Setelah memberikan intruksi kepada Nagisa dan Akira, Arata kini bersembunyi di dapur dengan terus memperhatian gerak-gerik Naoki. Satoru, Eiji, Daichi dan Jiro yang melihat keberadaan sang bos pun saling melemparkan tatapan mata satu sama lain.
Mereka berempat mengangkat bahu bersamaan, setelah melakukan telepati namun tidak mendapatkan jawaban mengenai apa yang sedang dilakukan bos mereka di dalam dapur saat ini.
"Sa! Mereka sangat pintar!"
Sebuah kerutan tercetak sangat jelas di dahi Satoru, Eiji, Daichi dan Jiro saat mendengar serutan Arata dan kini bos mereka sudah berjalan keluar dari dapur begitu saja.
"Baiklah, kita anggap tadi tidak terjadi apa-apa." Ucap Daichi yang di setujui oleh Eiji, Satoru dan Jiro. Kini mereka berempat kembali melakukan aktivitas mereka masing-masing membuat pesanan para pelanggan.
Sedangkan itu di depan pintu ruang ganti staff, Arata tengah mengintip situasi di dalam, dimana sosok Naoki tengah berdiri di depan loker ambil menghela nafas panjang.
Arata menunggu momen saat dimana Naoki melepas kedua sarung tangan laki-laki itu dan melihat lukanya.
Ceklek..
"Ah, maaf. Saya kira tidak ada orang disini." Ucap Arata memasang ekspresi pura-pura terkejut. Naoki yang sudah melepas kedua sarung tangannya pun segera menyembunyikan tangan sebelah kirinya kebelakang tubuhnya, berharap Arata tidak melihat lukanya.
Namun sayangnya, Arata yang merencanakan semua ini sudah melihat luka miliknya dan kini berjalan mendekat.
"Ada apa dengan sarung tangan mu? Mereka terlihat basah." Tanya Arata yang kini sudah berdiri dihadapan Naoki.
Naoki yang meresa terintimidasi dengan tatapan dan aura Arata merasa sedikit gugup, mengambil jarak diantara dirinya dan sang bos.
"Ehm, ya. Maaf, tadi saya tidak sengaja menumpahkan minuman. Setelah mengganti sarung tangan ini saya akan kembali bekerja." Jawab Naoki membungkukan badannya sedikit lalu berjalan cepat membelakangi Arata untuk menyembunyikan tangan sebelah kirinya yang terluka.
Greb..
"Humm, apa ini? Kenapa tangan mu bisa terluka Naoki-kun?"
Naoki merasa membeku di tempatnya, saat merasakan tangan sebelah kirinya di cengkram oleh Arata.
Arata yang sudah dapat melihat dengan jelas luka di tangan Naoki, sedikit meringis. Memperhatikan bagaimana cara Naoki menutupi lukanya yang tidak beratur.
Perlahan Arata melepaskan cengkraman tangannya dari tangan Naoki.
"Ekhm, aku rasa kita perlu berbicara di ruang kerja ku. Setelah kamu mengambil sarung tangan yang baru, segera datang ke ruang kerja ku."
Setelahnya, Arata berlalu keluar dari ruang ganti staff meninggalkan Naoki yang tengah menghela nafas panjang.
Berbagai macam spekulasi kini berputar didalam kepalanya setelah melihat bagaimana ekpresi serius yang terpampang di wajah Arata sebelum bos nya itu pergi berjalan keluar.
"Aku harap ini tidak akan menjadi hari terakhir ku bekerja disini." Gumam Naoki sambil memakai kedua sarung tangan baru yang dirinya ambil di rak khusus keperluan karyawan.
Sebelum berjalan menaiki anak tangga menuju ruang kerja Arata, Naoki memilih untuk meminta izin kepada Keiko terlebih dulu. Setelah Keiko memperbolehkannya, Naoki pun berjalan menaiki tangga menuju ruang kerja milik Arata.
Tok.. Tok.. Tok..
Naoki mengetuk pintu ruang kerja Arata terlebih dulu, sampai mendapat jawaban dari dalam ruang kerja sang bos.
Ceklek...
"Masuklah. Kamu bisa langsung duduk di sofa." Ucap Arata pada Naoki saat dirinya masih sibuk berkutat dengan lemari penyimpannya.
Naoki yang mendapat titah dari sang bos langsung duduk di salah satu sofa dengan perasaan gugup.
Bruk..
"Hah, baiklah. Sekarang ulurkan tangan mu yang terluka tadi. Aku akan bantu mengobatinya."
Naoki yang melihat kotak P3K cukup besar sudah berada diatas meja dihadapannya, melayangkan tatapan heran kepada Arata yang kini sudah mengulurkan tangan kearahnya.
Arata yang melihat Naoki masih terdiam dengan sorot mata heran pun menggerakan sebelah tangannya yang terulur kehadapan Naoki.
"Kenapa kamu masih terdiam? Sini, biarkan aku bantu mengobati luka mu."
Dengan ragu, Naoki melepaskan sarung tangan sebelah kirinya yang digunakan untuk menutupi lukanya.
Arata yang gemas melihat Naoki ragu pun langsung menarik tangan sebelah kiri laki-laki itu dan memperhatikan dengan seksama luka yang terdapat di tangan itu.
"Lihat, betapa buruknya kamu dalam hal menutupi luka." Gumam Arata yang kini perlahan melepaskan beberapa plester yang digunakan Naoki untuk menutupi lukanya.
Naoki sedikit meringis saat perekat dari plester yang menutupi lukanya tertarik.
Arata yang melepas semua plester itu pun juga ikut meringis didalam hati. Meski dirinya sudah melakukannya dengan perlahan.
"Baiklah, mungkin ini akan terasa sedikit sakit. Tapi aku yakin karena kamu seorang laki-laki, kamu bisa menahannya."
Arata pun mulai mengusapkan sebuah kapas yang sudah di tuangkan alkohol keatas luka Naoki sangat pelan.
Setelahnya Arata meniup-niup pelan luka Naoki yang sudah dibersihkan alkohol. Tidak lupa Arata mengoleskan obat merah, lalu membabat telapak tangan Naoki dengan perban agar lukanya tertutup dengan rapih.
Tap!
"Ok, selesai!" Ucap Arata setelah menutup kembali kotak P3K miliknya dan kini tatapan matanya terarah kembali kepada Naoki yang masih duduk terdiam ditempatnya.
"Mungkin rasa sakitnya masih terasa, tapi nanti juga akan hilang." Ucap Arata lagi, kini sambil berdiri membawa kotak P3K menuju lemari tempat penyimpanannya.
"Terimakasih anda sudah mengobati luka saya." Ucap Naoki dan direspon gumaman oleh Arata.
"Bukan apa-apa. Aku hanya tidak bisa melihat karyawan ku terluka." Balas Arata setelah kembali duduk di sofa.
Suasana hening kini melingkupi ruang kerja Arata. Naoki yang terdiam menunggu Arata membuka kembali percakapan dan juga Arata yang menunggu Naoki kembali membuka percakapan. Karena menurut Naoki, masih ada yang ingin dibicarakan oleh Arata kepadanya dan juga menurut Arata, ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh Naoki kepadanya.
Tidak begitu suka dengan suasana keheningan, Arata pun kembali membuka percakapan.
"Uhm, apa ada yang ingin kamu bicarakan lagi kepada saya?" Tanya Arata yang membuat Naoki melayangkan tatapan heran kepadanya.
"Maaf saya kira masih ada yang ingin Arata-san katakan kepada saya. Maka dari itu saya tetap diam menunggu." Jawab Naoki yang langsung membuat Arata terbahak geli.
"Hahaha yaampun. Aku kira kamu terdiam karena masih ada yang ingin kamu katakan kepada saya, tapi kamu ragu."
Dengan pelan Naoki mengenggelngkan kepalanya.
"Tidak, saya tidak memiliki kata-kata lain lagi untuk dibicarakan dengan mu. Aku memanggil mu keruangan karena ingin mengobati lukamu." Ujar Arata yang merasa lucu dengan suasana yang mengudara didalam ruangannya saat ini.
"Maaf, saya kira Arata-san akan memecat saya karena kesalahan yang saya lakukan tadi dan juga karena luka ditangan saya ini."
Arata menaikan sebelah alisnya heran mendengar perkataan Naoki.
"Memecat mu? Yang benar saja. Untuk apa aku memecatmu Naoki. Aku pernah merasakan masa-masa remaja seperti mu, jadi aku sama sekali tidak mempermasalahkan luka itu."
Naoki masih terdiam di tempatnya, tidak merespon apapun. Arata yang menyadari itu pun mengehela nafas pelan.
"Kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan memecatmu selama kamu tidak melakukan hal fatal kepada kafe."
Arata terkekeh pelan. "Sudah sana kembali bekerja. Jangan sampai membuat pelanggan menunggu leih lama."
Naoki menganggukan kepalanya pelan. "Terimakasih, aku akan kembali bekerja. Permisi."
Arata berdeham merespon perkataan Naoki. Melihat Naoki yang sudah keluar dari ruang kerjanya, Arata menghela nafas panjang dengan sorot mata menatap nanar pintu ruang kerjanya.
Dirinya teringat dengan luka memar di tangan kiri Naoki tadi. Seingatnya semalam Naoki hanya satu kali saja memukulkan tangannya pada dinding. Tapi kenapa luka yang terdapat di tangan kiri Naoki terlihat lebih parah, seperti habis memukul berkali-kali sesuatu benda keras.
"Sepertinya dia bukan hanya memukul dinding satu kali." Ujar Arata sambil meletakan ibu jarinya di bawah dagu.
Greb..
"Sudah berapa kali aku ingatkan, untuk tidak melibatkan diri dengan urusan orang lain huh?"
Arata yang merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang pun terkekeh geli. Lalu menolehkan kepalanya kebelakang dan tepat berhadapan dengan wajah orang yang memeluknya dari belakang.
"Sudah berapa lama kamu berada di ruangan ku Toru-ni?"
Cup!
"Sudah cukup lama sebelum kalian berdua masuk keruangan ini." Jawab orang yang memeluk Arata dari belakang setelah mendaratkan sebuah kecupan pada wajah Arata.
Arata kembali terkekeh. "Kamu ini, selalu masuk tanpa izin."
"Untuk apa aku meminta izin dari mu? Saat kamu saja tidak pernah mendengarkan kata-kata ku."
"Baiklah-baiklah. Aku akan mencoba untuk mendengarkan perkataan mu. Jadi Toru-ni, bisakah kamu kembali ketempat kerja mu? Dibawah sedang ada banyak pelanggan."
Orang yang memeluk Arata dari belakang mendengus geli. "Baiklah, aku akan kembali kedapur. Tapi pastikan akhir pekan ini kamu mengosongkan waktu. Aku ingin mengajak mu kesuatu tempat."
Arata menganggukan kepalanya santai. "Akan aku luangkan waktu akhir pekan nanti. Pastikan kamu mengajak ku ketempat yang menyenangkan."
"Tidak perlu khawatir dengan itu, kamu pasti akan menyukainya." Balas orang yang masih memeluk Arata dari belakang dan kini mendekatkan wajahnya kepada wajah Arata.
Arata yang sudah tahu apa yang akan dilakukan orang di hadapannya ini pun menutup kedua matanya dengan seulas senyum kecil tercetak diwajahnya.
Cup.
Arata dapat merasakan bibir kenyal milik orang di hadapannya sudah mendarat di depan bibirnya dan perlahan mulai bergrilya lalu menghisap pelan.
Arata yang merasakan jika orang yang menciumnya akan melakukan hal lebih pun langsung mengehentikan aktivitas mereka berdua.
"Cukup Toru-ni. Ingat ini masih jam kerja mu." Ucap Arata memperingati, sedangkan orang yang di peringati memutar bola matanya malas.
"Ya ya ya, aku mengerti. Baiklah, aku akan kembali bekerja." Balas orang yang berada di belakang Arata dan kini sudah melepaskan pelukannya lalu berjalan keluar dari ruang kerja milik Arata.
Arata yang sudah benar-benar merasa sendirian di dalam ruang kerja miliknya pun menghela nafas panjang lalu memejamkan kedua matanya erat, memikirkan berbagai macam pemikiran yang hanya diketahu oleh dirinya dan sang tuhan.