"Dira, sarapan dulu!" Maya memanggil Dira untuk bergabung makan. Dira membalikan tubuhnya dan tersenyum, lalu meletakan Gembor dari tangannya dan menghampiri Maya,
Dira sedikit tertegun dengan keberadaan Rey, tapi hanya sebentar dan bersikap biasa lagi.
Maya menempatkan Dira di samping Ezza lalu, Maya duduk di samping Dira, semua makan dengan tenang dan saat menyendokan makanan kesukaan Ezza, Ezza tidak menolaknya, Ezza tertegun merasakan makanan yang di makannya, wajah Dira khawatir melihat raut wajah Ezza,
"Ada yang salah?" tanya Dira lembut, karena kalau memang ada, bisa segera di perbaikinya. Ezza menggeleng lalu, melanjutkan makannya.
Mala yang melihat raut wajah Rey yang muram, segera mencari perhatian dan menaruhkan lauk di piring Rey,
"Makan yang banyak Rey!" Rey hanya mengangguk.
Rey yang di selimuti kemarahan, tanpa meneliti terlebih dahulu langsung memakan makanannya. Tatapannya menatap Dira dan tangannya menyendok makanan,
Dira ingin mengingatkan, tapi mengingat posisinya jadi menahan dirinya.
Tatapannya tertuju pada Ezza kembali yang makan dengan lahapnya,
"Ini semua Dira yang masak, jelas saja asing di lidahmu." Dengan santai Maya menjelaskan, Ezza yang sedang menelan makanannya tersendak setelah mendengar nama Dira...
Dira langsung memberikan minum buat Ezza,
"Tidak semuanya mam, Dira hanya membantu." Jawab Dira pelan,
"Dia memang ahli dalam segala hal, termasuk ahli mempermainkan hati." Rey bersuara, sambil menggaruk tubuhnya dan baru menyadari dia telah memakan ikan tongkol yang sebenarnya tidak boleh dia makan.
Semuanya terdiam menatap Rey, Dira tidak berkata apa- apa, berdiri menuju kotak P3K dan memberikan obat kepada Rey,
"Yang kamu lihat belum tentu benar, yang menyakitkan belum tentu sakit, tapi yang terlihat baik- baik saja itu yang terluka... Minum obatnya!" Dira tersenyum, kemudian pergi kembali ke Taman meneruskan menyiram bunganya dan mengabaikan makannya, karena sudah tidak berselera lagi.
Maya yang mendengarnya tersenyum bangga karena tau betul maksud dari perkataan Dira.
"Mama selesai..." kata Maya, berdiri dan meninggalkan ruang makan.
Ponsel Dira yang di letakan di meja taman berdering, Dira menaruh kembali Gembornya.
"Selamat pagi Dela... saya masih libur sekarang, besok baru masuk," Jawab Dira,
"Bu, ada klien dari Taiwan tidak bisa berbahasa inggris bagaimana?" kata Dela, kebingungan.
"Ya sudah ikutin saja bahasa Negaranya!" perintah Dira. Sekretaris Dira menggaruk kepalanya,
"Masalahnya itu bu, tidak ada yang bisa bahasanya, Bos kebetulan masih meeting dan baru selesai satu jam lagi." Keluh Dela.
"Baiklah, saya jalan sekarang." Jawab Dira, membuat Dela kegirangan.
Dira berbalik dan terkejut melihat Maya persis ada di depannya, "Mam, maaf Dira tidak bisa melanjutkan... Dira..." Suara Diri terbata- bata.
"Mama mendengar semua, pergilah!" Maya tersenyum,
"Baik mam, Dira berangkat." Dira masuk ke kamar dan berganti pakaian memakai kemeja dan rok di atas lutut, Dira dengan cepat memasukan ponsel kedalam tasnya,
Ezza yang sedang bersandar di kepala tempat tidur sesekali melihat Dira,
"Zza Aku..." Dira agak kaku...
"Anggap aku tidak ada dan kamu tidak melihatku!" suara Ezza datar,
Dira terdiam lalu pergi tanpa berkata apa- apa lagi.
'Dasar... Cuma mau izin...' dan saat keluar dari pintu depan, Dira terpaku sesaat karena melihat Mala dan Rey sedang berciuman, Dira segera mengalihkan pandangan dan mempercepat jalannya.
Rasa sakit masih ada tapi, Dira mulai terbiasa, terbiasa terluka.
Tiba di kantor, suasana di kantor hampir kacau. Dengan sopan, dan meminta maaf Dira berhasil menenangkan tamunya hingga akhirnya kesepakatan di setujui, Dira mengantar kliennya Kin sampai mobil, lalu melambaikan tangannya.
"Makasih Dira..." tangan kekar Kin reflek melingkar di pinggang Dira dan berakhir memeluknya.
"Kin...aku ini istri orang..." Dira protes dan segera di sadari Kin, "maaf..." kata Kin dan segera melepas pelukaannya,
"Walaupun istri yang tidak di akui..." lanjut Dira memaksakan tersenyum,
"Kamu baru selesai?" tanya Dira dan Kin mengangguk.
"Untung ada kamu, kalau tidak klien besarku bakal kabur," kata Kin tersenyum bangga menatap Dira.
"Mau aku antar pulang sekalian makan siang?" Kin menawarkan,
"Tidak Kin, terimakasih. Mama pasti menungguku aku berjanji pulang cepat." Dira menolak sambil tersenyum, "lain kali." kata Dira lagi.
"Baiklah," Kin mengalah, Dira melambaikan tangannya kepada Kin, lalu masuk kedalam taxi yang telah di pesannya.
Dira sampai di rumah Maya yang kebetulan sedang makan siang, Rey masih ada di situ. Dira sedikit kesal karena kurang nyaman.ys6
Apa dia tau dirinya akan kembali makanya masih bertahan di situ? 'Akh bodo amat,' batin Dira,
"Sini sayang sekalian makan!" Maya berdiri dan menarik tangan Dira supaya mendekat, Dira tersenyum dan duduk di samping Ezza,
"Bagaimana Klien Kin?" Mama Maya bertanya,
"Bisa di tangani." jawab Dira.
"Mama bangga padamu," kata Maya, Maya terlihat bahagia, lalu bertanya kembali,
"Ngomong- ngomong kamu ulang tahun kemarin, Ezza ngasih apa?" Maya mencoba mengetes. Ezza terlihat terkejut.
"Mama mau tau aja," Jawab Dira tersenyum manis.
"Iya donk, mama mau tau," Maya menunggu jawaban Dira,
"Kemarin di belikan kue, terus malamnya di manjain sama suara Ezza, sampai pagi mam. Iya kan Zza?" Dira menatap Ezza lembut. membuat Ezza gugup, tidak menyangka Dira akan menyindirnya semacam itu.
'Maksudnya suara Ezza yang membuatnya muak dan mual ingin muntah karena sedang bercinta dengan teman wanitanya,' batin Dira
Maya tahu Dira berbohong, karena Maya mendapat laporan langsung dari bu Sam. Maya semakin yakin kalau Dira perempuan baik dan menjaga aib suaminya, walaupun di hadapan Maya sendiri.
"Wow... begitukah? Kamu tidak meminta kado special atau makan malam romantis?" Dira batuk- batuk mendengar kata- kata Maya diujung kalimatnya,
'Mmm... Jangankan romantis, menatap Dira saja Ezza terlihat jijik.' Dira memaksakan tersenyum.
"Dimanapun kalau sama Ezza romantis mam." Dira menyipitkan matanya, Dira yakin ketika pulang, dia akan mendapat makian Ezza.
"Setelah makan siang kami pulang mam." Ezza bersuara juga namun tidak membahas soal Ezza dan Dira, melainkan meminta izin pulang.
"Baik- baik, tapi sering- sering pulang ya!" Ezza mengangguk.
Ezza dan Dira keluar rumah di antar Maya, "Hati- hati di jalan!" Pesan Maya kepada Ezza.
"Oke mam." jawab Ezza lalu membukakan pintu untuk Dira, Dira masuk dan Ezza menutup kembali mobilnya.
"Puas kamu?" bentak Ezza saat mobil sudah jalan menjauh dari rumah Maya, Dira menatap Ezza, "Apa salahnya membuat mamamu senang?" Ezza tiba - tiba menghentikan mobilnya.
"Turun!" ucap Ezza, Dira seketika mengepalkan tangannya, membuka pintu, lalu turun dari mobil dan setengah membanting pintu mobil Ezza,
Kaca mobil dibuka Ezza, Ezza menyeringai mengejek dan berkata, "Sampai kapanpun kamu tetap wanita rubah, tidak akan berubah menjadi seorang puteri." Mendengar itu, Dira menatap Ezza dengan tatapan tenang,
"Kita lihat Zza... Kalau aku bisa hidup sendiri, tanpa bantuan siapapun. Perlu kamu ingat juga aku bukan wanita rubah, mungkin teman wanitamu ya... dan sampai detik inipun aku tidak pernah memakai uangmu sedikitpun, hanya tempat tinggalmu dan barang yang ada dirumah yang aku pakai, selebihnya tidak." Dira berbicara sedikit bergetar, menahan amarahnyan yang sebenarnya ingin sekali mengacak- acak muka Ezza.
Dira berlalu dari hadapan Ezza terus menghubungi seseorang lalu senyuman menghias di bibir merahnya.
Dira sampai di Apartemen barunya, Apartemen mewah yang dia dapat dari hasil kerja kerasnya selama enam bulan.
Kin sebenarnya mau memberikannya dengan cuma- cuma, tapi Dira tidak menerimanya, malah membelinya dengan uang gaji plus bonus yang dia dapat.
'Aku akan mendapatkan apapun dengan kemampuanku sendiri.' Gumam Dira, ponsel Dira tiba- tiba berbunyi,
"Iya mam," jawab Dira tenang.
"Kamu di mana?" suara Maya cemas.
"Aku baik- baik saja mam, mama jangan khawatir." Jawab Dira menenangkan Maya.
"Hati- hati ya Dira! Jangan membuat mama khawatir!" Maya mengingatkan kembali.
"Iya mam." Dira mengerutkan keningnya, kenapa Maya bisa tau dia tidak bersama Ezza?
❣
Sejak saat itu Dira tidak pernah kembali kerumah Ezza, membuat Ezza bingung sendiri, walaupun Dira menyebalkan baginya, tapi saat tidak ada Dira terasa ada yang kurang.
Perlahan Ezza membuka pintu kamar Dira, tidak ada yang special dan Ezza sedikit mengerutkan keningnya karena tidak ada satupun baju Dira yang di letakan di lemari melainkan masih di dalam koper.
Ezza mengedarkan pandangannya dan melihat sebuah kotak sebesar kotak sepatu, dengan penasaran Ezza membukanya, di dalam ada beberapa amplop yang di luar amplopnya di beri tanggal, Ezza mengambil satu amplop dan terkejut di dalamnya ada sejumlah uang, begitupun di amplop yang lainnya, uang itu sebesar uang belanja yang ia berikan kepada Bu Sam. Semua utuh dengan jumlah yang sama.
Ezza termenung sendiri, melihat tumpukan amplop itu, jumlah uangnya lumayan besar dan tidak di sentuh sedikitpun
'berarti, biaya air, listrik, urusan dapur, termasuk gaji bu Sam Dira yang bayar?' gumam Ezza.
Ezza mengeluarkan ponselnya hendak menghubungi Dira, namun betapa bodohnya dia selama sepuluh bulan menikah, Ezza tidak mempunyai nomor ponsel Dira.
Akhirnya Ezza meminta bantuan anak buahnya, baru Ezza menemukan tempat tinggal Dira.
Tidak tahu kenapa Ezza membenci Dira namun, merindukannya saat tidak melihat Dira.
Bayangan saat mencium Dira singgah di otaknya lagi, membuat tubuhnya memanas meminta pelepasan.
'Sial...' umpatnya.
Up lagi yah...
di tunggu, PS , Bintang, serta Ulasannya yach!
Terimakasih,
maaf typo masih betebaran...
SELAMAT MEMBACA!