Sepulang kerja Panji merasa kerongkongannya terasa kering sekali. Jadi setibanya di rumah dia langsung melangkah menuju ke meja makan untuk meminum air putih. Saat hampir sampai di meja makan sepasang matanya melihat Arini sedang meletakkan beberapa makanan disana. Dia tidak menghiraukan keberadaan Arini disana yang terpenting baginya adalah bisa minum dan menghilangkan rasa dahaganya itu.
Arini melihat Panji yang tiba-tiba datang dan langsung menuangkan air putih di gelas lalu segera diminum. Dia tidak menyangka Panji minum sebegitu rakusnya sampai-sampai tidak sadar kalau kemejanya sekarang basah karena terkena guyuran air yang diminumnya itu. Kemejanya sekitar kerahnya terlihat basah sekali bahkan sampai menjalar di bagian dadanya. Air yang tumpah cukup banyak jadi kemejanya sekarang menampakkan lekak lekuk bagian dadanya. Panji yang suka dengan olahraga gym membuat tubuhnya terlihat atletis tidak terkecuali bagian dadanya.
Arini yang awalnya memandangi gaya minum Panji sekarang malah beralih ke bentuk kemeja Panji yang basah itu. Kedua matanya menyoroti bentuk dada Panji nampak dari balik kemejanya yang basah. Arini tidak bisa menghentikan matanya yang asyik menelanjangi dada bidang Panji itu. Entah kenapa saat melihat dada Panji itu mengingatkannya akan kejadian malam itu. Dia masih ingat Panji melepas bajunya saat melakukan dengannya dan dia bisa melihat dengan jelas bentuk dada Panji yang sexsi itu.
"Sadar Arini."Arini tiba-tiba ingat dengan kejadian malam itu dimana dia masih ingat ketika Panji melepaskan kaosnya tepat dihadapan Arini sehingga Arini bisa dengan jelas melihatnya. Dia tidak hanya melihatnya saja melainkan juga telah merasakan lekak lekuk tubuh atletis Panji. Kepalanya langsung menunduk berharap pandangannya berhenti dari Panji.
Setelah terhidang semua, kini giliran Arini kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Dia tidak sadar kalau Nyonya Diana masih belum pulang ke rumah. Karena saking capeknya setelah menunaikan pekerjaannya seharian. Yang terpenting baginya makanannya sudah siap. Jadi kalau majikannya lapar bisa langsung makan.
"Ekhmm."Arini di kamarnya serasa mual-mual lagi. Berhubung meja makan dengan kamar tidur Arini cukup dekat jadi Panji bisa mendengarnya.
"Siapa itu."mendengar orang sedang mual membuatnya menoleh ke sumber suara. Tangannya yang tadi sudah siap untuk mengambil makanan yang telah disajikan Arini kini harus terhenti karena mendengar suara orang yang ingin muntah. Panji penasaran sekali. entah kenapa dipikirannya kini ingat dengan Arini yang sebelumnya juga mual-mual di mobilnya.
"Ekmmmm."Arini menahan mulutnya yang terasa ingin mengeluarkan sesuatu. Perutnya kayak diaduk-aduk. Tanpa diketahui Arini, Panji sudah berjalan menuju ke kamarnya.
"Arin."Panji mengetuk pintu kamar Arini.
"Tuan kesini."kedua mata Arini membelalak karena terkejut dengan kedatangan Panji yang tiba-tiba itu. Arini yang masih ingin mual lagi seketika tangannya menutup mulutnya.
Arini membuka pintu kamarnya. Dan benar saja yang mengetuk pintu kamarnya adalah Panji. Panji terlihat lega saat melihat Arini baik-baik saja dihadapannya. Mereka berdua saling tatap menatap satu sama lain. Panji melihat wajah Arini yang sedang nampak kelelahan karena habis mual-mual..
"Kamu kenapa? Apa kamu sakit?"Panji terlihat khawatir. Bukannya tadi pagi saat hendak membeli obat, Arini juga muntah-muntah dan sekarang muntah lagi. Baru kali ini Panji merasa khawatir dengan seorang cewek selain pacarnya sendiri.
"Saya baik-baik saja tuan."ucap Arini berusaha meyakinkan Panji agar percaya kalau dirinya baik-baik saja. Sebenarnya dia juga bingung kenapa hari ini dia sering mual. Padahal kalau dirasa-rasakan badannya merasa biasa saja alias tidak ada yang sakit.
"Kamu terlihat lemas. Terus wajah kamu pucat lagi. Kamu udah makan?"saking khawatirnya Panji sampai-sampai memperhatikan makan Arini. Panji tidak tega melihat Arini seperti itu.
Tanpa menunggu jawaban Arini, kaki Panji langsung melangkah pergi. Arini juga tidak tahu kenapa Panji tiba-tiba pergi meninggalkannya. Tapi dia sendiri juga tidak heran dengan sikap Panji yang kadang aneh dan dingin padanya. Arini tidak peduli dengan Panji lagi sekarang, akhirnya dia kini masuk kedalam kamarnya lagi dan duduk di samping kasurnya.
"Ini makanlah."Panji muncul lagi di kamarnya tapi kali ini dengan membawa nampan yang berisi makanan. Arini bingung sekaligus kaget. Panji terkena sengatan listrik berapa watt sehingga sikapnya berubah sedrastis itu. Kebetulan memang Arini saat itu tengah lapar.
"Tuan…tuan ngapain kesini lagi. Bawa makanan pula."Arini melihat Panji menaruh makanan di atas meja. Bukannya selama ini yang dia kenal Panji itu selalu cuek dan dingin kepadanya. Kenapa kali ini Panji terlihat sangat perhatian dan baik kepadanya.
"Ini makanlah. Pasti kamu belum makan."Panji meletakkan makanan di meja dekat kasur. Arini tidak henti-hentinya menatap Panji yang terlihat perhatian sekali dengan dirinya.
Arini bingung antara percaya atau tidak percaya kalau barusan Panji membawakan makanan khusus untuknya. Padahal dia tidak memintanya. Dia sadar Panji adalah anak majikannya sedangkan dirinya adalah hanya pembantu saja. Seharusnya apa yang dilakukan Panji itu justru yang harus dilakukan oleh Arini. Bukan sebaliknya.
"Kenapa tuan bawain makanan untuk saya?"Arini masih terpaku menatap Panji.
"Kenapa? Apa ada masalah?"Panji sebenarnya juga bingung dengan tindakannya barusan. Tapi rasa bingungnya seketika sirna begitu melihat ekspresi wajah Arini yang terlihat lucu sekali. Ingin rasanya dia tertawa lepas dihadapan Arini yang masih fokus kearahnya dengan mulut terbuka. Tangan Panji ingin menyumpali mulut Arini dengan sesuatu tapi diurungkannya. Sengaja tidak dilakukannya lantaran dia masih ingin melihat wajah Arini yang lucu itu.
"Wkkk."Panji terlihat ketawa sendiri. Arini terkejut ketika suara tawa Panji mirip kayak suara tikus kejepit.
"Kenapa dia malah ketawa."Arini tambah jadi bingung setelah Panji tertawa dengan lepas dihadapannya itu.
Kini Panji malah tertawa lepas dihadapan Arini. Dia menyadari baru kali ini dia bisa tertawa sebegitu lepasnya setelah putus dari Raisa dan kini menjalin hubungan dengan Alena wanita yang baru dipacarinya. Jujur dia juga bingung kenapa dia bisa seperti itu.
Melihat Panji yang tidak berhenti menertawainya malah membuatnya juga ingin tertawa. Dia baru tahu kalau suara tawa Panji sangat lucu. Bagaimana tidak, suara tawa Panji terdengar kayak tikus terjepit. Sebelum-sebelumnya dia tidak pernah melihat Panji tertawa jadi sekali mendengarnya tertawa dan ternyata suara tawanya itu lucu malah membuatnya tertawa. Arini yang tidak tahu kenapa Panji bisa tertawa selepas itu tidak dipedulikannya karena dia kini sedang tertawa juga .
Mereka berdua saling tertawa satu sama lain. Panji melihat Arini yang juga ikut tertawa dengannya malah menambah gelak tawanya. Padahal Panji tertawa tadi karena ulah Arini, eh ini malah yang diketawain juga ikut tertawa dengannya. Perutnya sampai-sampai sakit karena tertawa begitu lamanya.
"Wkwkwk. Ka…kamu kenapa ikut ketawa.wkwkw."Panji terpaksa menghentikan tawanya lantaran perutnya kini serasa sakit setelah tertawa cukup lama dan giliran bertanya kepada Arini kenapa ikut tertawa juga. Arini seketika berhenti tertawa karena Panji tidak tertawa lagi malahan gantian bertanya kepadanya.
"Nggak tahu. Pengen ikut ketawa sama tuan aja."Arini menghentikan tawanya. Dia berbohong mengenai anggapannya terhadap suara Panji terdengar seperti tikus kejepit saat tertawa.
"Kamu tahu. Aku tadi itu nertawain kamu. Malah kamu ikut tertawa juga. Dasar…"Panji terlihat mulai akrab dan nyaman berbicara dengan Arini. Arini dibuat malu setelah tahu kalau Panji tertawa karenanya. Tapi dia sendiri juga baru tahu kalau Panji lucu saat tertawa.
Arini dan Panji sama-sama berhenti tertawa dan kini malah terlihat asyik mengobrol. Padahal sebelumnya mereka tidak pernah seakrab itu ketika berbicara. Apalagi setelah kejadian malam itu mereka tidak pernah berbicara hingga lama-lama. Tapi sekarang semua serasa sirna mereka kini terlihat akrab. Arini yang masih memiliki jiwa kekanak-kanakan mampu membuat Panji terhibur .
Kini Panji tidak berbicara lagi malahan dia terus memandangi Arini yang duduk didepannya. Arini yang sadar kalau dirinya sekarang ditatap Panji hanya bisa diam saja. Tiba-tiba perasaannya diselimuti rasa cemas sekaligus takut kepada Panji.
"Kenapa dia terus melihatku. Apa dia marah? Seharusnya aku lah yang marah karena aku jadi alasan dia tertawa tadi. Memang benarlah kalau majikan itu selalu benar dan aku yang salah sekarang."Arini membatin. Dia tidak mau menatap Panji lama lagi karena dia takut sendiri. Akhirnya dia menunduk.
Panji sadar kalau dirinya pasti terlihat aneh dihadapan Arini. Tanpa disuruh dia langsung membawakan makanan untuk Arini dan dia sendiri juga tidak tahu kenapa dirinya sebegitu seperhatiannya dengan Arini. Ditambah lagi tadi dia habis tertawa lepas bersama Arini, pasti menambah kesan gak jelas padanya. Panji langsung pergi tanpa pamit.
"Enak sekali."batin Arini merasa lega setelah Panji pergi dari hadapannya dan kini giliran menyantap makanan. Padahal kalau dilihat-lihat makanan itu tidak terlalu enak-enak juga. Hanya nasi dan opor ayam saja. Dan biasanya dia juga makan makanan itu.
Sudah malam dan waktunya Nyonya Diana minum obat lagi, Arini kini melangkah kelantai atas. Sudah menjadi rutinitasnya untuk mengingatkan majikannya meminum obat dua kali sehari. Kaki Arini yang kini sudah tidak terasa sakit lagi membuatnya berjalan lancar.
Setibanya di kamar, Arini langsung mendekati Nyonya Diana yang sudah berbaring diatas kasur. Nyonya Diana sudah tidak asing alias sudah terbiasa dengan kebiasaan Arini yang akhir-akhir ini sering datang ke kamarnya malam-malam hanya sekedar mengingatkan minum obat. Memang diakui kalau sebelum tidur Nyonya diana sendiri sering lupa meminum obat. Jadi dia senang sekali kalau Arini dengan sabarnya mendampinginya meminum obat.
"Permisi tuan."selesai meminumkan obat majikannya, Arini langsung keluar dan menuruni tangga tidak sengaja bertemu dengan Panji yang kebetulan hendak naik keatas. Panji hanya memandangnya saja dan tidak melontarkan kata sedikitpun dari mulutnya. Setelah habis tertawa bersama tadi, malah membuat mereka merasa canggung saat bertemu.
"Beruntung dia kerja disini."Panji melirik kebawah terlihat Arini sedang menuruni tangga.
"Aduh lega. Kalau kayak begini aku bisa senam jantung kalau ketemu sama tuan Panji."batin Arini setelah tiba-di lantai bawah.
Berhubung sudah larut malam, Arini langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamanya. Arini langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Walaupun kamarnya terlihat sederhana tapi dia sangat menyukainya dan merasa nyaman ketika berisitirahat disana. Dia berharap malam ini akan ada mimpi indah yang hadir dalam tidurnya.