“AAAA…”
Pekikan Ralin hanya terdengar sedetik sebelum lelaki itu membungkamnya dengan telapak tangannya. Ralin membelalak padanya, dengan cepat menelusuri wajah yang terakhir kalinya dilihatnya berbulan-bulan lalu.
“Kenapa teriak?”
Ralin melepas tangan yang menempel di bibirnya, masih terengah.
“Kenapa lo bisa ada disini?” tukas Ralin.
“Lho? Yuga nggak bilang soal kedatangan gue?”
“Enggak. Sama sekali nggak ada.” Ralin menormalkan kembali napasnya. “Tapi kenapa lo bisa ada disini, Val?”
“Nanti deh, kita cerita.” Vivaldy, sepupu Yuga dari Jenggala, memandang ke arah rumah di depannya. “Mana Yuga?”
“Masih tidur.”
“Jadi, sekarang sudah bobo bareng?”
Detik berikutnya Valdy meringis kesakitan saat cubitan Ralin mendarat di lengannya.
“Konotasinya negatif banget.” Ralin tersenyum manis, memilin lengannya makin kuat. “Jangan berasumsi aneh-aneh deh!”
“Sakit, Ralin!”
Ralin lalu melepasnya. Di luar dugaan Valdy mendengus geli.