tidak?" Bu Ratna balas bertanya.
"Tidak usah, nanti juga Ganjar pulang!" jawab Ganjar langsung melangkah keluar dari kediamannya itu.
Untuk tiba di perkebunan, Ganjar hanya berjalan kaki saja. "Ya Allah, semoga panennya lancar dan mendapatkan hasil yang memuaskan, agar aku bisa segera menikah dengan Aisyah," ucap Ganjar sembari terus melangkah menuju perkebunan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.
Dalam perjalanan, Ganjar berpapasan dengan pria paruh baya yang merupakan sahabat sang Ayah. "Mau ke perkebunan, Jar?" sapa pria paruh baya itu.
"Iya, Pak." Ganjar tampak ramah dalam menjawab pertanyaan pria paruh baya tersebut.
"Maaf ya, Nak. Nanti tolong sampaikan kepada bapakmu, bibit ikan lele ada di saya!" ucapnya lirih.
"Iya, Pak. Nanti Ganjar sampaikan kepada Bapak."
Setelah selesai berbincang dengan sahabat ayahnya, Ganjar kembali melangkah melanjutkan perjalanan menuju ke arah perkebunan. Setibanya di perkebunan sudah terlihat hiruk-pikuk kesibukkan para pekerja buruh. Mereka sedang mengangkut beberapa karung cabai merah untuk dimuat ke dalam mobil truk yang sudah terparkir di depan saung. Tampak Haji Syarif dan Pak Rafli sedang duduk di dalam saung tersebut, memperhatikan kesibukan para pekerja buruh tani yang sedang bekerja mengangkut karung-karung berisi cabai merah ke atas mobil.
Ganjar melangkah menghampiri kedua pria paruh baya itu, dengan lirihnya ia mengucap salam. "Assalamu'alaikum."
Haji Syarif dan Pak Rafli langsung menjawab serentak ucapan salam dari Ganjar. "Wa'alaikum salam."
Setelah berjabat tangan, Ganjar langsung duduk di samping sang Paman. "Katanya Paman sedang ke rumah Haji Gufron?" tanya Ganjar lirih.
"Iya, tadi." Haji Syarif menjawab sembari melontar senyum ke arah Ganjar.
"Uang sudah Ganjar berikan kepada Bibi," terang Ganjar.
"Kamu sudah mengambil bagian kamu, Jar?" tanya Haji Syarif memandang wajah sang keponakan, lalu tersenyum membuat senang hati pemuda tampan itu.
"Alhamdulillah sudah, Paman. Gaji para pekerja pun sudah beres semua," jawab Ganjar balas tersenyum ramah.
Apa yang dibicarakan Ganjar, membuat hati Haji Syarif senang dan bangga karena mempunyai seorang keponakan yang pekerja keras serta jujur dalam bersikap.
Ganjar dan sang Paman terus memperhatikan para pekerja yang sedang memuat cabai merah dalam kemasan karung besar ke dalam bak mobil truk milik Pak Rapli yang rencananya hari itu akan dikirim ke pasar induk yang ada di Jakarta dan Bekasi.
Setelah muatan mobil tersebut penuh, Pak Rafli langsung berhitung dengan Ganjar dan ia pun langsung membayar tunai barang bawaannya tersebut kepada Ganjar. "Saya pamit dulu ya, Pak Haji," ucap Pak Rafli mengarah kepada Haji Syarif.
"Iya, Pak. Hati-hati di jalannya!" jawab Haji Syarif tersenyum ramah.
"Jar, saya berangkat dulu!" terang Pak Rafli mengarah kepada Ganjar.
Ganjar tersenyum dan menjawab lirih. "Iya, Pak. Jangan lupa besok lusa ke sini lagi, pisangnya mau saya panen semua!" Ganjar sedikit mengingatkan pria paruh baya itu.
"Iya, pastilah. Assalamu'alaikum," pungkas Pak Rafli melangkah dan berlalu dari saung tersebut.
Setelah itu, Ganjar meminta Haikal dan rekan-rekannya untuk beristirahat sejenak setelah mengerjakan tugas mereka memuat cabai merah ke dalam mobil truk milik Pak Rafli.
"Sebelum ke rumah Paman, kamu habis dari mana, Jar?" tanya Haji Syarif menatap wajah Ganjar.
"Dari Purwakarta beli pupuk dan obat hama," jawab Ganjar tersenyum ke arah pria berkopiah putih itu.
Beberapa saat kemudian, Haji Syarif bangkit dan melangkah ke area balong untuk menemui Pak Edi yang saat itu sedang merapikan balong tersebut bersama Pak Danu, karena esok harinya akan dijadikan tempat ternak lele jumbo.
Dari kejauhan tampak wanita cantik berkulit putih sedang berjalan menuju saung. "Sepertinya itu Rara?" ucap Ganjar mengamati langkah gadis tersebut.
Setelah dekat, Rara langsung mengucap salam dan masuk ke dalam saung yang di dalamnya ada Ganjar yang sedang duduk santai bersama Haikal, Ganjar langsung mempersilahkan Rara untuk duduk.
"Silahkan duduk, Ra!"
Haikal merasa tidak enak berada di saung tersebut dan ia langsung bangkit dan pamit kepada Ganjar dan Rara untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Tumben kamu ke sini, Ra. Ada perlu apa?" tanya Ganjar mengawali perbincangannya sembari menatap wajah Rara.
"Mohon maaf sebelumnya, kedatanganku ke sini karena desakan hati dan jiwaku, Jar," jawab Rara sedikit tertunduk.
Sikap Rara semakin membuat Ganjar tidak mengerti dan merasa terheran-heran. "Maksud kamu apa, Ra?" tanya Ganjar memandang wajah Rara.
Perlahan, Rara mengangkat wajah dan memandang Ganjar. "Aku sayang dan mencintai kamu, Jar," kata Rara dengan suara lirih.
Ganjar tersenyum dan berusaha memberi penjelasan kepada Rara. "Aku harap kamu tidak tersinggung dengan ucapanku ini, kamu tahu sendiri aku sudah bertunangan dengan Aisyah sahabat dekat kamu," terang Ganjar berkata dengan lemah lembut, ia berharap Rara mengerti dan paham dengan kenyataan itu.
"Aku tidak peduli, Jar. Aku yakin Aisyah mau berbagi cinta denganku." Rara seakan-akan tidak peduli dan bersikeras ingin menjalin hubungan dengan Ganjar.
Dengan penuh kesabaran, Ganjar terus memberikan penjelasan dan menolak halus niat dari Rara, karena Ganjar tidak ingin melukai hati kekasihnya. Jika itu benar-benar terjadi, apa kata dari keluarga Aisyah.
"Aku akan terus berusaha untuk mendapatkan hatimu," ujar Rara dalam hati.
Hampir setengah jam keberadaan Rara di saung tersebut, setelah itu ia pamit kepada Ganjar. Rara kembali pulang dengan berjalan kaki. "Ra!" teriak Ganjar bangkit dan berusaha mengejar Rara.
Rara berhenti dan menoleh ke arah Ganjar yang berlari mengejarnya itu. "Ada apa, Jar?" Rara sedikit merasa lega apa yang ia harap akhirnya datang juga. Sejatinya, Rara berharap Ganjar mengejarnya.
"Kamu mau aku antar pulang?" Ganjar tersenyum dan memandang wajah Rara.
Namun, Rara menolak ajakan dari Ganjar, ia lebih memilih jalan kaki dan beralasan takut ada kesalahpahaman dari Aisyah. Ganjar pun tidak bisa memaksa dan ia kembali melangkah menuju saung.
Setibanya di rumah, Rara masuk ke dalam kamar dan menangis penuh sesalan. Ia merasa dirinya kurang beruntung, karena dulu tidak memanfaatkan kedekatannya dengan Ganjar. "Coba kalau dulu aku tidak menyia-nyiakan kedekatanku dengan Ganjar. Mungkin, Ganjar tidak akan memilih Aisyah," gumam Rara berlinang air mata.
Pikiran jahat pun mencuat dalam benak gadis cantik itu, dengan dorongan rasa ingin memiliki Ganjar seutuhnya dalam benak Rara tumbuh rasa ingin menghancurkan kebahagiaan Aisyah dan Ganjar. "Aku secara perlahan pasti bisa memisahkan Aisyah dengan Ganjar," ungkap gadis cantik yang sudah dirasuki oleh napsu jahat dalam jiwanya itu.
***
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!