"Kenapa menangis?"
Ronald mengeleng, dia mengunyah makanannya perlahan, dia lupa kapan terakhir kali dia merasakan kasih sayang seorang ibu, adiknya sungguh beruntung hidup bersama keluarga sanjaya yang sangat menyayanginya, memberi perhatian yang tak kalah dengan orang tua kandung.
"Ronald.."
"I..iya tante."
"Mama sayang, kamu kakaknya Rey berarti kamu juga kakaknya Jelita, dan juga anak mama dan papa."
"Iya Ma,"
"Nah gitu dong, ayo buka mulut lagi." Belum sempat makanannya sampai dimulut Ronald, Rey sudah merebutnya.
"Hap! Nyam..nyam..nyam..aduh!!" Jari mamanya sudah mendarat dengan apik dilengan Rey, sebagai hukuman atas perbuatannya merebut jatah makanan kakaknya.
"Sakit Ma."
"Lagian kamu tuh ya.. mama tuh nyuapin Ronald bukannya kamu, lagian kamu udah punya makanan sendiri kenapa kamu ngambil jatah kakak kamu."
"Lagian kak Ronald kelamaan ma, Rey cuma kasian sama mama takut pegel tuh tangan dari tadi pegang sendok, takut encok mama kambuh."
"Eh, kamu tuh ya alasan aja, mana ada encok ditangan, yang ada di pungung."
"Encok jaman sekarang kan bisa dimana aja ma, emang encok jaman nenek moyang."
"Kamu tuh nglawan mulu, awas lho nanti jatah makan kamu mamah ambil."
"Kog gitu sih, wah mamah sukanya ngancem, ntar Rey ngadu ke papa lho ma."
"Sono ngadu.. dasar anak papa."
"Papaaaa" Rey berteriak sok histeris, diiringi cibiran dari bibir mamanya, sedangkan Ronald geleng-geleng kepala dengan sikap adiknya, ternyata semanja itu adiknya pada orang tua angkatnya.
"Disini ada lakban tidak ya." Kata papa sambil tengak tengok seolah mencari sesuatu.
"Buat apa pah lakban?"
"Buat nutup mulut kamu dan mamamu biar ga brisik, kalian ini kebiasaan, kalo ketemu saling olok kalo jauhan saling kangen, papa pusing, Semoga kamu tidak secerewet mereka Ronald."
ronald tersenyum. Rey dan mamanya memanyunkan bibir mereka mendengar ucapan sang papa. lagi-lagi Ronald bersyukur adiknya masih hidup, dia mengucap syukur dalam hati karena diberikan kebahagiaan hari ini. Semoga saja rasa ini tidak pernah berakhir.
Mereka tak menyadari sedari tadi ada sepasang telinga yang mendengarkan obrolan mereka, pria paruh baya yang sejak tadi berdiri di depan pintu ruang rawat inap mewah milik Ronald, hanya dengan mendengarkan obrolan mereka saja dia sudah tahu jika anaknya selama ini sangat bahagia dengan keluarga angkatnya, dan sekarang anak sulungnya pun merasakan kebahagiaan yang sama dengan adiknya. Yah.. dia adalah Pak handoko. Ayah dari Rey dan Ronald.
Setelah beberapa menit berlalu Tuan Handoko memutuskan untuk masuk kedalam ruangan di hadapannya, dengan perlahan dia membuka pintu kamar dan mengucapkan salam.
"Assalamualaikum." Sontak semua orang mengarahkan pandangannya ke pintu yang baru saja dibuka.
"Waalaikumsalam." Jawab mereka serempak.
"Mas handoko." Tuan Sanjaya menghampiri handoko dan memeluknya, sedangkan Nyonya Sanjaya menangkupkan kedua tangannya didada, dan dibalas dengan hal serupa oleh Tuan Handoko.
"Ayah.." Rey ikut menghampiri ayahnya kemudian mencium tangannya dan memeluk tubuh renta ayahnya.
"Mari sarapan sekalian Mas Han, istri saya sengaja masak banyak dan dibawa kemari, mengobati rindu si anak bujang."
"Trimakasih, saya yakin masakan istri kamu sangat lezat."
"Ayo ayah, kita makan." ajak Rey.
"Baiklah, Ronald kamu sudah makan?"
"Itu lagi di suapi sama mama, yah."
"HA! disuapi? yang sakit itu kaki kamu bukan tangan kamu, makan sendirilah, biar mama Jelita ikut sarapan."
"Saya yang mau nyuapin Ronald, dia juga ga minta saya suapi kog mas, dia kan masih sakit kan kasian suruh makan sendiri."
"Tapi dia kan sudah besar, mama Jelita."
"Lha itu si anak bujang jangankan kog makan, lhawong tidur aja masih suka nyempil mama sama papanya kog."
"Maaaaaa!!!" Rey histeris mana dia menyangka kalau mamanya ini bakalan cerita hal tersebut sama ayahnya.
"Berarti kamu bohong kalau bilang kamu sudah besar adik kecil." Kata Ronald kembali menyerang adiknya.
"Ya Allah, kuatkan hambamu." Ucap rey sok lebay, dan dibalas tawa oleh orang tua dan kakaknya.
-------------
"Kamu hati-hati ya, nanti pulang aku jemput."
"Iya, Mas Danil juga hati-hati, Aku berangkat dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Pak Sapto hati-hati bawa mobilnya."
"Siap tuan."
Jelita naik kedalam mobil yang di kendarai oleh Pak Sapto, selama diperjalanan ia gunakan untuk mengecek email dan membaca dokumen yang telah dikirimkan asistennya. tiga puluh menit kemudian, mobilpun sampai di kantor gedung Chandra Corp miliknya.
Jelita turun dari mobil dan berjalan dengan anggun masuk ke dalam gedung, namun baru saja ia akan melewati meja resepsionis, seorang resepsionis datang menghampirinya.
"Selamat pagi buk, mohon maaf sebelumnya."
"Pagi Renata, ada apa?"
"Itu buk, diruang miting ada tamu."
"Siapa?"
"Pak Richard Mahendra."
Kening Jelita berkerut mendengar nama itu, 'Pamannya Mas Danil, mau apa dia?' gumamnya dalam hati.
"Kamu ga bilang kalau bos kamu perempuan kan?"
"Tidak bu, sesuai perintah ibu untuk merahasiakan identitas ibu."
"Baguslah, Apa Andi sudah datang?"
"Sudah buk, mungkin sedang diruangannya sekarang."
"Ya sudah tolong kamu suruh dia keruangan saya sekarang."
"Ya buk."
"Sama-sama buk."
Jelita melanjutkan langkahnya menuju lift yang akan membawa dia ke ruangan kerjanya. Sedangkan Renata segera menghubungi Andi supaya menunggu di ruangan Jelita. Renata dan Andi adalah orang-orang kepercayaan Rey dan Jelita, Renata sengaja ditugaskan dibagian resepsionis untuk menyaring tamu-tamu yang akan masuk dan siapa saja yang bisa menemui Jelita secara langsung.
Jelita membuka pintu ruangannya, ternyata Andi sudah menunggu di dalam ruangannya bersama Pak Wahyu asisten pribadi Jelita, melihat kehadiran Jelita dua pria dewasa yang sedari tadi duduk di sofa kemudian berdiri dan mengucapkan salam, setelah beberapa saat mereka berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing kini mereka terlibat pembicaraan yang serius.
"Jadi gitu, Pak Andi yang akan menemui Pak Richard Mahendra didampingi kamu Wahyu."
"Siap buk."
"Kamu berpura-pura jadi CEO Chandra Corp, aku yakin dia ingin membujuk ku untuk melepaskan sahamku di perusahaan milik Danil."
"Itu sudah pasti buk, sudah sejak lama Pak Richard ingin merebut perusahaan yang dikelola oleh suami anda, kita harus berhati-hati menghadapi Richard Mahendra, dan jangan sampai dia menguasai perusahaan milik Tuan Danil, saya tahu betul bagaimana Tuan Danil susah payah menegembangkan perusahaan tersebut disaat kondisi perusahaan terpuruk waktu itu."
"Saya setuju dengan perkataan Pak Wahyu buk, kita harus berhati-hati dan punya rencana yang matang."
"Iya, maka dari itu mari kita jalankan rencana untuk mengalahkan Richard Mahendra, si manusia culas." Kata Jelita dengan seringaian jahatnya.
Akhirnya Wahyu dan Andilah yang akan menemui Richard Mahendra untuk menegelabuhi paman Danil tersebut. Sampai kapanpun Jelita tak kan rela jika suaminya di tindas oleh orang lain, dia akan berbuat apapun untuk menyelamatkannya, itulah janji Jelita pada mendiang mertuanya, bahwa dia akan berada di sisi Danil baik susah ataupun senang dan takkan pernah meninggalkannya.
"