"Tahu nggak, Sayang, kalau tadi aku udah ngerencanain sesuatu yang sangat hebat," Nathan kembali bersuara. Dinda langsung menoleh, dia bahkan sudah lupa dari rasa malunya yang menjalar ke ubun-ubun itu.
"Apa?" tanyanya kemudian. Detuman musik yang berirama cukup kencang membuat suasana cukup mengasyikkan. Setidaknya, untuk menghabiskan waktu membosankan nanti ketika terjadi macet. Dinda masih memandang Nathan, yang agaknya diam, seolah apa yang menjadi pertanyaannya itu membutuhkan jawaban yang sangat besar.
"Aku tadi membayangkan, jika tim kita menang. Aku akan berlari menghampirimu, kemudian aku akan mencium bibirmu. Ah, sialan. Gara-gara Rudy kampret itu khayalanku yang semanis madu berubah seketika jadi sepahit empedu," gerutu Nathan pada akhirnya.