Pagi menyapa kembali, langit begitu lapang dengan warna tunggalnya, nyaris seluruhnya berwarna biru jika saja beberapa cipratan kecil awan putih tidak turut hadir melengkapi. Tetapi itu bukanlah jaminan bahwa sepanjang hari ini akan selalu cerah, sebab badai bisa datang kapan saja tanpa bisa ditebak.
Kondisi langit pagi yang sama seperti kemarin, tetapi bukan hari dengan rasa yang sama bagi Abdul. Suasana yang asri dan sejuk antara pemandangan sawah yang luas dan perbukitan yang serba hijau itu tidak ditemuinya lagi pada pagi ini. Bahkan mungkin tidak ada lagi di pagi-pagi berikutnya. Kini yang terlihat hanyalah jalanan kota kecil yang semrawut. Warna hijau persawahan dan perkebunan pada penglihatan matanya tak lagi ada.
Abdul berjalan memasuki Terminal Bus. Bumiayu adalah kota kecil yang jaraknya sekitar enam kilometer dari desa Kali Gintung. Di kota ini terdapat satu-satunya Terminal Bus yang selalu sibuk setiap hari. Memang suasana kotanya semrawut dan panas, tetapi kota kecil ini mempunyai tempat-tempat yang tidak kalah maju dari kota-kota besar lainnya.
Penampilan Abdul kali ini sedikit lebih modern. Mengenakan sepatu hitam dan ransel abu-abu yang keduanya adalah bekas pakai waktu sekolah tahun lalu. Sedangkan pakaian yang ia gunakan adalah celana jeans yang pada bagian lututnya berlubang, serta kaos merah yang dilapisi jaket coklat dengan resleting sengaja dibuka. Alasan dari penampilan yang berbeda ini tentu saja karena ia akan bepergian jauh.
Penampilannya yang segar sangat berbanding terbalik dengan ekspresinya yang layu, sebab memang keadaan hatinya sedang kacau. Dia harus mengambil satu pilihan yang sangat berat baginya, yaitu pergi meninggalkan rumah.
Bukan bermaksud lari dari tanggung jawab, tetapi lebih kepada ketidaksanggupannya melihat kesedihan kedua orang tua nya karena tindakan cerobohnya sendiri.
Meski begitu yakin dengan pilihannya, tetapi dia tidak tahu harus pergi kemana. Satu-satunya nama tempat yang terngiang di kepalanya adalah Jakarta. Sebab memang disitulah tujuan utama kebanyakan orang untuk merantau.
Beberapa kali dia harus bertanya ke orang di sekitar terminal untuk mencari bus tujuannya. Tetapi yang terjadi adalah para agen bus yang mendatanginya dengan cara bersamaan hendak menawarkan tiket bus. Mereka memberi pertanyaan yang semuanya sama seperti; "tujuannya kemana mas?", atau "cari bus apa mas?", dan selalu ditanyakan berulang-ulang. Memang sudah menjadi tradisi para agen bus untuk menawarkan bus dari perusahaan masing-masing dengan agresif dan beruntun.
Antara polos atau bijak, Abdul memilih bus dari agen pertama yang menawarkannya. Tetapi ketika sudah menaiki bus tersebut, Saat petugas bus meminta ongkos, dia sangat terkejut karena harga yang harus dibayar lebih mahal dari yang ia duga.
Sebenarnya tarifnya umum dan wajar, hanya saja Abdul tidak tahu menahu soal harganya. Wajar saja, ini adalah kedua kalinya dia menaiki bus. Dulu pernah satu kali naik bus, yaitu ketika ikut mengantar tetangganya ke bandara untuk pergi menunaikan ibadah haji.
***
Di tengah perjalanan bus, Abdul memperhatikan seseorang yang duduk di sebelahnya yang sedari tadi diam tak mengucap sepatah kata pun. Orang yang terlihat berumur sekitar kepala tiga itu berpenampilan sangat kacau. Rambutnya yang gondrong tetapi tidak begitu rapih, serta pakaiannya yang lusuh semakin menarik perhatiannya.
Orang itu selalu diam, bahkan saat petugas bus meminta uang bayaran, dia hanya memberikannya tanpa memandang dan tanpa berkata, pandangannya kosong seperti orang yang sedang frustasi berat.
Abdul sangat mengerti betul, perasaan yang dia alami saat ini pun sudah membuat dirinya kacau, tetapi dia tidak akan membiarkan fikirannya frustasi separah itu hingga melupakan kondisi fisiknya sendiri.
Abdul adalah orang yang sangat peduli dengan keadaan orang lain, hatinya sangat perasa, seringkali dia lebih memilih mengalah saat terjadi konflik dengan seseorang. Kepeduliannya itu memang tidak membuatnya untuk harus selalu mengetahui masalah yang dialami orang lain, tetapi kali ini rasa penasarannya jauh lebih tinggi dari kepeduliannya.
"Mau kemana, Mas?" tanya Abdul membuka pembicaraan.
"Saya juga tidak tahu," jawab pria itu yang masih kosong memandang ke arah depan.
"Maaf, Mas, namanya siapa?" tanya Abdul kembali.
"Jay," jawab orang itu, kali ini sedikit melirik ke arah Abdul.
"Ada masalah berat ya, Mas? sampai dari tadi diam dan melamun saja," tanya abdul mencoba hangat.
"Kamu tidak selalu bisa mengambil kesimpulan hanya karena melihat dengan matamu," tegas Jay dengan kembali memandang kosong kedepan.
"Maaf kalau begitu, Mas!" Abdul merasa risih.
"Tetapi saya bisa mengetahui keadaan hatimu yang kacau tanpa harus melihatmu," Jay merespon tegas.
"Bagaimana Mas bisa tahu?" tanya Abdul terkejut ringan.
Jay kemudian memegang pundak Abdul.
Sebelum percakapan berlanjut, tiba-tiba terdengarlah jeritan histeris para penumpang bus. Abdul merasa kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Braaaaakkkk.....!"
Sebuah truk dari arah berlawanan menabrak bus yang Abdul tunggangi ketika melewati jalanan berkelok. Tubrukannya sangat keras sehingga langsung mendorong bus untuk mundur dan kemudian jatuh ke tebing setinggi 20 meter yang di dasarnya terdapat sebuah danau. Bus itu pun berguling sampai kemudian jatuh ke danau.
Kedalaman danau cukup untuk menenggelamkan seluruh badan bus, kepanikan penumpang makin menjadi meski tanpa suara. Sebab, tidak akan ada yang bisa menjerit ketika sedang berada di dalam air. Sepertinya ini adalah akhir dari hidup mereka.
Tetapi Abdul tidak menyerah, dia kemudian berusaha cepat keluar melalui pintu darurat. Tangannya berhasil meraih gagang pintu dan membukanya. Segeralah dia berenang ke permukaan dengan perasaan paniknya.
Sampailah dia ke permukaan. Dia berusaha mengambil nafas sebanyak-banyaknya sebelum kemudian lanjut berenang ke daratan. Abdul benar-benar ketakutan, dan dengan penuh syukur akhirnya bisa selamat dari kecelakaan itu. Sesampainya di daratan, dia menoleh ke arah permukaan air dimana menjadi titik bus itu jatuh.
Tidak ada penumpang lain yang muncul ke permukaan. Sepertinya bisa dipastikan hanya dia yang selamat. Yang dia lihat hanyalah permukaan air yang terlihat tenang dan normal seperti tidak ada yang telah menyentuhnya kecuali gelombang kecil sisa dari gerakan renangnya sendiri.
Abdul kebingungan dengan apa yang dilihatnya. Seharusnya bekas jatuhnya bus yang sebesar itu membekas menjadikan gelembung yang berbusa di permukaan danaunya. Dan juga tidak ada tanda-tanda bekas goresan di antara dinding tebing yang dilapisi semak dan pohon rambat. Padahal jatuhnya bus sempat berguling menyentuh dinding tebing terlebih dahulu.
Dilihatnya di sekeliling danau itu, banyak sekali pepohonan yang berukuran besar. Hutan yang rimbun dan lebat seperti tidak pernah di jamah manusia. Sebenarnya indah sekali tempat ini, tapi ketakutan mengubah penilaiannya tentang tempat ini, dia sudah mulai berfikir tentang hal-hal buruk.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara langkah dan ringkikan kuda, suara itu semakin mendekat membuat hati abdul semakin ketakutan. Abdul memejamkan mata tidak ingin melihat apapun.
Dia menghadapkan badannya ke arah yang berlawanan dari sumber suara. Semakin dekat dan dekat hingga pada akhirnya suara langkah kuda itu terhenti. Tepat berhenti tak jauh di belakangnya.
"Hei, siapa kamu?" bentak seseorang yang masih tak di ketahui itu.
Abdul pun menoleh dan mendapati seorang pria gagah, berpakaian gaya klasik seperti yang sering dia lihat pada acara karnaval 17 agustus di kampungnya.
Ternyata sedari tadi kuda itu ada penunggangnya. Abdul diam tertegun tak berkata apapun.
Pria berkuda itu mencabut pedang dari sarungnya lalu menodongkan ke arah Abdul.
"Aku tanya sekali lagi siapa kamu? Lanjut bentak seorang penunggang kuda tersebut.
"A a a aku Abdul," jawab Abdul terbata-bata.
"Darimana kamu? dan apa yang kamu lakukan disini?" tanya penunggang kuda tersebut dengan kembali membentak.
"Aku baru saja mengalami kecelakaan bus, dan bus yang aku tumpangi telah masuk ke danau itu," jawab abdul.
"Bus? apa itu bus?" tanya orang itu curiga.
Abdul semakin bingung dan merasa benar-benar gawat, Alam apa ini? Siapa makhluk ini? sampai-sampai bus saja tidak tahu.
***