下載應用程式
100% BUKAN INGINKU / Chapter 73: Epilog

章節 73: Epilog

"Ndaaa... lihat sepatu olahraga Dena nggak? Kemarin masih ada di rak, kok sekarang nggak ada? Hari ini kan ada pelajaran olahraga."

"Ndaa... kak Al ngumpetin jilbab Aya nih. Kak Al, buruan balikin jilbab Aya. Nanti Aya dimarahin bu guru kalau nggak pake jilbab ke sekolah!!"

"Bukan Al yang ngumpetin kok!" Al membela diri. "Kamunya aja kali yang lupa taruh."

"Neng, bajuku yang batik hijau dimana? Aku mau pakai buat pertemuan para psikolog siang ini. Kok nggak ada ya di lemari?" Terdengar suara Tommy dari depan kamar.

"Mbak Umi... tolong bantuin Dena cari sepatu dong!" Kembali terdengar suara Dena

Aku, teh Sri dan Umi yang saat itu sedang sibuk di ruang makan saling pandang dan sama-sama geleng kepala karena kehebohan yang terjadi hampir tiap hari di rumah kami.

"Mi, sana kamu bantuin non Dena cari sepatunya," perintah teh Sri kepada Umi yang sedang menyiapkan bekal makan siang.

"Non Icha mendingan bantuin den Tommy dulu. Habis itu biar den Tommy yang mendamaikan si kembar." Kali ini Teh Sri yang memerintahku. Tentu saja aku tidak tersinggung sama sekali. "Biar teteh yang menyelesaikan sarapan ini. Tinggal ditempatin ke piring dan gelas kan?"

"Aku tinggal dulu ya, Teh." Aku bergegas menghampiri Tommy di kamar. Di dalam kamar kulihat Tommy masih belum memakai baju.

"Neng, kok aku nggak bisa menemukan baju batik hijau ya. Padahal tadi malam kan aku lihat tergantung di lemari." Tanpa banyak kata aku langsung mencari dalam lemari dan tak sampai 5 menit aku sudah menemukan baju yang dimaksud.

"Ini lho kang bajunya. Ada kok di dalam lemari. Kamu carinya buru-buru sih." Kataku sambil membantunya memakai baju.

"Terima kasih ya sayang. Benar kata anak-anak, bunda selalu bisa menemukan benda-benda kita yang hilang." Tommy terkekeh sambil memeluk pinggangku. Kutatap wajahnya yang mulai terlihat sedikit kerutan disana sini. Kini usianya 42 tahun. Walau sudah semakin tua dan mulai berkerut, namun ketampanannya masih terlihat. Bahkan aku lebih menyukai wajahnya saat ini. Terlihat dewasa dan bijak.

"Ngapain sih ngeliatin aku kayak gitu? Nanti semakin jatuh cinta lbo sama suamimu ini."

"Memang benar. Setiap hari aku semakin cinta dan terus jatuh cinta sama kamu, Kang." Kukecup keningnya, sudut-sudut matanya, dan terakhir sudut bibirnya. Saat aku hendak menjauhkan wajahku, tangan Tommy menahan tengkukku dan dia mulai melumat bibirku. Selalu terasa manis sekaligus memabukkan ciuman suamiku ini, batinku.

"Sudah kang, nanti kalian terlambat." Dengan enggan kulepaskan bibirku dan kudorong lembut tubuhnya. Karena aku tau kalau dibiarkan, maka semua akan terlambat berangkat.

"'Ndaaaa.....!!!" Tiba-tiba kudengar lengkingan suara Aya, yang kuyakin diganggu oleh kembarannya yang jahil.

Kami berdua tersenyum mendengarnya. Dengan lembut kudorong Tommy keluar kamar. "Kang, tolong selesaikan masalah si kembar ya. Aku mau siapkan sarapan bekal kalian."

Akhirnya kami semua bisa duduk dengan tenang mengelilingi meja makan. Tommy terpaksa duduk di antara si kembar karena mereka masih saja bertengkar. Sementara aku duduk di antara Dena dan Nizam.

"Sekarang bunda minta kalian semua diam dan nikmati sarapan ini. Kalau masih ada yang bertengkar di meja makan, maka akan bunda hukum membersihkan seluruh kamar mandi yang ada di rumah ini," ancamku saat kulihat Tommy mulai kewalahan. "Habiskan sarapan kalian dan segera berangkat ke sekolah diantar ayah. Bunda nggak mau terima laporan dari sekolah kalau salah satu dari kalian terlambat."

Semuanya langsung terdiam dan menikmati sarapan masing-masing. Kupandang Tommy yang duduk berseberangan denganku. Mulutnya mengucapkan thank you tanpa suara sambil mengedipkan sebelah matanya.

Sementara itu Sri yang memperhatikan dari pintu dapur tersenyum melihat keluarga kami sarapan. Tiba-tiba ada yang memeluk bahunya, ternyata mang Jaja suaminya.

"Kenapa Sri? Kok ngeliatnya begitu banget?"

"Aku senang melihat keluarga kecil ini yang selalu heboh setiap pagi namun langsung tertib saat di meja makan. Aku jadi kangen sama anak-anak, Kang."

"Bagaimana kalau kita minta cuti seminggu buat menengok anak dan cucu kita?" usul Mang Jaja. "Akang yakin, den Tommy pasti menyetujui."

"Menyetujui apa, mang?" tanya Umi yang tiba-tiba ada di belakang mereka. Entah apakah dia melihat kemesraan Jaja dan Sri.

"Kayaknya kami mau ajuin cuti buat nengok anak-anak dan cucu, Mi." jawab Jaja. "Sudah lebih dari enam bulan kami nggak ketemu mereka."

"Teh Sri kangen ya? Ya sudah, bilang saja sama bu Icha. Pasti diijinin. Bulan lalu aja Umi disuruh ambil libur buat pulang kampung, waktu bu Icha mengetahui bapak di kampung sakit."

Akhirnya mereka bertiga asyik mengamati majikan mereka dan keluarga kecilnya menikmati sarapan mereka. Di dalam hati mereka bertiga sangat bersyukur keluarga kecil ini mampu bertahan dari berbagai cobaan selama ini.

⭐⭐⭐⭐

Sore itu aku dan Tommy duduk berdua di ayunan sambil memandang anak-anak yang sedang asyik bercanda dan berenang. Saat itu kami sedang liburan di vila milik mas Alan. Kulihat anak-anak sibuk bercanda dan saling menggoda. Tak lama kulihat Aya yang kini berusia 10 tahun mulai merengek karena dijahili oleh Al. Untunglah ada Dena yang melerai adik-adiknya. Sementara itu kulihat Nizam yang berusia 5 tahun sedang asyik bermain bersama Umi.

"Yang, mikirin apa?" tanya Tommy yang saat itu memeluk bahuku. "Dari tadi kulihat kamu asyik banget ngeliatin anak-anak."

"Kang, aku nggak pernah menyangka impian kamu bisa terwujud."

"'Impian yang mana?"

"Aah, kamu mah gitu. Dasar laki-laki nggak pernah ingat dengan impiannya."

"Bukan gitu sayang. Terlalu banyak impian yang ingin kuwujudkan bersamamu. Dan sepertinya hampir semua impianku terwujud."

"Salah satunya memiliki tiga anak dariku. Iya kan?"

"Hehehe.. sebenarnya pengen nambah lagi. Tapi aku kasian sama kamu yang setiap hari harus menghadapi mereka hampir 24 jam. Apalagi kalau melihat tingkah si kembar. Aku semakin nggak tega mau minta tambah anak." Tommy mencium kepalaku.

Aku mendusel di dadanya. Ah, nyaman sekali rasanya.

"Neng, bagaimana denganmu. Apakah impianmu telah terwujudkan?"

"Aku ini hanya seorang wanita sederhana dengan keinginan sederhana. Aku hanya ingin memiliki suami dan anak-anak yang mencintaiku. Siapa sangka Allah memberikan begitu banyak kepadaku. Bukan inginku menikah kemudian bercerai. Dan bukan inginku menikah dengan duda lebay yang sok dingin dan memiliki 3 anak darinya. Namun Allah mengetahui apa yang terbaik untukku." jawabku sambil terus mengendusi aroma tubuh Tommy yang selalu melenakan. "Dan kini aku bersyukur banget atas semua yang telah Allah berikan untuk kita."

"Neng, jangan ngendus-ngendus gitu ah." Tommy bergerak gelisah.

"Kenapa nggak boleh? Apa kamu sudah nggak suka sama istrimu ini?" tanyaku kesal dan serta merta menjauhkan diri darinya.

"Kok ngambek?" tanyanya sambil berusaha menarikku kembali ke pelukannya. Aku bertahan tetap menjauh darinya.

"Jangan ngambek dong, Neng. Akang paling nggak kuat lihat kamu marah dan ngambek begini." Tommy terus berusaha membujukku.

"Aku tau aku sudah mulai tua dan sudah mulai jelek," Aku mulai terisak. Sekuat tenaga aku berusaha menahan isakanku namun sepertinya tak berhasil. Kini Tommy tak berusaha menarikku ke dalam pelukannya. Dia malah berdiri membelakangiku. Aku mencuri-curi pandang ingin melihat apa yang dilakukannya.

Tiba-tiba Tommy berbalik menghadap ke arahku dan mengangkat tubuhku ala bridal. Tentu saja aku kaget dengan tingkah spontannya.

"Kang, turunin. Malu kalau dilihat anak-anak." desisku sambil berusaha melepaskan diri darinya. Bukannya menurunkanku, Tommy malah membawaku ke dalam kamar. Di dalam kamar direbahkannya diriku di atas kasur lembut. Kemudian dia berdiri dan mengunci pintu kamar.

Aku buru-buru duduk dan membuang pandanganku tak ingin menatapnya. Tommy tak bicara apapun. Dia malah masuk ke kamar mandi. Tak lama kudengar pintu kamar mandi terbuka. Aku masih duduk membelakangi Tommy. Tiba-tiba kurasakan pergerakan di kasurku dan sepasang lengan kokoh memelukku dari belakang. Saat itulah kusadari Tommy sudah tidak mengenakan baju atasan.

Tommy membalikkan badanku hingga aku berhadapan dengannya. Kulihat Tommy hanya mengenakan bokser. Tommy menarik tanganku dan membuatku menyentuh juniornya dari luar. Aku terkesiap dan langsung menarik tanganku.

"Kamu tahu kan bahwa ini akan terjadi saat kamu mengendusi tubuhku." Tommy langsung melumat bibirku. Sementara satu tangannya mulai meraba seluruh tubuhku. Tak sedetikpun Tommy melepaskan bibirku saat tangannya sibuk membuka baju dan jilbabku. Tak butuh waktu lama baginya untuk melucutiku dan menyatukan diri kami. Aku bersyukur walau sudah menikah 10 tahun, permainan cinta kami masih panas membara layaknya pengantin baru.

Baru saja Tommy memindahkan tubuhnya ke sampingku dan kami masih mengatur nafas setelah mencapai kepuasan, tiba-tiba pintu kamar diketuk dan terdengarlah suara si kembar dan Nizam memanggil kami.

"Ayaaah... bunda... ngapain sih berduaan di kamar? Ayah, mau shalat di masjid atau berjamaah di rumah?" terdengar suara mereka disela-sela suara ketukan pintu.

"Kak Al, ngapain sih kita kesini?" Kudengar suara Nizam yang sepertinya bingung.

"Kak Al, kan tadi kak Dena sudah bilang kalau kita nggak boleh ganggu ayah bunda. Eh, kamu malah ngajakin kesini." Kali ini Aya yang bicara.

"Lho, aku kan cuma ajakin ayah ke masjid buat shalat magbrib." Al menjawab agak ngotot.

"Shalat kan bisa dirumah, kak Al. Lagian juga belum adzan kan."

"Ayah yang bilang kalau lelaki itu shalatnya di masjid, bukan di rumah."

"Kak Al, Nizam haus. Kak Denaaa... bundaaaa...." Terdengar Nizam mulai merengek.

Kami melihat jam dinding yang menunjukkan hampir pukul setengah 6 sore. Nah, inilah yang membedakan pengantin baru dengan kami. Dulu saat masih menjadi pengantin baru, tak ada yang mengganggu kami saat kami selesai bermain cinta. Kami bisa tertidur sambil berpelukan dalam kondisi naked. Namun kini, baru saja kami selesai tak mungkin lagi kami tidur berpelukan dalam kondisi naked. Kecuali kami bermain cinta saat menjelang subuh.

Kami masih sibuk mengatur nafas saat mendengar keributan di luar. Bukannya buru-buru bangkit, Tommy malah makin mempererat pelukannya.

"Kamu tahu, Neng. Suatu saat kita akan merindukan keributan seperti itu. Nanti ada masanya anak-anak sibuk sendiri dan kita hanya berduaan di rumah."

Aku yang bergelung di pelukannya mengangkat wajahku dan kukecup ringan bibirnya. Aku tersenyum mendengar ucapan Tommy. Benar apa yang ia katakan. Suatu hari nanti, kami akan merindukan keributan seperti itu. Baru saja aku hendak bangkit tiba-tiba kudengar suara Dena.

"Al, Aya, Nizam.. yuk kita siap-siap dulu. Sebentar lagi ayah dan bunda pasti keluar dari kamar. Kakak yakin mereka pasti kelelahan karena seharian menemani kita." Tak lama suara mereka menjauh dari pintu kamar kami.

"Kang, aku bersyukur memiliki Dena sebagai kakak mereka. Entah apa yang akan kulakukan bila tak ada Dena."

"'Iya sayang. Dena adalah anak dan kakak yang baik serta penuh pengertian." Tommy duduk dan bersandar pada kepala tempat tidur sambil tangannya terus membelai kepalaku.

Aku hanya berharap Allah akan memberikan kesempatan kepada kami menjalani hidup bersama hingga tua dan dapat mengantarkan anak-anak kami menyambut kehidupannya nanti. Tak putus-putus kata syukur keluar dari mulutku sejak pertama bertemu dan mengetahui isi hati Tommy, hingga saat ini.

⭐⭐⭐⭐

TAMAT

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Akhirnya tamat juga ya kisah cinta Tommy dan Alyssa.

Semoga pembaca puas dengan cerita ini.

Yuk tinggalkan jejak setelah membaca cerita ini sampai selesai


創作者的想法
Moci_phoenix Moci_phoenix

Akhirnya tamat

Terima kasih atas dukungan pembaca. Semoga cerita ini tidak mengecewakan kalian..

Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Load failed, please RETRY

新章節待更 寫檢討

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C73
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄