10 tahun sebelumnya ….
Bandara internasional kota S
Di lounge luas bandara internasional kota S, ada keluarga Wijaya lengkap dengan keluarga Wicaksono, berkumpul bersama keluarga kecil Benedict juga Wardhana, yang saat ini sedang mengantar kepergian dari salah satu anggota keluarga yang paling mereka sayang dan banggakan.
Gavriel Wijaya, berdiri dengan sang adik yang menempelinya layaknya perangko, dari awal keberangkatan hingga sampai di bandara tempat mereka saat ini berkumpul.
Selyn hanya punya satu malam bersama sang kakak, yang saat ini juga balas memeluknya dan sesekali mengusap rambutnya lembut.
Kemudian ada Ezra yang berdiri bersisihan dengan Queene, dengan Queeneira yang melihat pasangan kakak-adik itu dengan senyum juga rasa haru.
Hari ini adalah hari perpisahan mereka, namun, bukan berarti mereka tidak akan bertemu suatu hari nanti.
Segala macam nasihat puas didengar oleh Gavriel, baik dari orang tua, kakek-nenek, Unkel-Onty, sepupu juga sahabatnya__Cintanya.
Keduanya belum memiliki ikatan, tapi keduanya saling berjanji akan bersama suatu hari nanti.
Selain keluarga Gavriel, ada juga Dani dan keluarga kecilnya. Ros, karyawan di perusahaan Wijaya, dia adalah istri dari Dani. Kemudian anak mereka yang saat ini berumur 14 tahun, anak laki-laki yang dipersiapkan, untuk menjadi asisten Gavriel layaknya Dani kepada Dirga.
Panggilan suara, dengan nomor penerbangan yang akan Gavriel dan Dani tumpangi terdengar memperingati.
Keduanya pun bersiap untuk memasuki pintu pemeriksaan, bersiap pula untuk berpisah dengan orang-orang kesayangan.
"Hati-hati, Gavriel, ingat pesan Daddy," ujar Dirga tegas, menutupi kenyataan jika ia sebenarnya sedih dan hampir menangis.
"Hn. Tentu Dadd."
Kiara tidak banyak berkata, ia hanya memeluk putranya erat dan menciumi pipi-kening dan kembali memeluk sang putra semakin erat.
"It's ok, Momm. Don't cry, please," bisik Gavriel dengan Kiara yang mengangguk.
"Mas, El sayang dengan Mas, El pasti kangen banget nanti sama Mas. Sehat terus disana."
"Me too, more than you, lill princess," bisik Gavriel memeluk adiknya erat.
Semuanya memeluk Gavriel berganti, bahkan Dirga pun memeluk Dani, sebagai permintaan untuk menjaga putra kesayanganya nanti di sana.
"Jaga Gavriel, Dani. Gue percayain Gavriel dengan lu," ucap Dirga saat memeluk Dani.
Gavriel juga memeluk Ezra dengan bisikan meminta, agar Ezra menjaga sahabat mereka(Cintanya lebih tepatnya), dengan Ezra yang mengangguk mantap.
Lalu Queeneira, ia hanya menatap pemandangan sedih di depannya dalam diam. Menanti gilirannya, untuk berpisah dengan sahabatnya__cintanya yang belum menjadi miliknya.
Hanya tersisa 5 menit, Gavriel pun berdiri di depan Queeneira yang menatapnya dengan bibir digigit menahan tangis.
Gavriel menggelengkan kepala, saat air mata Queeneira hampir menetes, kemudian mengusapnya perlahan.
"Aku harus pergi, jaga diri, Queene," ujar Gavriel dengan Queene mengangguk pelan.
"Ok, sampai jumpa," lanjutnya.
Gavriel menepuk kepala Queeneira pelan, kemudian membalikkan tubuhnya membelakangi Queeneira, yang menatap punggung Gavriel dengan bulir air mata menetes.
"Gavriel," bisik Queeneira pelan, namun sayang panggilan keberangkatan lagi-lagi terdengar, sehingga Gavriel pun tidak sempat membalas dan berjalan cepat, menuju Dani yang sudah berdiri di pintu pemeriksaan.
"Sampai jumpa, semuanya!"
Itu adalah seruan dari Gavriel, sebelum pintu tertutup dan saat pintu terbuka Gavriel pun sudah tidak ada di sana.
Hiks!
Faro dengan segera membawa putrinya masuk ke dalam pelukannya, dilihat oleh semuanya yang hadir, bagaimana seorang Queeneira yang menangis tanpa suara berlebih. Tapi itu lebih sakit, dibandingkan dengan nangis meraung.
Dirga mendekati Queeneira, kemudian meminta tanpa suara kepada Faro untuk ia yang berganti memeluk Queeneira, hingga akhirnya Queeneira pun kini ada dipelukan Dirga.
Aroma khas Gavriel menurun dari Dirga dan Queeneira pun saat ini merasa seperti sedang dipeluk oleh Gavriel.
"Queeneira, maaf jika Gavriel membuatmu sakit," bisik Dirga dengan Queeneira yang menggelengkan kepala.
Akhirnya acara haru-biru itu selesai, Queeneira berdiri di dekat jendela besar tempat untuk melihat aktivitas pesawat di luar sana.
Tangannya ia letakkan di kaca dan tersenyum dengan bulir kristal jatuh, kristal yang ia harap kristal terakhir yang akan jatuh.
Semoga kamu bisa meraih mimpimu, Gavriel. Aku akan menunggumu, meski aku tidak tahu sampai kapan aku akan menunggumu.
Sedangkan di pesawat yang di tumpangi Gavriel dan Dani.
Gavriel yang duduk di samping jendela pesawat, melihat ke arah luar pesawat dan melihat lapang landas dengan tangan mengepal.
Queeneira, aku akan meraih dunia di dalam genggamanku lebih dulu. Baru kemudian kamu, yang akan aku genggam dan aku masukkan di penjara emasku.
Pesawat pun akhirnya mengudara, meninggalkan lapangan landas menuju Bandara internasional John. F. Kennedy. Negara Amerika, New York sebagai tempat Gavriel menuntut ilmu.
"Selamat jalan, my Arrogant Friend."
Pesawat yang terbang dari kota S ini akhirnya landing di
Bandara internasional Jhon. F.Kennedy, New York, Amerika .
Para penumpang pun berbondong-bondong berjalan menuju ke arah gate arrival, menemui sanak-saudara yang menjemput. Begitu pula dengan keempat orang ini, yang juga berasal dari kota S.
Mereka berjalan kearah seseorang, yang sengaja diutus oleh Daddy dari Gavriel untuk mengantar keempatnya ke hunian selama mereka di Amerika.
"Halo … Mr.Dani and Mr.Gavriel Wijaya, right?(Halo … Tuan Dani dan Tuan Gavriel Wijaya, benar?" tanya si penjemput saat keempatnya tiba di hadapannya.
Dani mengangguk, begitu pula dengan Gavriel yang merasa disebut namanya.
"Let me introduce my self, my name is Oniel, Andy Oniel. Nice to meet you ," lanjut si penjemput, yang memperkenalkan diri dengan nama Andy Oniel , sambil mengulurkan tangannya kepada Gavriel juga Dani yang segera menyambutnya.
"Halo Mr.Oniel , I'm Dani, this is my wife Ros and my son Aksa Iriyandi. Nice to meet you too," balas Dani ramah memperkenalkan diri.
Berbeda dengan Gavriel, yang hanya menyebut nama, itu pun dengan nada bawaanya apalagi kalau bukan datar dan wajah tanpa ekspresinya. Tapi Andy tidak heran karena Tuan besarnya pun seperti itu, sehingga ia pun tidak heran lagi.
"Gavriel Wijaya."
Setelahnya keempatnya di persilakan Andi untuk mengikutinya, menuju mobil terparkir dan ia juga yang bertugas untuk mengantar kemanapunmereka, hingga keempatnya terbiasadengan kota ini.
Thornwood, New York , Amerika Serikat.
Perjalanan berlangsung selama 47 menit, dari bandara menujuasrama tempat Gavriel tinggal. Sedangkan Dani akan tinggal di apartemen dekat gedung perusahaan di Cambridge, mengurus perusahaan hingga Gavriel menyelesaikan diplomanya selama satu tahun di EF ACADEMY.
Mereka pun sampai di depan asrama, yang akan ditinggali Gavriel selama satu tahun, Dani berharap Gavriel akan cepat beradaptasi dengan lingkungan dan tidak menutup dirinya terhadap lingkungan baru.
"Nah! Gavriel , selamat berjuang, unkel akan jemput kamu lagi satu tahun dari sekarang, begitu pula dengan Aksa satu tahun setelahnya. Good luck, Aksa, Gavriel," ujar Dani melihat anaknya dan anak sahabatnya sedih.
Gavriel mengangguk sedangkan Aksa memeluk sang Mama , dengan sang Papa yang mengusap kepalanya, sedih dan bahagia karena sebentar lagi impiannya dari zaman masih berjuang mendapatkan sang istri terlaksana.
Jika masih ingat , saat Dani meminta kepada Dirga , maka inilah yang di maksudnya untuk membuat keturunannya mengabdi kepada keluarga Wijaya juga, karena keluarga Wijaya telah banyak membantunya.
"Kalian hati-hari, selalu lah bersama dan saling bantu. Ok?" nasihat Ros yang diangguki oleh keduanya.
Kemudian Dani dan Ros pun melanjutkan perjalanan, menuju Cambridge yang akan menghabiskan waktu sekitar 3 jam dari tempat mereka berada saat ini.
Gavriel menghadap ke arah pintu gerbang disambut ramah oleh pengurus asrama, yang membawa keduanya masuk segera dan mengantarnya ke masing-masing kamar yang bersebelan di lantai tiga .
Kemudian pengurus asrama itu menghadap ke arah Gavriel dan Aksa, menatap keduanya dengan tegas.
"This is your room's . I hope you feel at home here. Remember the prohibitions and rules here, understand kids?" ujar si pengurus dengan nada ramah, namun juga tegas disaat bersamaan.
"Of course, sir," jawab keduanya bersamaa, meski dengan nada yang berbeda.
��Ok. Have a good rest," balas si pengurus asrama lalu pergi meninggalkan keduanya, yang masih berdiri di depan pintu kamar masing-masing.
"Aksa."
Gavriel memanggil anak Dani, yang berdiri di depan pintu dan memandang pintu dengan gugup. Ia mengerti perasaan Aksa , karena selain usianya yang masih muda, Aksa juga punya tanggung jawab hampi sama besar dengannya.
"Ya, Tuan Gavriel, ada apa?" sahut dan tanya Aksa , menoleh ke arah Gavriel yang saat ini sedang menatap pintu kamar dengan ekspresi datar.
Gavriel tidak langsung menjawab, melainkan menghela napas sejenak.
"Belajarlah dengan giat dan jadi orang yang kuat , agar aku pun menjadi semakin kuat. Apa kamu mengerti, maksudku?" ujar Gavriel tanpa menoleh. Terdengar seperti perintah yang absolute , tapi Aksa mengerti jika apa
yang dikatakan caalon Tuannya adalah benar.
"Tentu, aku akan belajar dengan baik."
"Bagus! Aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik di kemudian hari, Aksa ."
Dan inilah adalah awal kisah Gavriel menempuh pendidikannya,
bersama Aksa yang berdiri disisinya dengan ekspresi takut. Ya , Aksa memiliki
beban yang di berikan oleh sang ayah, untuk bias berhasil dalam pendidikannya
mengambil diploma selama dua tahun.
Dipersiapkan sebagai asisten__tangan kanan, bagi seorang calon CEO perusahaan raksasa adalah beban tersendiri bagi siapa saja yang akan menjalaninya.
Gavriel pun memasuki kamarnya, meninggalkan Aksa yang menatap pintu kamar Gavriel dengan tatapan dalam, baru kemudian ikut masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Sedangkan di belahan dunia lainya, tepatnya di kota S.
25 jam setelah kepergian Gavriel, Queeneira yang masih bersedih memutuskan untuk berdiam diri di kamar. Padahal adik dari sahabtnya__Selyn, mengajaknya untuk mengunjungi taman tempat terakhir ia dan Gavriel menghabiskan sisa hari terakhir.
Berdiri di depan jendela kamarnya, Queeneira mengingat saat ia dan Gavriel bermain di taman itu, taman tempat mereka mengahabiskan masa kecil juga. Ia masih mengingat saat Gavriel menggengam tangannya, masih ingat bagaimana Gavriel tersenyum kepadanaya, juga bagaiaman Gavriel tertawa bersamanya.
Ia berharap selamanya ia akan mengingat kenangan itu, tanpa melupakan sedikit pun kesenangan di dalamnya. Ia akan menjadikan kenangan dan juga kata-kata dari Gavriel sebagai pengingat saat ia mulai lelah menunggu. Ia juga akan pastikan jika selain dia, tidak aka nada orang yang membuatnya merasa bahagia saat ia bersamanya.
Tangannya yang saat ini sedang memegang sebuah kotak terangkat, memperlihatkan kotak hitam using dengan isi yang belum di ketahuinya.
Gavriel bilang, ia diperbolehkan membukanya saat si empunya kotak sudah pergi dari hadapanya dan ia rasa inilah saatnya.
Ia bersiap membuka kotak itu, namun sayang ketukan pada pintu kamarnya menggangu dan membuatnya urung, menyimpan kembali saat suara sang Mama memanggil namanya .
Tok! Tok! Tok!
"Que-que , keluar sini, sayang. Temani Mama!��
Tidak ingin membuat sang Mama mengeluarkan suara emasnya
lagi, Queene pun akhirnya keluar dari kamar menuruti keinganan sang Mama,
setelah menyimpan kotak hitam using itu
ke dalam laci meja belajarnya.
"Yes … Mom, I coming!"
Tahun-tahun berikutnya ….
Hari-hari berlalu tidak terasa waktu cepat berlalu, ini adalah tahun ke dua saat keduanya terpisah . kini Queeneira sedang ada di acara perpisahannya sendiri, setelah teman seangkatannya melaksanakan ujian negara__ujian kelulusan tepatnya.
Dihadiri oleh orang tua seluruh murid, juga beberapa alumni lulusan tahun lalu, acara sukses di gelar dengan meriah di aula besar sekolah Trisakti.
Queeneira , Ezra dan tentu saja Selyn, yang tahun ini naik kelas 3 merayakan bersama dengan perasaan kurang. Sebab mereka kumpul dengan satu orang tidak ikut serta, dia adalah Gavriel yang juga saat ini telah resmi menjadi mahasiswa di Universitas Harvard .
Mereka pikir mereka bisa menghubungi Gavriel, sekedar untuk memamerkan pakaian kelulusan yang saat ini mereka pakai, namun sayang mereka hanya mendapatkan kata selamat dari Gavriel melalui pesan , yang masuk dalam kotak pesan Selyn seorang.
"Gavriel , kamu saat ini sedang apa?" batin Queneeira sedikit sedih
Sementara Queeneira dengan rasa rindunya, Gavriel yang saat ini sedang duduk di tengah-tengah orang asing hanya bisa memegang handphone di tanganya dengan remasan pelan. Ia tidak bisa mengabaikan pelajaran, hanya untuk menelpon dan mengucapkan selamat meskipun ia sangat ingin.
Di dalam hatinya Gavriel berjanji, akan menghubungi ketiganya setelah ia menyelesaikan pelajarannya, namun sayang hingga mata pelajaran usai Gavriel tidak punya waktu, karena saat pelajaran usai ia masih harus mengerjakan tuganya yang datang selalu berbondong-bondong.
"Huuft … ini sudah sekian lamanya, aku tidak mendengar suaranya," batin Queeneira sedih.
Bersambung.