⚠️Jika sebuah tulisan bisa membuat kalian terbayang-bayang dan mempengaruhi mood. Maka hindari bagian ini. Bagian ini tentu tidak sesuai dengan ekspektasi kalian sebelumya (: Tapi tetap akhirnya happy ending kok.
***
Unaya menatap Guan dengan bengis, kendati tubuhnya sakit karena dipecut berkali-kali ia tidak menangis. Air matanya sudah kering, sudah mati rasa pula karena terlalu sering disiksa. Kini ya ada hanyalah kebencian yang semakin menumpah ruah. Orang yang selalu diam saja saat diperlakukan semena-mena justru ketika kesabarannya habis bisa menjadi begitu mengerikan, seperti Unaya contohnya. Gadis yang selalu memasang wajah lembut bak malaikat dan selalu memaafkan segala tindakan kurang ajar yang dilakukan Guan padanya itu kini menunjukkan taringnya.
Ketika Guan mencengkeram pipinya, Unaya langsung menggigit lengan pemuda itu kuat-kuat sampai berdarah. Hah, emang enak kena jurus gigitan maut kelinci. Begitulah batin Unaya. Meski apa yang dilakukan Unaya barusan hanyalah hal sepele, namun Guan tidak menyangka karena memberikan efek luar biasa pada tangannya. Gila, bahkan sampai tangannya ada bekas giginya.
"Berani kamu cewek bangsat! Sini aku kasih hukuman!". Teriak Guan sambil mengangkat pecutnya.
"Nih! Pecut lagi! Kalau perlu sampai bokong gue lepas dari tempatnya! Cepet pecut! Siksa gue lebih kejam biar pas Lo mati langsung masuk neraka!". Tantang Unaya. Ditantang seperti itu tentu saja Guan makin murka.
"Oh, kamu mau aku siksa lebih kejam? Sini aku kasih lihat siksaan yang sebenarnya". Guan menarik tangan Unaya kemudian ia banting diatas kasur. Bukan seperti ini maksud Unaya, ia tidak pernah berfikir jika Guan akan melakukan ini padanya. Nyali yang tadinya besar kini menciut, kalau soal hal intim seperti ini Unaya jelas takut.
"Lepas! Jangan sentuh gue!". Unaya memberontak dalam kukungan Guan. Ia tidak mau kehormatannya direnggut oleh seorang bajingan.
"Diam dan rasakan! Kesabaran ku udah habis Unaya. Kamu berniat pergi dari aku kan? Kalau begitu biarkan aku yang mengambil keperawanan kamu, maka aku akan menang dari Jeka".
"Bajingan! Lo kira gue piala bergilir hah?! Lo itu lebih rendah derajatnya dari babi sekalipun! Bangsat!". Teriak Unaya dengan air mata yang membasahi wajahnya. Wajahnya sudah lebam, tubuhnya sakit, kini hatinya sakit pula. Guan tertawa karena merasa akan menang kali ini. Ia robek baju Unaya dan memaksanya untuk mengangkang meskipun gadis itu memberontak terus menerus.
Sementara itu Jeka yang sedari tadi mendengar teriakan Unaya diearphonenya segera meminta petugas kepolisian untuk mendobrak pintu rumah Guan. Suryo yang ikutpun cemas, ia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jeka sengaja tidak memberi tahu karena tidak mau membuat Suryo stress saat tahu putrinya mengalami kekerasan seksual. Jeka pun sedari tadi sudah menahan marah selama perjalanan. Ini sudah keterlaluan, melakukan kekerasan pada perempuan tidak dibenarkan meski alasannya karena cinta sekalipun.
"Kamarnya ada dilantai atas pak". Kata Jeka dengan suara tercekat menahan tangis. Ia berusaha mengabaikan suara kesakitan Unaya dari earphone nya. Pemuda itu mengarahkan para polisi menuju lantai atas. Ajudan dan maid di rumah itu tidak berani bergerak karena para polisi mengacungkan pistol.
"LEPASIN! INI SAKIT!". Suara jeritan Unaya makin jelas terdengar dan semakin membuat hati Jeka sakit. Ia hendak membuka kenop pintu namun di kunci.
"Bangsat!". Umpat Jeka kemudian langsung mendobrak pintu. Karena memang emosinya sudah memuncak, maka pemuda itu berhasil mendobrak pintu hanya dalam sekali dorongan.
Percayalah, Jeka lemas seketika begitu melihat Unaya diperkosa didepan matanya oleh Guan. Apalagi Suryo yang langsung luruh dilantai. Dengan cepat Jeka menarik baju Guan dan memberikan pukulan membabi buta sambil menangis. Sementara itu Unaya menjerit-jerit karena ketakutan sambil menutup tubuhnya dengan selimut.
"Bangsat! Iblis! Kenapa Lo lakuin ini ke Unaya hah?! Bejat! Arggghhhhh... Mati Lo sama gue!". Jeka menginjak perut Guan hingga pemuda itu muntah darah. Bukannya menyesal, pemuda yang tidak pakai celana itu tertawa mengejek.
"Gue menang... Uhuk! Ambil tuh bekas gue!".
"BAJINGAN!". Jeka benar-benar marah pada Guan, Jeka menangis bukan karena kemenangan Guan. Ia memikirkan luka fisik dan batin yang dirasakan Unaya. Guan memang biadab, pemuda itu harus dihukum seberat-beratnya. Entah bagaimana Jeka menggambarkan perasaannya, marah bercampur sedih. Maka yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah berteriak dan menangis sambil menghajar Guan sampai ia merasa puas. Mungkin ia akan menghajar Guan sampai mati kalau saja petugas kepolisian tidak menghentikannya.
"Lepasin Pak! Saya harus hajar dia sampai mati! Dia harus mati!". Teriak Jeka kalap. Kalau saja pada saat itu ia membawa Unaya pulang, semua ini pasti tidak akan terjadi. Victor benar, ia selalu mengulur waktu. Ia selalu ragu untuk bertindak dan Jeka benci dirinya sendiri.
"Sabar Mas. Kita akan proses kasus ini dan saudara Guan akan mendapatkan hukuman yang setimpal". Kata Polisi menenangkan. Rahang Jeka masih mengeras sambil terus menatap Guan yang sudah lemas namun masih bisa tersenyum remeh.
"Gue rasa hukuman didunia itu gak seberapa buat ngehukum manusia jahanam kayak Lo. Tunggu hukuman Lo di akhirat". Desis Jeka sebelum Guan diseret paksa oleh polisi.
Selepas Guan pergi, Jeka beralih menatap kearah Unaya dengan tidak tega. Tubuh mungil gadis itu penuh luka, Unaya menangis tersedu-sedu dipinggir ranjang. Wajah Jeka yang tadinya mengeras, kini melembut. Ia hampiri Unaya dan berjongkok didepan gadis itu. Tubuh Unaya bergetar karena shock dengan apa yang terjadi barusan. Jeka tidak tahu bagaimana rasanya, namun pemuda itu yakin Unaya sangat ketakutan. Kejadian tadi pasti akan selalu membekas didalam ingatan gadis itu.
"Maaf ya, aku telat datangnya". Ujar Jeka sambil mengelus punggung tangan Unaya. Ia menatap bercak-bercak merah di leher Unaya dengan miris. Unaya tidak berani walau hanya sekedar menatap Jeka. Ia malu karena merasa sudah kotor, dan kini isakan-nya jauh lebih pilu.
"Sakit... Sakit banget... Aku kesakitan". Isak Unaya. Jeka meneguk ludahnya menahan tangis. Jeka memberanikan diri untuk menyentuh bahu telanjang Unaya namun gadis itu menolak. Masih takut dengan sentuhan. Ia takut Jeka akan melakukan hal yang sama seperti Guan.
"Kenapa? Aku gak akan sakiti kamu, kamu takut sama aku?". Jeka mengangkat dagu Unaya dan kini mereka saling bertatapan.
"Dia itu jahat banget Jeka, aku kesakitan". Adu Unaya lagi. Unaya mencengkeram tangan Jeka erat-erat merasa trauma dengan apa yang baru saja ia alami. Seluruh tubuhnya terasa hancur, ia diajak bercinta secara paksa dengan kekerasan.
"Iya aku tahu, dia pasti dihukum". Kata Jeka sungguh-sungguh.
"Hukumannya harus berat! Harus sampai mati! Aku kesakitan! AKU KESAKITAN JEKA!!". Teriak Unaya frustasi. Jeka langsung memeluk Unaya meski gadis itu memberontak. Ia menangis dibahu Unaya, hatinya pun ikut hancur dengan keadaan gadis yang ia cintai. Masihkah pantaskah Unaya disebut gadis? Ya, bagi Jeka Unaya tetaplah gadisnya.
"Iya Unaya, orang yang jahat pasti dihukum berat. Kalaupun enggak berat, aku yang akan hukum dia sesuai keinginan kamu". Kata Jeka lagi, pemuda itu mengecup pipi Unaya dengan sayang. Suryo yang masih lemas ditempat nya pun tidak berani membuka mulut. Tubuhnya ikut bergetar melihat keadaan putrinya.
"Aku udah jadi bekas orang. Aku udah kotor, gak ada lagi yang mau sama aku".
"Kata siapa? Aku mau kok. Kita akan nikah kan?". Ujar Jeka. Mereka masih berpelukan, Unaya semakin erat memeluk Jeka. Ia tidak takut pada Jeka karena tahu pemuda itu tidak akan menyakitinya.
"Jeka, kamu janji kan gak akan ninggalin aku meski keadaanku begini?". Unaya mengurai pelukannya kemudian menatap Jeka penuh harap. Ia merasa hidupnya sudah hancur, tidak ada yang bisa ia banggakan lagi. Kalaupun Jeka menolaknya maka lebih baik ia mati. Untuk apa hidup jika hanya untuk menanggung malu dan semua orang jijik padanya?
"Aku berani sumpah Na, meski aku bukan pertamamu yang penting kamu pertamaku. Semua bekas lelaki bajingan ditubuh kamu itu akan aku hapus. Sekarang mending kita kerumah sakit, kamu luka parah. Papa juga udah nunggu". Jeka menggenggam tangan Unaya lembut. Suryo yang disebut pun berusaha sekuat tenaga untuk tegar, ia tidak boleh terlihat sedih didepan Unaya. Anggap tidak terjadi apa-apa agar Unaya tidak mengingat kejadian tadi.
"Papa, Unaya hiks... Hiks...". Melihat Papanya, Unaya kembali terisak. Gadis itu mengeratkan selimut ditubuhnya. Unaya malu karena tidak bisa menjaga diri.
"Sayang, sudah jangan menangis. Sekarang kita kerumah sakit ya. Papa tunggu didepan". Karena tidak sanggup menahan air mata, Suryo memilih pergi. Lelaki itu adalah orang yang paling hancur saat ini karena gagal menjaga putrinya. Jeka melihat punggung Suryo bergetar, pemuda itu yakin Suryo menangis. Jeka saja hancur, Suryo apalagi.
"Maaf karena tidak bisa menjaga kamu sebagai mana mestinya, Nak". Batin Suryo sebelum hilang dari pintu.
Jeka terus menenangkan Unaya kemudian membantu gadis itu memakai baju. Ia juga membopong Unaya karena bagian tertentu gadis itu sakit. Meski kecewa dan marah pada keadaan, Jeka berusaha menerima dengan ikhlas. Baginya Unaya adalah segalanya, bagaimana pun keadaan gadis itu saat ini tak jadi masalah. Rasa cintanya tidak berubah, ia tetap cinta meski ia bukan lelaki pertama yang menyentuh Unaya.
***
"Apa? Unaya diperkosa? JEKA KAMU JANGAN BERCANDA!". Teriak Sonia. Mendengar teriakan dari ruang tengah, Jeni dan Yeri langsung buru-buru menghampiri mamanya.
"Mama ada apa?". Pertanyaan Yeri membuat Sonia luruh.
"Bener-bener udah sakit jiwa memang orang itu". Isak Sonia. Ponsel ditangannya ia letakan begitu saja di lantai. Karena tidak mendapat jawaban apapun, Jeni berinisiatif mengambil ponsel Sonia yang panggilannya masih tersambung.
"Halo, Bang Jeka. Ini Jeni. Ada apa Bang? Kenapa Mama shock habis terima telepon dari Abang?".
"Jeni dengerin Abang ya, kalian datang ke Rumah Sakit Cempaka sekarang. Nanti Abang jelasin kejadiannya disana". Jeni mematuhi perintah Jeka, tanpa menunggu lama gadis itu memesan taksi online.
Di dalam taksi online, Sonia hanya diam sambil terus menangis. Jeni dan Yeri yang memang tidak tahu penyebab Sonia menangis pun ikut terdiam. Mereka memilih bertanya pada Jeka setibanya di rumah sakit nanti. Yang jelas perasaan Sonia sama hancurnya dengan Jeka dan Suryo. Korban pemerkosaan pasti akan memiliki kenangan yang buruk dan sulit dilupakan meski ditangani psikolog sekalipun. Ia juga tidak bisa membayangkan betapa sakitnya fisik dan psikis Unaya saat ini.
"Mama tenang dulu ya". Kata Yeri meski belum tahu apa yang terjadi.
Sementara itu di rumah sakit, Jeka dan Suryo sedang berbincang dengan dokter. Sejak sampai di rumah sakit, Unaya mulai meracau tanpa henti hingga harus dibius. Dokter bilang Unaya kemungkinan mengalami trauma dan perlu melakukan pengobatan lebih lanjut.
"Nona Unaya perlu ditangani oleh psikolog. Ia belum bisa menerima keadaan yang terjadi itu hal yang wajar sehingga perlu dilakukan pengobatan lebih lanjut. Saya akan merekomendasikan psikolog untuk Nona Unaya". Kata dokter tersebut yang membuat Jeka dan Suryo menghela nafas berat.
***
"Om, Jeka akan nikahi Unaya secepatnya. Saya akan urus semuanya malam ini". Kata Jeka pada Suryo selepas mereka keluar dari ruang dokter.
"Apa tidak terlalu cepat Jeka? Unaya sedang dalam masa sulit".
"Justru itu Om, saya akan menemani Unaya dimasa-masa sulit. Saya yakin Unaya akan jauh lebih baik jika terus ada disamping saya, saya bisa menyentuhnya tanpa membuatnya takut karena saya suaminya. Saya gak bisa nunggu lebih lama lagi Om. Saya juga gak tega melihat Unaya terus-terusan mengatai dirinya sendiri kotor". Kata Jeka sungguh-sungguh.
"Kamu nikahin anak saya bukan karena kasihan kan?". Telisik Suryo yang membuat Jeka menghela nafas. Astaga masih saya lho Suryo berfikiran negatif.
"Saya udah cinta sama anak Om dari dulu, salah satu cita-cita saya adalah menikahinya. Om masih ragu?". Suryo menatap mata Jeka lamat-lamat, terlihat keseriusan disana. Memang sejak kapan Jeka gak serius kalau soal cinta?
"Oke, Om ijinkan. Tapi mengurus pernikahan tidak semudah itu. Kamu yakin mengurusnya malam ini?". Tanya Suryo tidak yakin. Memang Jeka ini titisan Bandung Bondowoso yang bisa menyelesaikan segalanya dalam satu malam?
"Yang penting sah dulu kan Om, resepsinya masih bisa kapan-kapan yang penting Unaya sembuh dulu". Sahut Jeka enteng. Ini bukan soal ngebet kawin, tapi memang niat Jeka baik dan ingin mempersunting Unaya karena cinta.
"Dengan restu Om, saya ijinkan kamu menikahi Unaya. Terimakasih sudah menyayangi anak saya sampai seperti ini". Suryo memeluk Jeka dan benar-benar berterimakasih. Ia tidak menyangka sosok pemuda luar biasa seperti Jeka menjadi jodoh putrinya. Unaya sangat beruntung memiliki Jeka, dan Jeka sangat beruntung memiliki Unaya. Dalam keadaan apapun mereka bisa saling menerima, terutama Jeka. Jika sudah mencintai satu orang maka ia akan perjuangkan sampai dapat. Tidak peduli bagaimana keadaannya, tidak peduli seperti apa masa lalunya. Masa lalu bisa ia ubah dengan masa depan yang indah. Unaya dan kalian semua tidak perlu khawatir.
--Ex-Bangsat Boys--