Hari ini Callista dan Deren full seharian bertemu para klayen mereka.
"Pak saya capek banget..." Callista merengek di dalam mobil Deren.
"Sama, saja juga" Deren terlihat pegal.
"Kasihan banget sih..." Callista berbicara dalam hati sambil menatap Deren.
Tiba-tiba hape Callista bergetar, terlihat nama papah nya di layar hape itu.
"Papah? Tumben banget, biasanya mamah yang telfon, pasti penting..." Callista lalu mengangkatnya.
"Assalamualaikum, Pah?" Callista menjawab telfon itu.
"Baik kok, Pah"
"Ngomong aja"
"Cuti? Tapi, pah...aku baru sebentar masuk kerja, masa udah ambil cuti!"
"Pah..."
"Yaudah iya, assalamualaikum" Callista menutup telfon nya.
Seperti itulah jawaban Callista kepada papah nya.
"Kenapa?" Deren menaikka salah satu alisnya.
"Papah saya Pak...dia nyuruh saya ambil cuti empat hari, saya di suruh pulang ke bandung, ada masalah keluarga, tapi saya sungkan, kan saya masih karyawan baru di kantor, masa udah minta cuti lama..." Callista terlihat resah.
"Ohh, tentu saja boleh,tapi setelah kita pulang dari sini, ya..."
"Ha? Beneran, Pak? Iya saya emang di suruh nya besok-besoknya, Pak..." Callista tersenyum lebar.
"Yaudah..." Deren agak menambah kecepatan mobil nya.
Sesampai di rumah, Deren dan Callista pergi ke kamar masing-masing, Menganti pakaian mereka.
Lalu Callista keluar kamar, dan duduk di depan tv.
"Badan saya pegal, boleh tolong olesin salep di punggung saya?" Deren keluar kamarnya dengan membawa salep.
"Ha?" dahi Callista mengerut.
"Ya gila aja, masa gua megang punggung dia! Ihh, geli! Tapi dia kan minta tolong, ya sama siapa lagi kalo bukan ke gua..." ucap Callista dalam hati.
"Yaudah deh, Pak" Callista menerima salep itu.
Deren melepas baju nya dan membelakangi Callista.
"Agak atas ya..." Deren menyuruh Callista.
"Iya, Pak" Callista hanya menurut.
"Sumpah punggungnya lebar banget! Tulang doang ini, mah..." Callista menelan ludah.
"Shit! Gua benci ini" Callista terus berbicara dalam hati.
"Udah, Pak" Callista menutup salep nya.
"Makasih..." Deren memakai lagi baju nya.
"Sama-sama" Callista bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk cuci tangan.
°°°
"Tinggal sehari lagi! Terus gua balik. Ahh, gua mau telfon Karina!" Callista mengambil hape nya yang ada di meja.
"Halo, Karina Fredella temen terbaik aku!" Callista menahan tawa.
"Paan sih, gaje banget" Karina menjawab telfon dari Callista.
"Lo kenapa si? Banyak masalah?"
"Mager, bad mood, pikiran gak karuan. Rasanya gak pengen hidup tapi takut mati, aneh sumpah, gua jarang kaya gini"
"Sholat tahajud gihh, biar tenang pikirannya..." Callista tersenyum kecil.
"Iya, tapi gua capek. Lo di sana gak capek apa? Kan kejar target terus, pasti capek banget, deh!"
Callista terkekeh pelan.
"Ya capek, tapi gua tetep semangat, gua selalu inget, gua di kuliahin, gua di sekolahin, biar gua bisa dapet hidup yang enak, dengan dapet pekerjaan yang enak, ya itu dari ilmu hasil sekolah gua, dan itupun yang mbiyayain kan orang tua gua, masa gua mau sia-sia in perjuangan mereka..." Callista tersenyum lebar.
"Suka deh sama cara berpikir lo!" suara Karina agak bersemangat.
"Ya emang harus gitu berpikirnya, jangan kek anak kecil"
"Iya-iya! Yaudah ya, gua matiin..."
"Oke, assalamualaikum!" Callista tersenyum.
"Waalaikumsalam..." Karina pun menutup telfon nya.
°°°
Pagi yang cerah, jadwal Callista dan Deren kosong, mereka tidak ada pekerjaan, selain bersantai.
"Kok perasaan gua gak enak, ya..." Callista berdiri di balkon, menatap genting-genting perumahan dari balkon kamar nya.
"Gua keinget terus sama telfon papah kemaren, kenapa papah nyuruh gua ambil cuti ...katanya mau di kenalin sama anaknya temennya papah...jangan-jangan..." mata Callista membulat sempurna.
"Gawat! Gua pasti biasanya kalo berurusan sama yang namanya di kenalin sama anak nya temennya papah, pasti di suruh pendekatan gitu, terus di suruh nikah! Wahh, gua gak mau! Duh, iya gak ya...gua gak mau..." Callista berdecak kesal.
"Tau ah, pusing mikirin gituan, badan gua adem panas, perasaan gak enak. Males banget sih kalo pas lagi keadaan gini, pengen jalan-jalan, tapi gaada temen..." Callista merengek kepada dirinya sendiri.
Callista pun keluar dari kamar nya, dia melihat Deren sedang duduk di depan tv.
"Pak...bapak gak ada niatan main atau jalan-jalan kemana gitu..." Callista ikut duduk dan menempelkan kepalanya ke telapak tangannya, dan siku tangan yang di taruh di pupu nya.
"Emang kenapa? Kamu mau jalan-jalan?" Deren menengok ke arah Callista yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.
"Pengennya sih gitu, tapi gak ada temenya..." Callista mendegus kesal.
"Kan ada saya..."
"Emang bapak mau jalan sama saya?"
"Mau lah..."
"Kalo di kira pacar saya Gimana?"
"Bagus dong, dari pada di kira jomblo"
Mata Callista melotot, tak menyangka Deren akan menjawab begitu.
"Yaudah sana siap-siap, saya juga mau siap-siap..." Deren pergi ke kamarnya.
Callista hanya melongo menatap Deren.
"Perasaan gua makin gak enak, fix gua pengen pulang sekarang!" Callista memijat keningnya, mematikan tv nya dan pergi bersiap di kamarnya,
Setelah beberapa menit, Callista dan Deren pun keluar dari kamar nya masing-masing.
"Ayo!" Deren mengandeng tangan Callista, menuju parkiran.
"Bapak yakin?" Callista masih ragu, karena perasaanya semakin tidak enak.
"Saya selalu yakin..." Deren memencet tombol lift.
"Iyain aja lah, salah gua juga, kenapa pake ngomong kalo mau jalan-jalan, nasib orang suka ceplas-ceplos tanpa mikir!" ucap Callista dalam hati. Callista hanya pasrah atas segalanya yang terjadi.