Kota Serang, Banten
Di dalam sebuah pusat perbelanjaan, di depan tenant yang menjual berbagai tas hingga sandal dan sepatu. Tampak seorang perempuan muda bergaun merah sedang mengamati barang-barang yang dipajang dengan mimik wajah yang seperti sedang berpikir keras.
"Hmm, aku tidak terbiasa dengan pakaian seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Dia memintaku datang dengan mengenakan pakaian ini," ucapnya dalam hati seraya menunduk, mengamati gaun yang dikenakannya.
Perempuan bergaun merah itu tampak anggun. Wajahnya yang agak chubby terlihat begitu enak dipandang.
Ia memang memiliki postur tubuh yang agak berisi namun tidak gemuk. Oleh karenanya tidak jarang beberapa orang laki-laki yang melewatinya, melihat ke arahnya sambil terkagum-kagum.
Perempuan itu juga sesekali memeriksa smartphone-nya untuk memastikan apakah ada yang mengirimnya pesan namun notifnya tidak ketahuan.
Kosong, notif smartphone-nya hanya menampilkan notifikasi tidak penting. Jikapun ada notifikasi dari Whatsapp maupun Messenger, bukan dari orang yang diharapkannya.
"Mas Bambang kok belum datang juga, ya? Apa dia sedang terjebak macet? Aku sudah hampir sejam menunggu di sini," keluhnya sambil mengedarkan pandangannya.
"Shela? Sedang apa kamu di sini?" Suara seorang laki-laki terdengar dari arah kanan tenant, membuat perempuan berusia 20 tahunan itu menoleh ke arah sumber suara.
"Kamu?" Shela hanya berkata pendek kemudian berpaling.
Laki-laki yang baru menegur Shela tersebut tampak melangkah menuju perempuan yang tampaknya tidak terlalu senang dengan kehadirannya.
"Kamu sebenarnya masih mengenaliku nggak, sih? Shela, aku sering lho bertemu kamu tapi kamu selalu cuekin aku ketika aku sapa kamu, seolah-olah kamu tidak kenal aku," ucap laki-laki itu dengan raut wajah muram.
Shela tidak menyahut. Ia malah sibuk dengan smartphone-nya.
"Oke, maaf kalau aku sudah mengganggumu. Aku tidak tahu apa kesalahanku padamu sehingga membuatmu menjadi seperti ini. Aku tinggal, ya. Semoga harimu menyenangkan," kata laki-laki berjaket putih bertuliskan Banten Maju itu seraya berlalu.
Shela tidak bergeming. Ia masih saja sibuk dengan smartphone-nya.
Tak lama kemudian ia mengangkat muka, melihat ke arah perginya laki-laki itu.
"Maafkan aku, kak. Kamu spesial di hatiku tapi aku tidak mungkin bisa bersamamu. Perasaanku padamu benar-benar terlarang," batinnya.
Kedua mata perempuan muda itu tampak seperti berkaca-kaca saat menatap ke arah perginya laki-laki berjaket putih tersebut.
"Kamu sudah berkeluarga, kak. Apa aku salah memiliki perasaan cinta kepadamu?" lirihnya seraya menatap layar smartphone-nya.
"Ini lagi. Kenapa sih dia lama sekali datangnya? Jangan-jangan dia tidak jadi datang. Duuh, padahal aku sudah bela-belain memakai gaun seksi ini. Apa jadinya kalau teteh melihatku memakai gaun ini? Pasti dia akan mengomeliku. Kak Cecep tapinya tidak berkomentar apa-apa soal aku pakai gaun ini. Apa dia tidak terlalu peduli?" keluhnya seraya berlalu ke arah di mana laki-laki berjaket putih itu pergi.
Sementara itu di dalam sebuah toko roti yang merupakan bagian dari bangunan pusat perbelanjaan di kota Serang itu, tampak laki-laki berjaket putih itu sedang memasukkan beberapa potong roti ke dalam kantong kertas bertuliskan "Beli Roti" dan berlogokan setangkai gandum dan tiga lembar roti tawar yang dilingkari berwarna hijau.
Tak lama seorang karyawan toko berpakaian serba hijau dan bertopi koki dengan warna sama memasuki toko.
"Pak Cecep, ada seseorang yang ingin bertemu anda," ucap laki-laki muda berusia 20-an itu sambil menatap ke arah Cecep.
"Siapa? Apa dia laki-laki atau perempuan?" tanya Cecep seraya melipat ujung kantong kertas yang sedang dikemasnya.
"Seorang laki-laki, Pak. Dia sepertinya orang Papua. Dia juga sepertinya orang kantoran. Berjas dan berdasi gitu, Pak," tukas si karyawan.
"Di mana dia? Kamu nanti berikan ini ke Mbak Nissa, ya. Dia yang mengordernya. Nanti jam 2 dia akan ke sini," kata Cecep seraya menaruh kantong kertas itu di dekat oven.
"Dia sedang menunggu di Spicy Fried Chicken, Pak," tukas si karyawan. "Baik, Pak. Nanti saya berikan rotinya ke mbak Nissa."
Beberapa lama kemudian setelah Cecep tiba di restoran fast food Spicy Fried Chicken. Ia melihat seorang laki-laki berambut keriting pendek dengan pakaian formal sedang menyantap hidangannya.
"Pak Johan? Ada perlu apa ingin bertemu saya?" ujar Cecep sambil menatap laki-laki itu.
"Panggil saja saya Barry. Tidak ada orang yang memanggilku 'Johan' selain dirimu. Duduklah, atau pesan makananmu, biar aku yang bayar," tukas Barry saat menghentikan makannya.
"Tidak, Pak. Terimakasih. Saya sudah banyak makan hari ini," tukas Cecep seraya duduk di hadapan Barry.
"Jadi, apa perangnya sudah berakhir?"
Barry menatap ke arah Cecep sambil tersenyum miring.
"Perangnya sedang dijeda dulu. Berkat Dewi, si perempuan api itu, Doros Tabrul tidak jadi melakukan huru-hara. Tapi Marwan, si spandex hijau itu menemukan fakta bahwa Doros Tabrul hendak membangkitkan Dasrul untuk menaklukkan atau lebih tepatnya menghancurkan seluruh negara yang ada di Bumi," paparnya.
"Dasrul? Bukankah itu manusia batu supermassif?" Cecep tercengang mendengar kata-kata Barry.
"Iya, benar. Dasrul itu adalah sosok yang terdiri dari beberapa elemen seperti batu, besi, tanah, air, kapur, dan sebagainya. Wujudnya seperti manusia raksasa seukuran bulan. Jika Dasrul bangkit dari dalam perut Bumi, maka dipastikan peradaban manusia akan tamat," terang Barry.
"Lalu bagaimana caranya Dasrul dibangkitkan? Bukankah itu membutuhkan energi yang sangat besar? Di planet kita tidak ada perangkat yang bisa membangkitkan energi yang cukup untuk membangkitkan Dasrul. Cadangan energi di seluruh Bumi tidak akan mungkin cukup untuk itu, pak," tukas Cecep penasaran.
Barry terkekeh.
"Kamu pernah mendengar tentang pesawat alien yang berlabuh di atmosfer Bumi? Pesawat milik Kekaisaran Kaesphenzae itu memiliki banyak sekali perangkat yang dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar. Energi itulah yang digunakan untuk mentenagai pesawat raksasa seukuran Pulau Madura itu. Konon beberapa buah perangkat itu ada di Bumi, dan kemudian digunakan untuk mentenagai pesawat pesiar Prob. Tapi setelah pesawat itu dibuang di Gunung Bromo, perangkat-perangkat itu diambil oleh Doros Tabrul dan pasukannya," papar Barry membuat Cecep ternganga.
"Maksud anda, Doros Tabrul ingin membangkitkan Dasrul menggunakan perangkat-perangkat itu? Tapi perangkat-perangkat yang diambil dari Prob tidak mungkin cukup untuk menghasilkan energi yang cukup untuk membangkitkan Dasrul. Kecuali Doros Tabrul bisa memindahkan semua perangkat itu dari pesawat Kaesphenzae ke Bumi. Tapi saya rasa itu tidak mungkin bisa mengingat Kekaisaran Kaesphenzae adalah musuh besar bagi Doros Tabrul," tukas Cecep.
"Dia punya caranya sendiri, yaitu dengan cara menanam banyak sekali apa yang disebutnya sebagai 'Benih' di seluruh dunia. Benih-benih itu akan terhubung satu sama lain ketika diaktifkan menggunakan perangkat yang kita sebut sebagai 'Tabung Axelon'. Ketika aktif, benih-benih itu membutuhkan sentakan besar dari apa yang disebut sebagai 'Energi Anarkistis'. Doros Tabrul akan menuainya menggunakan Tabung Axelon dari para pendemo yang melakukan aksi anarkis. Kau tahu kan kapan itu akan terjadi?" jelas Barry membuat Cecep tertegun.
"Aksi Akbar dari Kelompok Kerah Hijau Putih. Mereka memang telah mengultimatum Presiden Nichol, akan melakukan demo besar-besaran yang akan anarkis jika Presiden tidak datang menemui mereka," gumam Cecep. "Aksi demo akan berlangsung dua hari lagi? Saya tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika aksi mereka menjadi anarkis. Sedangkan Presiden Nichol tidak mungkin menemui mereka. Ia sedang berada di luar negeri, tepatnya di Xilu Mhabo, hingga seminggu kemudian," lanjutnya.
"Itulah masalahnya. Meskipun Presiden Nichol ada di Indonesia, belum tentu juga ia mau menemui mereka mengingat keselamatannya yang terancam. Kelompok Kerah Hijau Putih memang sangat menginginkan Presiden Nichol lengser karena perbedaan agama," kata Barry.
Cecep menghela nafas kemudian melirik ke arah pintu kaca yang menampilkan bayangan seorang perempuan bergaun merah sedang mengamatinya.
"Shela?" gumamnya.
"Lalu apa yang bisa saya lakukan mengenai kebangkitan Dasrul, Pak?" ucapnya sambil memainkan selebaran yang ada di atas meja.
Barry menyodorkan sepasang lencana berwarna perak ke arah Cecep.
"Ini? Aah, saya tidak mau menggunakannya, Pak. Ini adalah hasil kerja keras mendiang paman saya. Sepasang lencana ini harus tetap menjadi pajangan di museum Perlengkapan Modern. Jangan bilang anda mencurinya dari sana," kata Cecep dengan nada naik, kaget saat melihat sepasang lencana milik mendiang pamannya.
Barry menggeleng.
"Lakukan sesuatu saat ada kesempatan dan jangan menyia-nyiakannya atau kamu akan menyesalinya," ucapnya seraya menaruh sepasang lencana itu di atas meja kemudian pergi begitu saja.
"Hei, anda mau ke mana? Seperti inikah caramu berpamitan?" Cecep bangkit dari duduknya namun tidak berusaha mengejar Barry. "Sialan!" umpatnya seraya mengambil sepasang lencana itu.
"Aku harus mengembalikannya ke museum atau aku harus memodifikasinya? Hmm, dia benar. Aku tidak boleh menyia-nyiakannya atau aku akan menyesal."
Cecep beranjak meninggalkan restoran fast food itu diikuti tatapan sepasang mata indah perempuan bergaun merah.
"Ehmm, sepertinya aku menemukan seseorang yang tepat. Heria pasti akan sangat berterimakasih padaku," ujar seseorang dari belakang Shela membuatnya menoleh dan terkejut.
"Bapak ini siapa? Bukankah bapak yang tadi duduk di sana dengan Kak Cecep?" ucap Shela dengan heran.
"Johannes Barry. Itulah namaku. Kamu bisa memanggilku 'Barry'," kata Barry seraya mengulurkan tangan kanannya mengajak bersalaman kepada Shela.
Shela tampak bingung. Ia hanya bisa salah tingkah.
"Tidak perlu kikuk begitu. Kamu pasti ingin makan itu, kan? Ayo akan aku traktir," kata Barry sambil mempersilahkan Shela untuk duduk di salah satu kursi di restoran fast food itu.
Beberapa lama kemudian saat Shela tengah menikmati santapannya.
Barry tampak memperhatikan apa yang dilakukan perempuan berparas cantik dan menarik itu.
"Mungkin ini sedikit mendadak tapi saya yakin kamulah orangnya. Kamu akan sangat dibutuhkan Puteri Heria," ucapnya membuat Shela mengangkat wajah dengan heran.
"Puteri siapa?" ucapnya saat masih sedang menggigit ayam gorengnya.
Barry terkekeh merasa geli.
"Nanti aku akan pertemukan kamu dengannya," katanya.
— 新章節待更 — 寫檢討