Kematian Raja Lancelot Tommie bukan menjamin datangnya kedamaian di Anvilesy. Kematian sang Raja justru membuat negara tersebut menjadi sebuah wilayah liar yang membentang luas, di mana setiap wilayahnya dikuasai oleh masing-masing Warlord. Perdagangan senjata, perbudakan, dan berbagai macam obat-obatan terlarang hingga berbagai macam benda-benda bernilai sejarah semakin marak.
Kosongnya kekuasaan tertinggi dan tidak ada orang yang dianggap memiliki kharisma juga wibawa yang bisa membuat orang-orang bersatu di bawah satu kepemimpinan. Membuat Anvilesy berubah menjadi negara tidak bertuan.
Iring-iringan truk yang dikawal oleh tank, dan kendaraan militer seperti BMP memasuki sebuah Kota yang terletak di sebuah sungai yang besar, dan terdapat kilang gas alam di pinggir Kota tersebut. Kota itu adalah Kota Laboton yang merupakan Ibu Kota dari Kanton penghasil gas alam terbesar di Anvilesy dengan kapasitas produksi satu juta meter kubik per harinya. Laboton dan sekitarnya berada di bawah kekuasaan kelompok 'Sisterhood of Smoke' yang dipimpin oleh seorang Bangsawan perempuan yang bernama Puteri Skoginleif Dreamscream.
Kekacauan yang terjadi di Anvilesy dimanfaatkan dengan baik oleh pihak NAA dan CSO untuk saling berebut pengaruh dan berbisnis dengan setiap 'Warlord' di setiap Kanton yang berkuasa.
[NAA merupakan kependekan dari North Atlantic Alliance. Blok ini terinspirasi dari NATO di dunia nyata.]
Setiap negara di Planet Ayn selalu berada di bawah bayang-bayang dari egara-negara NAA, dan CSO yang berasal dari Planet Bumi. Sehingga menjadikan setiap bangsa dan negara merasa inferior jika dibandingkan dengan negara-negara dari Planet Bumi, ditambah Planet Ayn memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, sehingga menyebabkan seluruh negara di Planet Ayn menjadi perebutan pengaruh dan dominasi dari blok NAA, dan CSO.
[CSO merupakan kependekan dari Collective Security Organization. Blok ini terinpirasi dari CSTO di dunia nyata.]
Sebagai perwakilan dari CSO, seorang bernama Laksamana Pertama Alexander Wilhelm Albert Ludwig Belisarius Romanovich von Hohenzollern menghadap Puteri Skoginleif Dreamscream di istananya.
"Ini adalah persenjataan yang dibutuhkan untuk Kanton Laboton dan sesuai dengan keinginan Puteri Skoginleif. Ada senapan serbu dari tipe Kalashnikov, Heckler-Koch, misil anti-tank, drone, mortir, dan granat. Ini semua sesuai dengan perjanjian dagang antara Kanton Laboton, dengan pihak CSO."
Perempuan berkulit putih layaknya salju, bermata emas, berambut pirang pucat, dan berbadan tinggi besar itu menatap Laksamana Pertama Alexander Wilhelm yang duduk di depannya. Dibacanya dokumen transaksi jual beli yang dibawa oleh Laksamana Pertama Alexander Wilhelm kepada sang Puteri penguasa Kanton Laboton.
"Daripada bekerja sama dengan orang-orang dari NAA. Aku lebih suka bekerja sama dengan orang-orang dari CSO. Kalian menganggap posisi kami setara dan tidak memandang rendah kami. Selain itu, kalian tidak mengintervensi urusan politik dalam negeri kami. Tidak seperti NAA. Kalian juga tidak arogan dan cukup manusiawi untuk seorang musuh yang pernah kami hadapi sebelumnya."
"Kau juga sebenarnya malas berperang dengan Mignia, dan Labia. Mengingat kau memiliki cukup banyak kerabat dari sana. Bagaimanapun juga kau hanyalah menjalankan perintah dari Rajamu yang bodoh," kata lelaki bermata merah dan berambut pirang coklat setinggi seratus delapan puluh delapan centimeter.
"Tetapi sekarang dia sudah mati dan kami adalah wilayah yang mandiri. Setelah terbunuhnya Raja Lancelot Tommie. Aku mengajak penguasa Kanton di wilayah timur untuk bersekutu dengan kalian, dan kami ingin mengusir pengaruh NAA dari tanah kami, dan menjadikan Anvilesy sebagai negara yang mandiri, dan demokratis. Aku tidak ingin melihat sesama Rakyat Anvilesy saling membunuh, walaupun aku sadar aku tidak bisa menyatukan seluruh Rakyat Anvilesy atau secara kasarnya belum ada sosok yang bisa menyatukan seluruh negara yang setiap Kantonnya dikuasai oleh para Warlord."
"Bagaimanapun juga negara Anvilesy akan bangkit kembali seperti di masa damai. Hanya masalah waktu saja negara ini akan bangkit untuk bersatu kembali dan bekerja sama untuk membangun dan memperbaiki negara yang telah terluka," kata Laksamana Pertama Alexander Wilhelm yang merupakan adik dari Stadtholder Nikolaus. "Walaupun secara kasarnya butuh proses," sambungnya sambil menatap ke arah jendela.
"Aku paham."
.
.
Mobil jeep pick up berwarna hitam legam itu melintasi jalanan Kota yang becek setelah semalaman diguyur oleh hujan. Jeep hitam itu berhenti. Athena, Patricia, dan Michelle turun dari Mobil jeep pick up berwarna hitam tersebut ketika dia melihat seorang Tentara laki-laki Kanton Laboton tengah memalak seorang ibu-ibu yang berjualan buah-buahan.
"Kau itu Tentara atau Preman. Meminta uang secara paksa ke para Pedagang bukanlah tindakan seorang Tentara," kata Athena.
Tentara berbadan tinggi tersebut menatap Athena secara tajam. "Ini bukanlah urusanmu. Ini adalah uang keamanan sebagai jaminan perlindungan kami kepada Warga Sipil."
"Tapi tidak harus dengan memaksanya," balas Athena.
Lelaki tersebut segera mengarahkan senapan AK-47 miliknya ke arah Athena. Seketika tubuh Lelaki tersebut membeku dan menjadi patung es. Athena berjalan menghampirinya dan menyentuh kepalanya. Sehingga es itu langsung mencair seketika dan lelaki itu jatuh tersungkur dengan tubuhnya yang menggigil.
Michelle segera mengambil uang dari lelaki tersebut dan menyerahkannya kepada ibu-ibu yang berdagang buah-buahan.
"Ini milikmu, Bu."
"Terima kasih banyak para Tentara Prussia."
Patricia menghampiri Tentara yang tergeletak menggigil kedinginan di jalanan yang becek dan menginjak kepalanya.
"Pecundang seperti dia memang pantas untuk dihina," kata Patricia tertawa jahat.
Ketiga Tentara Perempuan Prussia itu melirik gerombolan bersenjata yang berjalan ke arah mereka. Penampilan mereka terlihat menyeramkan dengan wajah yang sangar dan tubuh yang memiliki banyak tato.
"Kau apakan anak buahku!" kata seorang Lelaki berbadan besar, berkulit merah, dan berwajah kotak. Sorot matanya terlihat sangat tajam layaknya elang.
"Kami hanya memberinya pelajaran agar tidak menindas Warga Sipil," kata Michelle.
"Mereka dari Prussia, Kapten Burzum. Lebih baik jangan cari masalah dengan mereka. Terlebih Puteri Skoginleif tengah menjalin persahabatan dengan orang-orang dari Blok CSO," bisik salah seorang Tentara laki-laki berkepala botak kepada atasannya.
"Kalau bukan karena Puteri Skoginleif. Aku ingin sekali menghabisi kalian bertiga!" seru Kapten Burzum sambil menunjuk Athena dan mengarahkan pistol ke arahnya.
"Jika kalian tidak kami tolong. Kanton Laboton sudah hancur dari serangan Kanton Bejena dan sekutunya. Jadi jangan bertindak sok kuat dan menindas Warga Sipil yang tidak bersalah. Mereka adalah korban dari keburukan Dinasti Tommie!" seru Athena.
Kapten Burzum membalikkan badannya, "Semuanya bubar jalan dan jangan ladeni ketiga Perempuan Prussia tersebut."
Athena beserta kedua sahabatnya melanjutkan perjalannya menuju ke arah barat.
"Bersiaplah nanti malam untuk menyerang ketiga perempuan Prussia tersebut. Kalian tidak perlu khawatir. Biar aku yang bertanggung jawab. Karena ini menyangkut harga diri kelompok kita sekaligus untuk membuktikan bahwa kita tidak serendah seperti yang mereka kira," ujar Kapten Burzum kepada anak auahnya.
Beberapa orang bersenjata tersebut berteriak dengan penuh kepuasan atas keputusan yang disampaikan oleh Kapten mereka.
Sementara itu Athena memasang ekspresi dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Sepertinya mereka dengan bodohnya akan menyerang kita," gumam Athena seraya mengendarai mobilnya. Sebagai seorang Wizard, Athena memiliki kemampuan pendengaran yang tajam, sehingga dia tahu apa yang sedang dibicarakan oleh orang-orang yang akan mengancamnya. Dengan demikian, dia bisa melakukan pencegahan atau melumpuhkan orang-orang yang akan mengancam dirinya beserta kelompoknya.
"Maksudmu kelompok bersenjata barusan," tanya Michelle.
"Tentu saja. Kita akan menyambut mereka dengan darah," balas Athena.
Mobil jeep itu berhenti di sebuah bangunan dua tingkat yang ada di bagian barat Kota Traxcalt, tepatnya berada di wilayah pinggiran.
Athena, Patricia, dan Michelle, segera menyiapkan persenjataan yang ada untuk menyambut serangan dari gerombolan bersenjata yang akan menyerang mereka. Ketiga perempuan itu sudah siap dengan konsekuensi yang ada dan hal tersebut bisa mereka mengerti. Mengingat sebelumnya Anvilesy merupakan sekutu Blok NAA dan tidak semua kelompok di Anvilesy menerima kehadiran CSO, walaupun beberapa Pemimpin di Kanton-kanton Anvilesy bagian timur tengah mendekati dna berusaha menjalin persekutuan dengan Blok CSO.
Ketiga perempuan itu telah bersiap di posisi mereka masing-masing setelah selama satu jam mempersiapkan segala perlengkapan untuk bela diri. Walaupun malam belum menjelang, akan tetapi posisi ketiga perempuan Prussia tersebut berada dalam posisi siap tempur.
Konvoy truk berjumlah lima unit tengah bergerak menuju ke arah barat Kota Traxcalt. Di dialam truk masing-masing berisi dua belas orang dan mereka semua dipersenjatai dengan senjata yang canggih dan berat.
"Apa yang akan terjadi dan apa yang kita lakukan ini adalah untuk memulihkan harga diri kesatuan kita! Apapun yang terjadi. Kita akan bertarung demi martabat, wibawa, dan harga diri kelompok kita!" seru Kapten Burzum kepada seluruh Anak Buahnya melalui sambungan radio.
Para Tentara bersorak-sorai menyambut seruan dari Kapten Burzum.
Sementara itu, Puteri Skoginleif terlihat pusing setelah mendengar kabar dari mata-matanya bahwa Squad pimpinan Kapten Burzum akan menyerang sebuah rumah tingkat dua yang merupakan tempat peristirahatan dari Puteri Athena yang tengah bertugas di Anvilesy.
"Mereka benar-benar bodoh dan tidak punya otak. Tindakan konyol mereka akan membuat kita dipandang buruk oleh CSO. Apalagi yang akan diserang adalah anak perempuan dari Kanselir Prussia," keluh Puteri Skoginleif seraya memegang kepalanya yang pusing.
Kelima truk itu telah tiba di dekat rumah yang dijadikan markas oleh Athena dan kedua sahabatnya. Para tentara dengan ban warna merah menyala pada tangan kanan mereka, turun dari truk yang mereka naiki. Kapten Burzum berdiri di depan rumah tingkat dua yang memiliki halaman yang cukup luas tersebut.
"Hal seperti ini bisa diselesaikan jika orang asing seperti kalian tidak campur urusan kami. Menyerahlah, maka pertumpahan darah tidak akan terjadi," kata Kapten Burzum dengan suara yang keras kepada ketiga Tentara perempuan dari Prussia.
"Seorang Tentara tidak akan meminta uang secara paksa. Apalagi dengan cara kekerasan. Tentara ada untuk melindungi orang-orang yang lemah dan tertindas. Bukan untuk menindas orang-orang yang lemah dantidak berdaya!" seru Athena.
Balasan dari Athena cukup memancing emosi para Tentara tersebut. Mereka segera mengarahkan senjata mereka. Sementara Kapten Burzum dengan posisi tangan yang siap untuk memberikan aba-aba untuk menyerang.
Athena tersenyum tipis melihat para Tentara liar yang mengepung markasnya. Kabut yang begitu tebal muncul secara tiba-tiba dan mengagetkan seluruh musuhnya. Sebuah misil anti-tank yang berdaya ledak yang cukup tinggi meluncur dari arah markas tersebut dan menghantam sebuah truk dan langsung menewaskan sekitar lima belas Tentara liar tersebut.
"Yahoo!" teriak Michelle yang bahagia setelah misil anti-tank yang telah dia tembakkan menghancurkan musuh-musuhnya.
Para Tentara liar segera menembaki markas Athena, walaupun kabut yang sangat tebal menghalangi penglihatan mereka. Athena, Michelle, dan Patricia membalas serangan musuh-musuh mereka dengan menggunakan senapan mesin. Walaupun kabut begitu tebal di mata para Tentara liar pimpinan Kapten Burzum. Akan tetapi di mata ketiga Tentara perempuan Prussia tersebut, semuanya terlihat biasa saja, sehingga mereka bisa dengan mudahnya menjatuhkan para Tentara musuh.
Kapten Burzum telah tewas dengan tubuhnya yang hancur lebur diberondong oleh senapan mesin yang ditembakkan oleh Michelle. Para Tentara liar itu panik dan ketakutan, sehingga mereka berlarian tak tentu arah dan menjadi sasaran empuk dari senapan mesin yang ditembakkan oleh ketiga Tentara perempuan Prussia tersebut.
Kabut pun perlahan menghilang dan menyisakan keenam puluh mayat para Tentara liar pimpinan Kapten Burzum yang berserakan di sekitar markas yang dihuni oleh Athena.
"Yang ini bukan salah kita. Mengingat mereka yang memulai terlebih dahulu," kata Michelle.
"Memang ini bukan salah kita dan barusan Puteri Skoginleif mengirimku pesan bahwa apa yang terjadi barusan adalah serangan Tentara liar dari arah barat dan itu bukan tanggung jawabnya. Sehingga kita punya hak untuk membela diri dan memberantas mereka," ungkap Athena.
"Kebodohan mereka menjadikan mereka harus mati sia-sia dan konyol," kata Patricia dengan nada bosan dan ekspresi wajahnya yang terlihat datar.
Cerita dark fantasy yang wajib kalian baca dan koleksi.