Untukmu, wanitaku.
Kutitipkan beberapa lapis rindu yang kian membeku...
Menunggu panas untuk mencair...
Kulukiskan wajah indahmu di atas kanvas
Wajah yang selalu akan kunikmati setiap saat.
Irona mengedarkan pandangannya. Ia mencari orang yang telah memberikannya puisi seperti ini.
"Apa jangan-jangan, Aksa?" batinnya.
Irona menemukan sepucuk surat yang terletak di atas mejanya. Namun kelas masih dalam keadaan sepi, belum ada siapapun dan bahkan belum ada satu tas pun yang tertera di atas kursi.
"Apa pengirimnya salah kirim, ya? Tapi ada nama gue kok"
Irona mengangkat bahu acuh. Ia meremas-remas kertas tersebut dan membuangnya ke tempat sampah.
"Kamu buang apa?"
Suara Aksa membuat tubuhnya tersentak dan hampir saja tubuh Irona terhuyung ke depan.
"Oh, ini. Aku buang sampah" kilah Irona.
"Nih, susunya. Kita makan di kelas aja, ya"
Irona mengikuti tubuh Aksa yang sudah melangkah terlebih dulu. Diam-diam ia menghembuskan napas ringan.