下載應用程式
97.72% BILARA / Chapter 43: Bagian XLII

章節 43: Bagian XLII

Tarik ulur senyuman, tarik lagi, senyum lagi. Begitu terus yang Ara lakukan sampai Legra menyadari pergerakan itu. Dia mengetuk pelan meja di depannya dan bertanya pada Ara.

"Kenapa sama bibir kamu, kedutan ya?"

"Em, enggak apa-apa."

"Aku seneng deh, bisa ngobrol biasa lagi kayak gini sama kamu. Aku pikir setelah kejadian kemarin, kamu bakalan benci sama aku."

"Oh ya, Gra. Kamu mengenal Clover?"

Ekspresi Legra berubah ketika mendengar nama Clover. Dia terlihat tidak senang dengan pembicaraan ini.

"Dia adalah adik Nasir. Dia yang buat kamu kayak gini karena terobsesi padaku sedari dulu. Aku nggak tahu apa yang dia mau, tapi yang jelas aku nggak suka sama dia dan tingkah lakunya."

"Dia suka denganmu, Gra."

"Dan dia juga yang buat aku kehilangan semua orang yang aku sayang." Ara tertegun sesaat. "Tapi ya udah lah. Dia juga udah dibawa pergi ke luar negri sama Nasir. Jadi aku nggak perlu khawatir lagi," ujarnya.

Ara masih setia memandangi Legra dan mendengarkan setiap ceritanya.

"Aku juga nggak khawatir kalau kamu akan kecewa atau terluka karena aku," tambah Legra dengan senyuman. Sembari menatap Ara, mereka saling pandang.

"Ara!?" Rindo datang kembali.

"Apa lagi? Makanan enggak, minuman udah. Gue udah cukup, tau nggak?" gas Legra kesal karena merasa momennya bersama Ara diganggu Rindo.

"Apa? Saya panggil Ara, bukan anda!" balas Rindo tak mau kalah. "Ra, ini Ra. Kamu dapat surat dari perusahaan. Sepertinya rekomendasi untuk kamu. Juga berkas-berkas lainnya di sini."

Ara berdiri dan menerima sebuah amplop kecil dan besar dari tangan Rindo. Setelah membukanya, ternyata memang benar. "Alhamdulillah, aku bisa dapat pekerjaan lebih cepat. Terima kasih, Do."

"Iya lah, sama-sama," ucap Rindo sembari tersenyum sebelum senyumnya luntur saat ia melihat Ara kembali duduk. Bukan masalah duduknya, tetapi masalahnya Ara kembali bercengkrama dengan Legra dengan senyuman yang lebih bahagia.

Rindo rasa, senyuman Ara itu memang selalu terlihat sangat bahagia ketika bersama dengan Legra. Berbeda dengan Ara yang tersenyum seadanya ketika sedang bersamanya. Senyuman Ara lebih manis saat sedang bersama Legra dibanding saat sedang bersamanya. Pandangan mata Ara juga selalu tertuju pada Legra ketika dia mendapatinya. Dia jauh lebih bahagia bersama Legra dibanding bersamanya.

Kasihan sekali Rindo. Dulu, saat Ara menyukainya, dia malah tidak peka. Giliran saat hati Ara berpindah, dia malah mengungkapkan rasa yang dimiliki olehnya. Waktu yang sangat tidak tepat. Sepertinya Rindo harus mengikhlaskan Ara bersama Legra, jika itu benar terjadi.

"Kamu itu wanita yang pekerja keras. Makanya aku suka kalau pas lihat kamu kerja gitu."

"Seperti itu? Makanya dulu, kamu sering mendatangi aku saat bekerja?"

"Iya, kamu itu keren. Masa perempuan ikutan pekerjaan laki-laki. Kamu nggak takut kalau mereka akan memyakitimu?"

"Lebih baik disakiti fisik dibanding batin. Dari laki-laki aku belajar untuk tidak memedulikan perkataan orang lain yang menyakitiku. Bukannya laki-laki lebih banyak bertindak dari pada berbicara? Aku suka itu."

"Owh, begitu ya? Oke deh."

"Aku terinspirasi oleh kamu Gra."

"Terinspirasi dari apanya?" tanya Legra penasaran.

"Kamu adalah orang yang pekerja keras dan nggak ingin menyia-nyiakan waktu kamu yang tersisa."

"Oke, ikut aku yuk, Ra."

"Eh, kemana?" tanyanya sedikit memekik karena kaget ketika tangannya tiba-tiba ditarik. "Tapi aku masih bekerja, Legra."

"Iya, aku tahu. Kamu nggak tahu ya, ini kafe milik aku. Jadi aku bebas dong, mau bawa pekerja mana pun?" Legra bisa sombong juga rupanya.

"Iya aku tahu, tapi.."

"Sudah, ayo!" Ia menarik tangan Ara lagi.

"Jono, bilang ke boss kau kalau karyawannya aku bawa satu. Dia pasti mengerti," pinta Legra pada Barista kafe. Kafe masih sepi karena waktu juga masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Masih belum pengunjung yang datang, kecuali Legra.

Saat keluar kafe, mereka mendapati Rindo dan An yang sedang bercengkrama sembari bersandar ke badan mobil. Mereka tengah memperbincangkan mobil yang sedang mereka sandari. Namun, sekilas Legra mendengar namanya ikut disebut. Jelas, dia pemilik mobil itu.

"Oh, si Legra. Nanti ya, kalau mobil ini dijual, saya yang akan jadi pembeli pertama. Bukannya apa-apa, saya hanya ingin bantu dia kalau kekurangan uang nanti."

"Mimpi aja lo sana, mobil ini nggak akan dijual," balas An pada Rindo.

"Nggak akan dijual mobilnya. Lo minggir dulu deh, gie sama Ara mau masuk."

"Eh, Ara mau dibawa ke mana? Jangan jadi penculik ya anda," ujar Rindo menuduh, tetapi bercanda.

"Berisik, deh."

Setelah Rindo menyingkir, Ara segera masuk ke dalam mobil Legra. Mereka melaju meninggalkan kafe, juga An dan Rindo yang masih berdiri di sana.

"Kamu sudah hafal jalanan sini bukan, Gra? Kita akan pergi kemana?" tanya Ara di tengah perjalanan.

"Hafal, aku 'kan dulu memang sering kemari. Kalau kamu.. ah iya, kamu pastinya juga tahu. Bukannya kamu sempat belajar di sini? Pasti hafal dong," kata Legra yang mengabaikan pertanyaan ke dua Ara.

Ara terkekeh mendengar itu. "Iya hafal, tapi nggak semuanya. Bagaimana sempat aku berkeliling, atau menghafal seluruh daerah. Aku juga tidak mau melakukannya. Hidup aku monoton, kamu tahu?"

"Berarti mulai sekarang nggak boleh gitu. Kamu harus rubah hidup kamu supaya nggak monoton. Sayang kalau kamu nggak kenal dunia luar. Dunia itu sangat perlu ditelusuri."

"Supaya apa?"

"Supaya kamu kenal dengan dunia. Supaya kamu punya banyak teman, contohnya.. ah, nggak usah pakai contoh." Legra sebenarnya malas saja menyebut nama Rindo di tengah percakapan mereka. "Intinya supaya kamu punya banyak pengalaman gitu."

Ara masih tidak mengerti kemana kiranya dia akan dibawa oleh Legra. Jalan yang sudah panjang mereka lalui, tak kunjung menemukan tempat bersinggah. Sudah dua kali Ara melayangkan kata 'kemana', tetapi tak kunjung Legra jawab. Tidak mungkin ia bertanya kemana untuk ketiga kalinya. Wajar, karena Ara seorang perempuan juga. Pertahanan harga dirinya lebih besar dibanding rasa penasarannya. Dia juga malas bertanya jika ujungnya tidak dijawab kembali. Gengsi.

Namun, rasa penasaran Ara telah tuntas setelah melewati waktu yang cukup lama dalam perjalanan. Ia dibawa oleh Legra menuju alam hijau dengan permukaan tanah yang lebih tinggi dari sekitarnaya, biasanya dinamakan bukit. Ara tertawa karena Legra membawanya lari sejak sampai di parkiran. Begitu pula dengan Legra. Mereka sudah seperti anak remaja yang sedang kasmaran karenanya. Ara tak mau bohong, ia bahagia dengan semuanya. Matahari yang mulai terik itu tak dapat merenggut senyuman indahnya.

"TERIAK ARA! BIAR KAMU LEGA. SUPAYA BATIN KAMU LEGAAA.. AAAA.." Legra berteriak di atas bukit itu.

"AAAA, AKU TERIAAAAKK."

Dan mereka tertawa bersama setelahnya.

Bahagia itu jika kita selalu membawa rasa syukur dan senyuman dalam setiap detik yang berlalu. Bahagia bukan tentang apa yang kita inginkan dapat terwujud sesuai jalan yang kita mau. Tuhan memiliki caranya sendiri untuk memberikan kita bahagia. Ara tahu kebahagiaannya berada di sekitarnya. Legra, Astri, Rindo, keluarganya, dan seluruh orang yang hadir dalam hidupnya. Semua orang yang mau menampung pecahan kecil dari gelas yang tak bernilai.

"Kenapa kita teriak?"

"Loh, tadi katanya kamu tersakiti batinnya. Di sini kita obati luka itu."

"Dengan cara teriak?"

"Iya."

Beruntungnya, keadaan sekitar masih sepi saat itu. Jadi mereka bebas melakukan apapun di sana. Bahkan berteriak seperti orang yang benar-benar tertekan tadi.


創作者的想法
Anastasya_Ainun Anastasya_Ainun

selesai

waah hampir selesai rupanya :) wkwk

mari kita melepas resah batin. TERIAK!!!!

WOUWOOOO,

kayak tarzan aja ehe

Load failed, please RETRY

禮物

禮品 -- 收到的禮物

    每周推薦票狀態

    Rank -- 推薦票 榜單
    Stone -- 推薦票

    批量訂閱

    目錄

    顯示選項

    背景

    EoMt的

    大小

    章評

    寫檢討 閱讀狀態: C43
    無法發佈。請再試一次
    • 寫作品質
    • 更新的穩定性
    • 故事發展
    • 人物形象設計
    • 世界背景

    總分 0.0

    評論發佈成功! 閱讀更多評論
    用推薦票投票
    Rank NO.-- 推薦票榜
    Stone -- 推薦票
    舉報不當內容
    錯誤提示

    舉報暴力內容

    段落註釋

    登錄