Callista sedang duduk di kamar dengan perasaan resah, dia ingat besok dia akan kembali ke bandung, dengan tujuan tidak baik...
"Males banget sih...apa gua gak usah pulang...tapi masa gua mau jadi anak durhaka!..." Callista terus mengoceh sendiri sambil duduk di kasur.
"Arghhh...terserah! Terserah! Males gua, semakin di pikirin malah semakin pusing, ga suka tinggal tolak gitu aja kenapa sih, hidup gini amat, di bawa susah..." Callista melempar salah satu bantal, dan menghela nafas.
"Lo harus tenang, lo gak boleh ngelakuin hal yang salah, lo tinggal balik ke bandung, ketemu cowok itu, terus bikin cowok itu benci sama lo, dan...selesai!" Callista tersenyum tipis.
"Tapi gua gak bisa...gua gak bisa bikin keluarga gua di nilai jelek..." Callista terus pusing memikirkan masalah itu.
Callista mengacak-acak rambutnya.
"Dahlah...gua mau ngomong sama Karina aja..." Callista bangkit dari kasur, lalu menyusul Karina ke kamar.
"Na..." Callista membuka pintu kamar Karina.
"Ha?" Karina masih fokus pada hape nya.
Tiba-tiba Callista menyaut hape itu dari tangan Karina.
"Dengerin dulu, gua mau curhat..." Callista mengerutkan kening.
"Yaudah, gua dengerin nih..." Karina duduk berhadapan dengan Callista di atas kasur.
"Gua besok mau pulang ke bandung..."
"Yaudah dong...lo seharusnya seneng, ketemu ortu lo lagi!"
"Tapi, Na! Gua bakal di kenalin sama cowok, dia tuh anaknya temennya papah gua...dan gua hafal banget kalo kaya ginian mah, pasti mau di jodoh-jodohin!"
"Bagus dong...gausah susah-susah cari jodoh, dan pastinya si cowok itu tuh sempurna biasanya..."
"Gua tetep gak mau...perasaan gua gak enak, Na!"
"Cuma perasaan lo aja..."
"Na! Gua serius!"
"Yaudah, pokoknya lo sekarang tidur, besok kita berangkat ke bandara...good night my friend..." Karina tersenyum lebar sambil mendorong pelan Callista keluar dari kamarnya.
Callista sebenarnya sebal dengan Karina, tapi dia berfikir mungkin emang perasaannya aja.
*
"Bye! Janga lupa bawa oleh-oleh ya! Gua bakal kangen sama lo!" Teriak Karina pada Callista yang sudah berjalan menuju pesawat.
"Ohh, tidak! Dia sudah gila!" Callista menggelengkan kepala melihat tingkah Karina.
°°°
Setelah beberapa jam kemudian, Callista pun sampai di bandung.
Terlihat mobil berwarna putih, dan ada papah dan mamah Callista yang melambaikan tangan ke arah Callista.
Callista pun berlari menuju mereka.
Memeluk mamah nya.
" I miss you all" Callista memeluk erat Mamah nya.
"Kamu sehat kan, sayang? Kamu gimana di sana, seneng gak?" Mamah Callista mencium kedua pipi Callista.
"I was very happy there, even as if I got abundant treasure" Callista tersenyum bahagia.
"Papah juga mau di peluk dong..." Papah Callista merentangkan tangannya.
Callista pun memeluk papah nya...hati Callista merasa agak tenang setelah melihat mereka.
"I miss you so much father" Callista tersenyum lebar.
"Papah juga kok, sayang..." papah Callista tersenyum bahagia, melihat anak nya yang mandiri dan dewasa.
"Yaudah, ayo kita pulang..." Papah Callista melepas pelukannya dan berjalan menuju mobil, di susul Callista dan Mamah nya.
***
Sesampai di rumah, Callista langsung ke kamarnya, dia duduk di kasur nya.
Tiba-tiba kucing Callista yang berjenis Munchkin itu datang, kucing yang di belikan oleh Papah Callista di Amerika, berwarna abu-abu putih, yang di berinama Oliver, seperti namanya, jenis kelamin kucing itu perempuan.
"Hai Oliver...kau merindukan ku?" Callista tersenyum menatap Oliver yang hanya diam di lantai.
"Naik lah..." Callista menepuk salah satu bagian kasur.
Lalu Oliver pun naik ke atas kasur.
"Kau makin lucu, ya! Aku sangat merindukanmu! Di sana aku tidak punya kucing...jadi...kau adalah satu-satunya" Callista tersenyum lebar sambil mengendong Oliver, hati Callista sangat gembira melihat Oliver.
"Aku mencintaimu melebihi apapun!" Callista mencium kucingnya.
Dari umur empat tahun,Callista sudah suka bermain dengan kucing, bahkan pernah memelihara kucing pada umur lima tahun...sampai Callista dewasa pun Callista sangat menyayangi kucing...namun Callista pernah mempunyai kucing lalu meninggal karena tertabrak motor pada bagian perutnya, kejadian itu terjadi pada saat Callista umur delapan tahun...lalu kucing itu di kubur di ujung halaman rumah Callista, dan biasanya di beri bunga oleh Callista di tanah kucing itu di kuburkan.
Untuk Callista, kucing pun ber hak di perlakukan seperti manusia, karena dia juga makhluk hidup, bahkan Callista pernah berbicara, bahwa dia akan memilih kucing daripada pacar ataupun suaminya.
Tok,tok,tok...
Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Callista.
"Iya, bentar!" Callista melepas Oliver, lalu pergi membuka pintu.
"Mamah?" Callista mengerutkan kening melihat mamah nya yang berdiri di depan pintu.
"Kamu masih capek?" Mamah Callista masuk ke kamar Callista.
"Enggak kok, ada apa?" Callista menutup pintu kamarnya, dan duduk di atas kasur.
"Mamah mau bicara penting"
"Bicara aja, mah...gaada yang ngelarang"
"Jadi gini...besok kau mau di kenalin sama anak nya temannya papah, kemungkinan kalo papah semakin tertarik sama anak nya itu, kamu akan di jodohkan dengan dia, teman papah ini patner papah, yang membantu perusahaan papah menjadi lebih maju seperti sekarang..."
Callista mengerutkan kening, ternyata benar kata Callista, ia akan di jodohkan.
"Mah, Callista gak suka di jodohin!" Callista mengelak.
"Sayang, kau lihat dulu dong gimana cowok nya nanti, dia tuh ganteng, mapan, pinter, baik, sopan...kamu harus coba terima dia..." Mamah Callista meyakinkan Callista.
Callista menghela nafas.
"Yaudah iya" Callista berdecak kesal.
"Yaudah, mamah pergi ya..." mamah Callista mencium kepala Callista, lalu pergi.