"Cantiknya..."
"Dewiku 😭"
"Bagaimana dia bisa terlihat sempurna setiap saat?"
"Rambutmu sangat cantik nuna"
"Aku sangat mencintaimu"
"Aku seorang perempuan, tapi aku jatuh hati padanya. Apa ini gila?"
"Aku ingin menemuinya, setidaknya sekali saja seumur hidupku"
Aku tersenyum membaca komentar followers ku di instagram. 1,2 juta followers, bukankah ini menakjubkan?
ada lebih dari 1 juta orang yang mencintai ku.
Haters? aku tak terlalu mempedulikannya, followers ku yang melindungi ku dari manusia-manusia sampah itu. Mereka akan menyerang para haters hingga haters itu tak pernah muncul lagi.
Hidupku bahagia...
Kecantikan, ketenaran, dan juga.. kekayaan. Aku bisa membeli apapun yang aku mau.
Gadis cantik harus memakai barang yang cantik juga bukan?
Semua barang-barang bermerk yang ku pakai, tak semua gadis bisa memilikinya.
Hah, hidupku sempurna.
Aku memiliki segalanya.
Aku teringat kisah hidupku yang dulu.
Benar-benar menjijikkan.
Jika aku bisa menghilangkan ingatan ku tentang masa lalu. Aku ingin menghapus semua ingatan itu tanpa terkecuali.
"Ibunya adalah seorang pelacur"
"Ibunya bunuh diri setelah melahirkannya. Hahaha"
"Apa itu artinya dia anak haram? apa dia memiliki seorang ayah?"
"Aku yakin jika dia punya seorang ayah, dia bukanlah anak kandungnya. Hahaha"
"Kudengar, dia dulu tinggal di yayasan anak sebelum dia di adopsi oleh pamannya"
"Pamannya itu miskin. Apa dia menjual dirinya ke pamannya agar dia mau mengadopsinya?"
"Hahaha, dia pasti jadi wanita simpanan pamannya. Sama seperti ibunya"
"Dasar gadis miskin rendahan! Menjauhlah dariku!"
"Jangan dekat-dekat dengan ku! Aku tak ingin tertular penyakit miskin mu!"
"Penyakit miskin? apa-apaan itu! hahaha"
"Kau sangat bau dan menjijikkan! Apa kau tak pernah mandi seumur hidupmu?!"
Kata-kata kasar itu tak pernah sekalipun bisa ku lupakan.
Kehidupan masa sekolah ku sangat menyakitkan. Aku tak pernah mengalami masa-masa remaja yang menyenangkan. Bahkan aku tak punya teman.
Aku tak pernah menyakiti mereka ataupun membalas mereka. Tapi aku juga tak pernah tinggal diam. Aku selalu memberontak ketika mereka menyiksaku. Tapi hal itu justru akan membuatnya menjadi semakin buruk.
Seperti saat hari ulang tahunku. Aku mendapatkan hadiah tas baru dari paman ku. Teman-teman sekelasku memasukkan seluruh isi tong sampah kedalam tas ku.
"Tak apa. Ini bisa dibuang, lalu dicuci"
Begitu pikirku. Aku bersyukur mereka tak merusak tas baru ku yang berharga. Meskipun aku tau harganya tak mahal, tapi ini hadiah pertama yang ku dapat dari paman ku.
Paman ku bukan lah orang yang kaya. Ia hanyalah seorang karyawan toko dan supir. Aku tak tau pasti apa alasannya, setelah ia bercerai dengan istrinya ia memutuskan untuk mengadopsi ku, menjemputku pulang dari yayasan anak.
Saat itu usia ku 15 tahun. Setelah aku lulus dari SMP.
Kemudian, Paman membiayai sekolah SMA ku. Aku sekolah di daerah tempat tinggal paman, agar dekat dari rumah. Aku harus jalan kaki sejauh 4 km untuk sampai di sekolah ku. Aku tau, paman tak mempunyai uang untuk membelikan ku sepeda atau sekedar memberi ku uang untuk naik bus.
Aku tak masalah dengan itu.
Tapi pilihan untuk bersekolah dekat dengan rumah adalah hal yang buruk. Semua teman-teman ku mengetahui bahwa aku tinggal bersama paman ku. Mereka semua tau bagaimana kisah hidupku, bahkan meskipun aku tak pernah menceritakannya pada siapapun. Aku tak tau mereka dapat kabar itu dari mana. Tapi, aku tak apa dengan hal itu. Karna memang itulah fakta kehidupanku.
Aku selalu mengarang cerita pada paman ku soal betapa indahnya kisah masa remaja ku. Berbohong soal teman-teman ku, sahabatku, dan lingkungan belajar ku yang menyenangkan. Bahkan aku juga berbohong bahwa aku mempunyai seorang pacar.
Aku tak ingin paman mengkhawatirkan ku. Aku tau, merawatku saja sudah sangat menyusahkan. Apalagi di tengah-tengah kesulitan ekonomi keluarga kami. Aku sering melihat paman menangis dikamarnya sendiri. Bahkan aku juga sering melihatnya berlutut dihadapan bos besar yang menyewakan rumah ini.
Aku tau, paman sering terlambat membayar sewa rumah, tagihan air, atau bahkan tagihan listrik. Aku sering belajar ditengah kegelapan ketika paman belum membayar tagihan listrik.
Biasanya, kami hanya menertawakannya. Aku selalu mengatakan "Tak apa paman, aku sudah berteman dengan lilin sejak lama. Dan kita akan tetap berteman baik sampai kapanpun"
Paman hanya tertawa mendengar penjelasanku yang penuh dengan semangat itu. Meski dalam tawanya itu terlihat matanya yang bekaca-kaca. Ia kadang tak bisa menyembunyikan kesedihannya dariku.
Diusia ku yang ke 17 tahun, saat itu aku kelas 2 SMA. Aku mulai memberanikan diri untuk bekerja part time di minimarket dekat rumah ku. Aku bekerja di malam hari dari jam 8 malam hingga jam 2 dini hari. Awalnya cukup susah untuk meminta persetujuan paman ku. Tapi, aku tetap bersikeras untuk mencari uang demi keluarga kami. Setidaknya, aku bisa membantu uang tagihan listrik dan lainnya. Akhirnya, Paman ku pun menyetujuinya.
Selama dua tahun tinggal bersama paman, aku sangat menyayanginya. Aku sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri. Mungkin juga karna aku belum pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah selama hidup ku.
Selama bekerja di minimarket, aku bertemu dengan seorang pria yang usianya tak jauh dari ku. Saat itu ia berusia 19 tahun. Namanya Hans, dia pria yang sangat lembut dan manis. Ia bekerja untuk persiapan masuk universitas. Aku sangat salut padanya, ditengah kesulitan ekonomi keluarganya sekalipun ia masih memikirkan universitas. Ia bilang, ia ingin menjadi seorang dokter yang hebat nantinya. Impian yang sangat mustahil bagiku, tapi aku yakin Hans akan meraih mimpinya itu.
Kehidupan Hans sedikit lebih beruntung dari ku. Ia mempunyai keluarga yang hangat dan ramah. Ayah, Ibu, juga seorang adik perempuan yang masih SD kelas 5. Keluarga yang begitu sempurna di mataku.
Terkadang, Hans mengundangku untuk makan malam di rumahnya. Rumahnya memang tak besar, tapi cukup nyaman untuk ditinggali. Atau mungkin karna keluarga ini memang sangat hangat, sekecil apapun kondisi rumah mereka, tetap akan menjadi rumah impian yang nyaman bagi mereka.
Seiring berjalannya waktu, aku semakin dekat dengan Hans. Bisa dibilang, ia satu-satunya teman yang aku miliki. Ia tak pernah menghina ku sekalipun. Ia menerima ku, ia tak pernah menganggap ku menjijikkan seperti yang dikatakan teman-teman ku di sekolah.
Ia bilang "Kau tak bisa memilih dari rahim siapa kau akan dilahirkan. Tetaplah menjalani hidupmu dengan menjadi dirimu sendiri"
Kalimat itu seolah menjadi jimat bagiku ketika aku merasa lelah dengan segala hinaan ini.
3 tahun berlalu.
Kehidupan SMA ku berakhir. Ku pikir, saat itu.. semua penderitaan ku akan berakhir. Namun, ternyata justru masalah yang sebenarnya datang saat itu.
Paman membawa ku ke Cina, ia bilang aku bisa bekerja disana. Ia mempunyai teman yang bisa mempekerjakan ku. Dengan iming-iming gaji yang lumayan bagiku, aku pun mengikuti perintah paman ku.
Berat rasanya berpisah dengan Hans dan keluarganya. Apalagi, kita semakin dekat setiap harinya. Dan aku merasakan, ada perasaan lebih yang di pendam Hans padaku. Aku tak ingin mengatakannya karna aku tak ingin terlalu percaya diri. Aku harus tau batasan, tak mungkin lelaki seperti Hans menyukai gadis miskin seperti ku. Aku tak ingin gegabah soal perasaannya padaku.
Sesampainya di Cina, aku dikenalkan dengan temannya Paman. Paman memang bisa berbahasa Cina karena waktu ia muda, ia pernah bekerja di negara tirai bambu itu.
Awalnya aku tak menaruh curiga sama sekali.
Tapi rasa curiga ku mulai muncul ketika para pria paruh baya itu menyuruhku untuk berganti pakaian sexy.
Aku merasa tak nyaman ketika harus menunjukkan diri dihadapan mereka dengan mengenakan pakaian super tipis yang memperlihatkan paha dan dada ku.
Rasa curiga ku mulai memuncak ketika aku melihat paman tersenyum licik sambil menerima sejumlah uang yang sangat banyak dari mereka.
Mereka semua menertawakan ku. Masih tergambar jelas raut wajah yang menjijikkan itu. Mereka menatap ku seolah aku adalah santapan hangat bagi mereka yang kelaparan.
Aku mulai menyadari...
Selama ini paman mengadopsi ku karna mempunyai maksud tertentu.
Ia menjual ku..
Ya, aku dijual olehnya ketika aku berusia 18 tahun.
Pekerjaan yang ia tawarkan padaku bukanlah menjadi seorang pelayan cafe, tapi pelayan bagi pria-pria mesum itu.
Tanpa pikir panjang, aku memutuskan untuk kabur dari tempat itu.
Untungnya, Hans menolong ku. Aku menghubunginya dan ia langsung membeli tiket ke Cina dan berpura-pura menjadi pelanggan pertama ku.
Saat itu, aku sangat takut..
Tapi, syukurlah.. kami berhasil kembali ke Korea dengan selamat. Tapi, aku tak bisa kembali ke rumah ku bersama paman.
Hans mengambil semua uang tabungannya untuk membelikanku sebuah apartemen kecil yang jauh dari tempat paman ku berada. Aku dibelikan ponsel baru juga nomor baru agar tak bisa dilacak oleh paman ku.
Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah Hans tidak hanya menyewa satu kamar. Tapi dua kamar.
Kamar 1302 untukku dan kamar 1303 untuknya.
Ia tinggal di sebelahku. Ia pindah, meninggalkan keluarganya dengan alasan akan mencari pekerjaan yang lebih layak disini.
Semua tabungan Hans untuk masuk universitas terbuang sia-sia hanya untuk menolongku. Gadis seperti ku tak pantas mendapatkan kebaikan seperti ini.
Terkadang aku berfikir, apa Hans punya niat terselubung dari semua kebaikannya yang tak masuk akal ini?
Kecurigaan ku terpecahkan di tanggal 19 November 20xx.
Saat itu, aku berulang tahun yang ke 25 tahun. Hans menyatakan perasaannya padaku.
Ia bilang, ia ingin hidup bersama ku dan menikahi ku. Tapi, itu belum bisa ia lakukan. Karna ia ingin mengumpulkan uang untuk menyiapkan pernikahan terbaik kami.
Ia ingin aku menunggunya untuk menyiapkan kehidupan yang lebih baik bersama.
Saat itu, aku tak tau harus menjawab apa..
Tak dapat dipungkiri, akupun menyukai Hans. Lelaki yang baik dan juga tampan sepertinya, bukankah ia terlalu sempurna untuk ku?
Selama ini kita sering menghabiskan waktu bersama, kupikir tak masalah jika aku bersedia menikah dengannya. Ia juga telah menyelamatkan hidup ku dari paman ku, ah maksud ku... si brengsek itu.
Mungkin ini waktunya untukku membalas kebaikan Hans padaku.
Keputusan ku yang terburu-buru itu lah kesalahan terbesar ku...
Setelah aku mengatakan "Iya" pada Hans, semua situasinya berubah ketika aku bertemu seorang pria, yang dapat mengubah hidup ku selamanya..
-
-