Druf menatap langit-langit kamarnya. Ia baru tersadar setelah terkena tembakan bius dari Frans. Tubuhnya terasa berat. Namun bukan itu yang membuatnya tetap diam di atas kasur. Ada hal yang ia hindari. Hal yang rasanya tidak ingin ia dengar. Kenyataan pahit yang harus ia terima. Luka di hati yang membuatnya lemah dan tak berdaya. Rasa kehilangan yang terus menerjang hatinya. Druf duduk dengan pikiran kalut. Penghianatan. Kehilangan. Menyerang ketenangan hidupnya bersamaan.
“Tuan.”
Druf menoleh. Ia melihat Frans sedang berdiri di ambang pintu.
“Aku percaya kau akan sanggup melewati semua ini.” Ujar Frans.
Ia duduk di samping Druf.
“Apa kau tidak mau melihatnya untuk yang terakhir kali?”
Kata-kata Frans seperti sembilu yang mengiris-ngiris hatinya. “Harusnya malam itu aku menggigitnya. Setidaknya dia akan tetap hidup hingga detik ini.” Sesal Druf.
Frans memegang pundaknya.