Pagi ini bukanlah pagi yang baik untuk Nara. Tubuhnya lemas sekali, kepalanya pusing, bibirnya kering, wajahnya pucat pasi. Bahkan, berdiri untuk berjalan ke kamar mandi saja ia hampir jatuh.
Ia sakit. Tapi, lebih sakit lagi dadanya. Perasaannya. Dan, kepalanya.
Kejadian malam minggu yang lalu sangat berefek buruk bagi mental Nara. Sejak ia diantar pulang oleh seorang pengunjung taman, Nara belum mau membuka mulut, atau sekadar menjawab " iya" dan " tidak.
Nara benar-benar shock. Kejadian kemarin bukan hanya menguras sembilan puluh sembilan persen pikirannya, juga menimbulkan ketakutan yang luar biasa.
Nara kira setelah ini ia akan menderita gangguan mental. Sakit jiwa. Psikopat atau apalah. Lalu, ia membenarkan asumsinya ketika melihat penampilannya di depan cermin. Ia tertawa begitu keras, kemudian menagis sejadi-jadinya. Hingga mamanya yang sedang sibuk memasak di dapur tiba-tiba menggebrak pintu kamar Nara dengan napas satu-satu.