Kaki mungilnya berlari menuruni tangga istana. Ia hendak mengejar ibunya yang di seret paksa oleh beberapa menteri.
“Druf di sini sama Dad.”
“Tapi Druf juga ingin sama Mom.” Sahutnya polos.
Dilihatnya raja Cezar memeluknya dengan air mata yang mengalir. Druf justru tertawa karena menurutnya mata raja Cezar seperti langit yang menurunkan hujan.
Ia menyentuh air mata itu dengan tangannya.
“Jangan dekat-dekat Mom ya.” Bisik ayahnya.
“Gak mau. Druf mau Mom.” Ucap Druf kecil mengkal. Sementara air mata raja Cezar semakin mengalir deras.
“Dad..” bisik Druf dalam tidurnya.
Pagi baru saja bertandang saat Dilara terbangun. Ia tersadar bahwa dirinya masih berada di kamar yang sama sejak tadi malam.
Cklek.
Pintu terbuka. Brian datang membawa nampan berisi roti dan segelas susu.
“Apa kau masih pusing?”
Dilara hanya menggeleng.
“Makanlah. Agar kau tidak pusing setelah darahmu diambil semalam.”
Brian menyodorkan nampan tersebut dan diterima oleh Dilara.