Ferand memanggil dua orang anak buahnya untuk masuk ke dalam rumah. Jantung Ella semakin berdebar-debar kencang, yang bisa menyelamatkan dirinya sekarang adalah dirinya sendiri. Ella melihat ke segala arah untuk mencari celah jalan keluar untuk lari keluar rumah. "Cepat bawa dia ke gudang, pastikan kalian berdua memukulnya sampai dia mengakui kesalahannya," perintah Ferand membuat Ella semakin panik. Saat dua orang itu mulai hendak memegang kedua lengannya, Ella menggunakan kedua sikunya untuk memukul perut anak buah ayahnya. Ia segera berlari sekecang mungkin dari rumah, "Cepat tangkap dia!" teriak Ferand membuat kedua anak buahnya yang masih merintih kesakitan langsung bergegas berlari mengejar Ella.
"Aku harus bagaimana sekarang, dimana aku harus bersembunyi? Semua orang di sekitarku sepertinya tidak ada yang bisa diajak kerja sama," gumamnya. Ella masuk ke dalam sebuah gang kecil dan sempit, baru saja ia memperkirakannya dan itu langsung terjadi. "Dia berlari kearah sana!" teriak seseorang kepada anak buah Ferand.
"Memang tidak ada yang bisa diajak kerja sama, tapi sudahlah. Aku harus mencari tempat untuk bersembunyi, apa yang diinginkan ibu dan kak Alana? Mengapa mereka berdua terus menjeratku dalam masalah?" gumamnya lagi. Langkah kakinya terhenti saat melihat sekelilingnya dan tangan kekar menariknya ke dalam sebuah pelukan hangat. Pelukan itu membuat Ella merasa sangat tenang sekali. "Shttt ... Jangan bersuara," katanya pelan di telinga Ella.
Anak buah Ferand berlari kearah berlawanan dari tempat Ellla bersembunyi dan langkah kaki mereka terdengar semakin menjauh. "Mereka pergi kearah sana, kamu sudah aman sekarang." Ella mengangguk pelan dan mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang sudah menolongnya itu, "Xavier ...."
"Iya Ella, aku melihatmu saat berjalan pulang dari pasar, lalu aku mengikutimu sampai di rumah. Dan tadi aku mengejar kemana kamu berlari," jawab Xavier membuat Ella menghela nafasnya lega. "Apa yang terjadimu? Mengapa wajah dan bibirmu sama-sama pucat?" tanyanya lagi sambil memperhatikan setiap senti wajah cantik itu. Air mata Ella tumpah, ia tidak kuat lagi memendam semua yang sudah terjadi hari ini.
"Entahlah, sendiri sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi dalam hidupku. Ketika aku pulang dari pasar, aku sudah melihat ibu tiriku menangis dalam keadaan luka-luka lebam dan juga kakak tiriku menangis. Dan ayahku sendiri malah menyuruhku untuk mengakui apa yang sudah aku lakukan. Aku sudah menjelaskan semuanya, tapi ayahku sama sekali tidak mempercayaiku. Dia meminta dua orang anak buahnya untuk memukuliku sampai aku mengakui apa yang sudah aku perbuat. Aku sangat takut sekali, Xavier ...."
"Jangan menangis Ella, ayo sekarang aku antarkan kamu pulang ke rumah. Biar aku menjelaskan apa yang kamu rasakan pada ayahmu itu, ini sungguh tidak adil Ella ...."
"Tidak, jangan Xavier. Ia tidak akan mempercayaimu, yang jelas aku akan mendapatkan sesuatu yang tidak terduga nanti." Xavier menghela nafasnya kasar, kemudian menarik tangan Ella pergi entah kemana. Saat mereka berdua sudah melangkah cukup jauh, dua orang anak buah Ferand melintasi tempat awal mereka berdiri. "Baiklah, sebaiknya kamu bersembunyi dulu ya, biarkan ayahmu itu meredam emosinya lebih dulu," saran Xavier yang terdengar cukup bagus menurut Ella. "Iya, kemana kita akan pergi sekarang?"
***
"Maaf Tuan, kami berdua tidak menemukan dimana perginya nona Ella, kami sudah mencarinya kemana-mana, tapi kamu tidak bisa menemukan jejaknya," kata salah satu anak buahnya. Ferand memasang wajah masam dan menyuruh dua anak buahnya itu kembali bekerja. Ia berjalan menghampiri istrinya yang duduk termenung menatap makanannya yang mulai dingin. "Makanlah sayang ...."
"Tidak, aku tidak mau makan. Aku ingin menunggu Ella kembali ke rumah ...," jawab May datar.
"Jangan menunggu kepulangan anak itu, lagipula dia memang tidak tahu diri, tidak ada gunanya."
"Jangan berbicara seperti itu Ferand, aku tahu dia memang tidak menyukaiku, tapi aku sudah menganggap dia seperti anakku sendiri." Kata-kata May membuat Ferand kembali sedih, dirinya kembali dibuat ingat saat dirinya masih kecil. Saat kecil, ia sudah kehilangan kedua orang tuanya dan ia diasuh paman dan bibinya. Bibinya berdebat hebat dengan pamannya dan bibinya mengatakan hal yang sama seperti May sekarang. Lalu bibinya meninggal dunia akibat serangan jantung, juga pamannya meninggal karena merasa terpukul akan kepergian istrinya itu.
***
"Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa sudah lebih baik?"
"Sudah, terima kasih sudah menghiburku Xavier, aku merasa beruntung sekali bisa bertemu dengan orang sepertimu di saat-saat keadaanku tidak baik-baik saja." Satu mangkuk sup hangat habis dilahap oleh Ella, tubuhnya menjadi sedikit lebih baik. Mereka berdua pun pergi dari kedai penjual sup itu. Kali ini Ella sudah menguatkan tekadnya untuk pulang ke rumah. Kedua tangannya gemetaran, menyadari hal itu, Xavier menggenggam tangan Ella. "Tidak perlu takut, aku akan membantumu Ella."
Tok tok tok
Alana yang sedang bersantai membaca buku di ruang tamu pun segera berlari membukakan pintu. Betapa terkejut ia saat melihat Xavier dan Ella berdiri di depan pintu. Alana langsung berteriak memanggil Ferand, semakin menciutlah nyali untuk seorang seperti Ella. Ferand datang dengan membawa cambuk di tangan kanannya. Ella segera bersembunyi di belakang Xavier. "Apa seperti ini cara kalian menyambut kehadiran anggota keluarga? Ini tidaklah sopan," tegur Xavier dengan nada tinggi. Ia tidak ingin Ella terluka lagi dan menangis.
"Ini bukan urusanmu, pergilah sebelum aku menjadikanmu buronan!" sahut Ferand tidak kalah tinggi nada suaranya.
"Tidak, aku tidak akan pergi meninggalkan Ella bersama orang-orang macam kalian semua. Dan kamu sebagai ayahnya, apa tidak bisa bersikap bijaksana? Dia ini adalah anakmu sendiri, tuan. Bisakah kamu menimbang mana yang baik dan mana yang tidak?"
"Sudah aku bilang, urusan ini tidak ada kaitannya denganmu. Pulanglah sebelum kamu mendapatkan ganjarannya."
"Sudah kubilang tidak akan, cobalah untuk mendengar penjelasan putrimu ini. Kasihan sekali dia, dia tidaklah bersalah."
Ferand yang tidak berbasa-basi segera menarik Ella yang bersembunyi di belakang Xavier kemudian menutup pintu rumahnya. "Tuan, aku peringatkan lagi. Jangan memukuli Ella, dia tidaklah bersalah!" teriak Xavier. Ferand tidak peduli, ia membawa anaknya itu masuk ke dalam gudang.
"Ayah, dengarkan Ella. Ella sama sekali tidak melakukannya, Ella sudah mengatakan hal yang sejujurnya. Bukankah ayah sendiri hafal bagaimana sikap Ella, tidak mungkin juga Ella melakukan itu pada mereka," jelas Ella sambil menahan takut.
Plak
"Dasar anak tidak berguna, sikapmu itu sudah benar-benar mempermalukan aku di depan istriku sendiri!"
"Ayah! Dengarkan Ella sekali saja!" teriak Ella begitu keras membuat para tetangga di kiri kanan rumahnya mendengar teriakkan itu. "Ella tidak melakukannya, Ella ulangi lagi. Ella sama sekali tidak melakukannya!" Bukannya mempertimbangkan dengan baik, Ferand melayangkan cambuk pada anaknya sendiri.
"Xavier!"