"Irona!"
Irona menoleh ketika merasa namanya dipanggil dari belakang oleh seseorang.
"Niken?" gumamnya dengan wajah yang bingung. Tidak biasanya wanita berparas cantik itu memanggil Irona sepagi ini.
Niken tampak tidak menyeramkan kali ini, wajahnya berseri cerah, senyumnya selalu terpatri dibibir yang sedikit tebal itu. Lipstik berwarna merah namun tipis membuat penampilannya lebih segar, entah ada angin apa. Biasanya jika bertemu dengan Irona, ia akan memasang wajah antagonis dan sedikit menyeramkan seperti siluman ekor naga.
"Kenapa?" Irona bertanya ketika Niken sudah tiba dihadapannya. Tidak ada Putri dan Nadira, ya benar, ia hanya seorang diri.
"Aksa gue mana?" Niken celingak celinguk memperhatikan sekitar, namun ia tidak melihat Aksa. Biasanya lelaki itu akan terus menempel dengan Irona, padahal sejak tadi ia sudah menunggu diarea parkir.
Irona tersenyum miring, "Lo manggil gue cuman mau nanyain Aksa?"
Niken mengangguk tanpa dosa. "Ngapain juga gue manggil lo tanpa alasan" lanjutnya dengan senyuman tak kalah sinis.
"Dasar cewek ngga tahu malu" Irona berbalik, berniat meninggalkan Niken, namun.....
"Aaarghh" Irona merintih karena dengan gerakan mendadak Niken menarik rambut kesayangannya.
Niken mendekat kesamping, tepat didekat telinga Irona, "Lo ngga usah belagu karena udah dapetin Aksa" lanjutnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Irona.
"Dasar cewej gila" gumam Irona, ia mengusap kepalanya yang terasa sedikit nyeri karena ulah Niken.
Irona tidak merasa takut dengan apa yang dikatakan Niken barusan, baginya ini adalah sebuah tantangan. Dulu ia pernah kehilangan lelaki hanya karena seorang wanita penggod, kali ini tidak akan lagi. Ia harus mempertahankan Aksa, membasmi wanita-wanita yang berusaha merebut kekasihnya tersebut.
***
Hari ini Aksa tidak masuk, karena ia harus mengikuti olimpiade diluar kota. Seperti janjinya dulu kepada pihak sekolah, bahwa ia bersedia untuk mengikuti olimpiade asal bisa satu jelas bersama gadis pujaannya, dan hari ini lah ia harus membalas budi pada sekolah.
"Na, Aksa jadi keluar kota?" tanya Arin yang sedang mengaduk mie ayamnya.
"Iya" jawab Irona singkat
Arin, Irona dan Daffa sedang berada di kantin. Biasanya mereka berempat dengan Aksa, namun karena Aksa sedang melakukan tugasnya jadilah mereka hanya bertiga.
Banyak yang tidak menyangka dengan hubungan Irona dan Aksa, dulu mereka seperti kucing dan anjing yang tidak bisa berdamai. Namun kini sebaliknya, justru mereka menjadi pasangan kekasih yang tidak bisa dipisahkan.
"Daf, menurut lo... Aksa setia nggak sama gue?" cicit Irona ragu.
Daffa menenggak minumannya, "Lo jangan pernah ragu sama kesetiaan Aksa. Walaupun dia ngeselin, tapi dia setia sama lo"
Irona hanya mengangguk-anggukan kepala, pertanda mengerti.
"Iya, Na. Lagian nih ya kalian itu kan emang udah saling suka dari kecil, jadi ngga mungkin kalau Aksa ngga setia sama lo" ucap Arin menimpali.
"Gue sih percaya, tapi gue khawatir aja dia kemakan sama pesonanya si Niken itu" Irona menatap Niken beserta geng nya yang sedang duduk tidak jauh dari mereka.
"Lah elo, selera lo rendah banget kalo cemburu sama modelan cewek kayak si Niken" ucap Daffa sebari memakakan cemilannya, "Nih ya gue kasih tahu, Aksa itu ngga suka sama cewe kayak si Niken. Yang suka dandan menor, baju seksi, dia itu ngga suka" lanjutnya.
"Yeee.. itu tandanya dia kagak normal" Irona menjeda sebentar ucapannya, "Semua cowok pasti suka sama cewe yang body goals, yang cantik" lanjutnya, Irona menenggak habis air mineral yang hanya tersisa sedikit.
"Buat gue sama Aksa sih ngga. Justru kita cari cewek yang apa adanya" tutur Daffa, matanya melirik ke arah Arin yang sedang fokus dengan ponselnya.
***
"Gue kangen banget sama Irona" Aksa bergumam dengan wajah yang tidak lepas dari layar ponselnya. Disana terpasang foto seorang gadis berwajah cantik dengan poni dan senyuman yang membuat siapa saja akan meleleh.
Aksa tersenyum karena ia tidak menyangka kalau Irona akan tumbuh secantik ini. Ia benar dibuat gila oleh parasnya.
***
Ting!
Ponsel Irona berdenting pertanda ada pesan masuk disana, ia mengernyit ketika melihat nama kekasihnya terpampang.
Aksa : "Sayang"
Irona : "Apa?"
Aksa : "Ikan hiu badannya peyang"
Irona : "Tarik siiss"
Aksa : "I love you sayang"
Irona : "Gembel"
Aksa : "Aku kangen. Kamu ngga nakal kan selama aku pergi?"
Irona : "Ngga, sayang. Aku dari tadi kumpul sama Arin sama Daffa"
Aksa : "Oh, sekarang kamu dimana?"
Irona : "Aku di kantin, lagi makan"
Setelah pesan yang ia kirim ceklis dua abu-abu, tidak kunjung membiru. Irona hanya mengangkat bahu acuh dan memasukan kembali ponselnya kedalam saku seragamnya.
"Aksa?" tebak Arin
Irona mengangguk, "Iya. Mungkin dia lagi istirahat makanya chat gue"
Arin dan Daffa hanya mengangguk-anggukan kepala kompak, mereka memang cocok jika dijadikan pasangan.
"Heh lihat deh guys. Irona yang biasanya dikawal terus sama Aksa sekarang murung karena cowoknya ngga masuk" tiba-tiba saja suara Niken menginterupsi semua orang yang berada dikantin, Irona yang sedang memakan cemilannya pun menoleh kepada Niken yang saat ini sudah berada tepat dihadapannya.
"Kemana cowok lo?" Niken melipat kedua tangannya di dada, didampingi oleh dayang-dayangnya sepertinya mereka akan membuat masalah dengan Irona.
Irona tidak menghiraukan mereka, ia tetap fokus dengan makanan yang ada di hadapannya, begitupun dengan Daffa dan Arin.
"Heh lo budek, ya!" ujar Niken dengan suara sedikit naik, ia sangat tidak suka jika diacuhkan seperti ini.
"Lo ganggu orang lagi makan tau ngga" jawab Irona dengan santai, tidak ada rasa kesal sama sekali, wajahnya pun terlihat biasa saja.
Niken tersenyum sinis, "Ini salah lo, kenapa lo harus ngerebut Aksa dari gue"
"Heh nenek lampir, bukan Irona yang rebut, tapi emang Aksa ngga mau sama lo" Arin beranjak dari duduknya, ia sudah muak melihat tingkah laku Niken terhadap sahabatnya.
"Lo ngga usah ikut campur!"
Brak!!
Irona menggebrak meja dengan keras, "Mau lo apa?" tatapannya dingin namun membunuh, Irona berharap Niken mengerti dengan tatapan yang Irona berikan.
"Gue mau Aksa" ucapnya dengan mudah dan tanpa rasa malu
Irona tersenyum kecut, ia benar-benar tidak habis pikir dengan Niken.
"Tapi gue ngga akan pernah mau sama lo"
Suara berat memecah keributan di area kantin, lelaki berpostur tegap itu mendekat ke arah gadisnya.
"Aksa" Irona Bergumam
"Lo salah Niken. Lo salah kalau harus memperlakukan Irona kayak gini, karena sampai kapanpun gue ngga akan suka sama lo dan ngga akan pernah ninggalin Irona" ucap Aksa dengan nada tegasnya, ia menatap kedua manik mata Niken.
Niken terdiam, tubuhnya membeku dan mulutnya terkunci. Hanya butiran air mata yang siap jatuh jika ia berkedip walau hanya sedikit.
"Lo bikin malu gue, Aksa" ucapnya lirih
"Gue sama sekali ngga ada niat buat mempermalukan lo. Tapi lo yang mempermalukan diri lo sendiri." Aksa menjeda ucapannya, "Gue harap lo berhenti gangguin gue sama Irona" lanjutnya.
Hati Niken sudah terlalu sakit mendengar semuanya, ia berlari pergi dari area kantin dengan keadaan tidak baik-baik saja. Semua yang berada di kantin menatap iba pada Niken, namun ada juga menatap kesal. Karena memang orang seperti Niken pantas mendapatkan itu semua, ia tidak seharusnya mengganggu hubungan seseorang hanya demi sebuah obsesi.
"Kamu ngga apa-apa?" Aksa menatap gadisnya dengan lembut, ia tersenyum senang karena bisa pulang cepat.
"Aku ngga apa-apa. Tapi kamu ngga seharusnya kayak gitu sama Niken" ucap Irona lembut, ia kembali duduk dan berpangku tangan diatas meja.
Aksa menggeleng, "Biar dia jera dan ngga gangguin kamu lagi"
"Bener tuh, Na. Sekali-kali emang harus di gituin" Arin menimpali, ia sedari tadi memang sudah dibuat geram oleh Niken.
"Iya, tapi kasian Niken" tatapannya sendu, Irona bisa membayangkan bagaimana jika ia yang berada diposisi Niken, pasti rasanya sakit.